Sepertinya seharian ini Adel harus bersabar sesabar sabarnya. Di pikirannya tadi, begitu tiba di kantor, Asa akan kalem, tidak banyak tingkah. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Bahkan anaknya itu kini berjalan seraya menghentakkan kakinya.
"Asa jalannya biasa aja dong nak, nanti kakinya sakit kalau Asa jalannya begitu."
Mereka saat ini sudah berada cukup dekat dari ruangan Damar. Mungkin itu sebabnya Asa sangat bersemangat, tapi tetap saja menurut Adel itu berlebihan.
"Ya endak papa. Bial lante na buni buni kena patuna Asa."
Mendengar jawaban putrinya, Adel hanya bisa menahan napas sejenak. Mencoba untuk mengabaikan Asa sepertinya lebih baik. Meja sekretaris sudah kosong, Adel yakin Anton sedang mengisi perutnya di kantin bawah.
"PAPA ASA MA MAMA DAH DATANG INI, BAWA MATAN SIANG NA PAPA."
Adel memejamkan matanya. Bertanya-tanya dalam benaknya apakah putri cantiknya itu tidak lelah berteriak terus. Damar yang sedang mengerjakan berkasnya menjadi tersentak karena kaget.
"Papa lindu Asa endak ?" Tanya Asa begitu Damar mendudukkannya pada sofa tunggal. Sedangkan bapak muda itu duduk pada sisi sebelahnya. Membiarkan Adel menyajikan makan siang yang dibawa dari rumah.
"Papa rindu Asa, rindu sekali. Gimana hari ini, enggak nakal kan ?" Tanya Damar, sesekali membenarkan letak poni putrinya yang berantakan, tidak lupa mengusap dahi Asa yang berkeringat.
Menjawab pertanyaan sang ayah, Asa menggeleng kuat. Tidak merasa bahwa dirinya berbuat nakal.
"Kalau enggak nakal, coba kasih tahu Papa. Siapa yang habisin terigu di dapur buat jidaiin bedak. Kasih tahu Papa juga, siapa yang main masak masakan pakai pupnya kucing."
Adel membeberkan semua kelakuan ajaib sang putri saat melihat hadis kecilnya itu mengelak, jika saja bisa, maka Adel ingin beristirahat sejenak. Kelakuan Asa hari ini benar benar lain dari hari kemarin, putrinya jadi berkali kali lipat lebih nakal. Entah apa yang sudah terjadi.
Sedangkan Damar menatap Asa meminta kejelasan, tapi yang ada anak itu malah memainkan jemari mungilnya dan menyenandungkan lagu kanak kanak. Menghindari tatapan sang ayah. Maka dari itu, Damar beralih menatap istri cantiknya.
"Iya, Del ?"
"Iya Mas. Kalau aku enggak datang cepat, udah di makan kali itu kotoran kucing. Nakal banget dia seharian ini." Jelas Adel.
Damar hanya bisa menghela napas pelan, dari hari ke hari ada saja tingkah Asa yang membuatnya geleng geleng kepala. Bagaimana mau program anak kedua kalau Asa saja modelnya begini.
"Papa Asa mo tidul."
Lama terdiam, Asa berseru lemas saat Damar menyuapkan nasi beserta lauk kedalam mulutnya, sudah lapar dia. Sedangkan Asa kini terlihat menguap.
"Sama Mama. Papa lagi makan." Ujar Adel, meraih Asa kedalam gendongannya untuk di bawa pada kamar yang memang tersedia di ruang kerja sang suami. Tidak besar memang, di sana hanya ada tempat tidur juga lemari kecil. Dulu Damar sering menggunakan kamar itu saat lembur, tapi itu dulu, mengingat setelah kelahiran Asa, Damar selalu berusaha agar tidak bekerja sampai malam.
"Oh iya Mas. Itu Rian nanti benar kerja di perusahaannya Darin ?"
Tanya Adel usai menidurkan Asa, sementara Damar baru selesai makan siang. Mengenai perusahaan, Darin mengambil alih perusahaan sang mertua, sedangkan yang di olah oleh Damar adalah perusahaan dari pihak ibu mertuanya, yang dalam beberapa bulan ini akan diambil alih oleh Bagas karena Damar benar-benar malas berurusan dengan berkas berkas.
"Enggak, Darin punya cabang baru di Batu. Jadi nanti Rian kerja di sana, soalnya kemarin anak itu sempat minta agar tidak jauh dari Batu. Kamu tahu sendirikan Luna itu dekat sama Rian, sama kayak Asa yang dekat sama si Bagas. Mana bisa gak ketemu dalam seminggu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Family ✅
Randommenjadi orang tua diusia muda bukanlah halangan besar bagi seorang Damar Abimanyu dan Adelia Sukri. Mereka sudah diberi sosok balita cantik bernama Asahila Tiara Abimanyu, balita berusia 2 tahun 8 bulan dengan berbagai tingkah yang kadang membuat ke...