(49) after we lost

1.3K 112 86
                                    

Selamat datang di stasiun Lempuyangan Jogjakarta

Tulisan itu sudah nampak saat jam di kereta menunjuk tepat pukul empat pagi.

"Welcome back Jog" gumamku sendiri saat menuruni kereta.

Aku berjalan gontai setengah melamun sembari menyeret koperku menuju pintu keluar.

"Neth..." sapaan lembut membuatku menoleh.

"Are you oke?" tanyanya mengernyit. Mungkin kondisiku sekarang nampak sangat jelas menyedihkan sampai membuat kak gazza yang tak tau apa-apa menyadarinya.

"Kakak udah dari tadi ?" tanyaku memberi senyum.

"Kamu bahkan jalan melewati kakak tadi, ngelamun?" tanyanya mengambil alih pegangan koperku.

"Maaf kak" ucapku, dijawab dengan anggukan kak gazza.

"Kata deven kamu sakit ?" ujarnya. Mendengar namanya kembali di telingaku ntah mengapa hatiku masih sangat lemah. Tanpa aba-aba titik bening di mataku sudah membuat basah kembali.

"Neth, kok nangis ? Sakit banget ya ? Mana yang sakit?" tanyanya lembut sekali justru membuatku semakin merapuh.

"Kak..." suaraku sangat berat bertepatan dengan lolosnya titik bening itu di pipiku.

Kak gazza dengan sigap menarikku ke dalam lingkaran lengannya.
"Ssssst... Kita ke mobil sekarang ya" ajaknya setelah mengusap rambutku  yang ikatannya sudah tidak rapi.

Kami berjalan menuju tempat dimana kak gazza memarkirkan mobilnya. Biasanya udara Jogja sepagi ini terasa segar, namun kali ini justru membuat sesak. Aku berjalan dengan tuntunan kak gazza, sedang tangannya satu lagi membawakan koperku. Sampai di mobilnya ia dengan sigap memasukkan koper dan bawaanku ke bagasinya dan dengan cepat membukakan pintu untukku.

Aku sudah terduduk masih melamun kosong. "Kak..." panggilku.

"Yaaa? Kamu bisa cerita sekarang. Kamu kenapa ?" tanyanya menatapku teduh. Aku masih terdiam, rasanya sulit sekali untuk menguak kembali kejadian pelik di bandung untuk ku ceritakan.

Kak gazza masih tersenyum menungguku untuk bercerita dengan sabar. Tiba-tiba ia memajukan badannya menjadi sangat dekat dengan wajahku.

"Kak..." ucapku ragu. Ia menaikkan salah satu alisnya.

"Kakak..." kataku lagi.

Ia mengulurkan tangannya ke belakang tengkukku. Aku hanya memejam rapat, rasanya energiku sudah habis untuk bisa mendorongnya. Tapi aku masih bisa merasakan sesuatu membelai rambutku sangat lembut, mengusap kepalaku sampai ke belakang.

"Dah, sekarang udah rapi" tuturnya. Aku memberanikan membuka manikku perlahan, rupanya ia membenahi ikatan rambutku yang semula tak beraturan.

"Kenapa bisa sakit?" aku melihat raut wajah yang tampak khawatir saat aku membuka mataku sempurna. Raut muka yang masih tampak mengantuk namun tetap menampakkan kecemasan yang sangat kentara. Karena wajahnya dapat kulihat dengan sangat jelas di depanku.

"Deven ?" nadanya bertanya berusaha menelisik dengan mengusap sedikit anak rambutku. Mataku kembali memejam menahan sakit kembali.

"Aku selesai kak" ucapku pelan. Kurasa air mataku lolos lagi, tapi segera diusap oleh tangan halusnya.

"Kamu kuat buat cerita? Kalau gak kuat jangan dipaksa" tuturnya halus senada dengan usapannya di pipiku.

Pada akhirnya dengan susah payah dan beberapa kali terhenti karena isakan, aku berhasil menceritakan semua pada kak gazza.

Kemarin LusaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang