SF : 16

66.3K 3.6K 70
                                    

Usai shalat Subuh, Adel bergegas kedapur untuk membuat segelas teh untuk suaminya. Damar sendiri dia mintai tolong untuk membangunkan putri kecil mereka. Asa memang kadang tidak bangun untuk shalat subuh, Adel juga tudak tega membangunkan putrinya itu.

Di dalam kamar, Asa yang tidur tengkurap tampak tidak terganggu dengan usapan pada pipi gembulnya, begitupun saat Damar menciumnya, Asa sama sekali tidak bergeming. Anak itu terlalu bersemangat untuk hari pertama sekolahnya, sampai sampai Asa begadang dan tidur pada pukul 11, itupun harus di paksa lebih dulu.

"Asa, bangun nak. Katanya mau sampai sekolah pagi pagi."

Suara Damar yang sengaja dibuat lebih keras berhasil mengusik tidur Asa. Mata bulat itu mulai mengerjap pelan, berusaha menyesuaikan dengan cahaya lampu yang agak redup.

"Papa." Panggil Asa dengan suara serak khas bangun tidur.

Panggilan Asa disambut Damar dengan senyum kecil, setelah Asa meregangkan otot ototnya, segera Damar meraih anaknya itu kedalam gendongannya. Asa yang memang masih mengantuk menyandarkan kepalanya pada bahu lebar ayahnya.

"Jangan tidur lagi, hari inikan, hari pertama Asa sekolah. Jadi enggak boleh terlambat."

Ucapan Damar berbanding terbalik dengan perlakuannya, nyatanya saat ini tangan kekar itu malah membelai lembut punggung sang putri.

"Asa endak tidul. Papa janan sapu sapu pundungna Asa. Asa endak enak." Keluh Asa. Punggungnya digerakkan sedemikian rupa agar sang ayah melepas usapannya.

"Mandi dulu."

"Mandina ma Mama."

Damar melepas gendongannya, membuat Asa duduk anteng di sofa kamar kemudian melepas piama tidur anaknya.

"Mama masak di dapur. Asa mandinya sama Papa aja, kalau apa-apa Mama, kan kasihan. Mama kecapean nanti."

Asa menurut, kini dia diam dengan wajah kantuknya. Sepenuhnya mungkin belum terbangun dari tidur lelapnya.

.
.
.

"Tenapa endak pake sagam ?"

Asa bertanya dengan kening berkerut saat melihat pakaian yang disiapkan oleh Ibunya. Baju kaos putih dengan sedikit garis orange, juga rok selutut dengan warna orange. Seingatnya, sepupu sepupunya kesekolah menggunakan seragam.

"Kan masih PAUD, jadi belum ada seragamnya. Pakaiannya bebas asalkan sopan. Nanti kalau sudah masuk TK baru pakai seragam." Adel yang bertugas mempercantik putrinya itu menjawab dengan sabar. Dipakaikannya Asa pakaian dalam.

"Mau pakai popok tidak ?" Adel mengacungkan benda yang dimaksudnya. Asa memang dia pakaian popok, tapi hanya saat putrinya itu akan tidur.

"Asa dah besal. Endak pake lagi, anti malam uga ya Mama."

Adel hanya mengangguk. Dia sangat senang sekali, beberapa malam terakhir ini, Asa selalu bangun di malam hari saat ingin buang air. Putri cantiknya itu sudah enggan untuk memakai popok, tapi untuk jaga-jaga, Adel memaksa memakaikannya popok walau Asa sudah menolak.

"Mo pake sagam, Mama. Endak mo pake itu." Asa beringsut bersandar pada kepala ranjang saat Adel ingin memakaikannya baju.

"Una pake sagam. Asa mo pake sagam."

Mengingat tentang Luna, memang anak dari kakaknya itu memakai seragam karena sudah masuk TK. Tentu saja seragam TK sudah di siapkan oleh pihak sekolah.

"Itukan Kak Luna sudah masuk TK. Nah Asa baru masuk PAUD, jadi enggak ada seragamnya. Pakai bajunya bebas." Adel terpaksa harus naik keatas tempat tidur demi memakaikan pakaian pada Asa.

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang