SF : 23

53.6K 3.6K 66
                                    

Rencana awal Bagas sebenarnya berniat untuk mampir ke kantor Darin usai reunian, tapi semua itu urung karena keponakan manisnya mendadak di wawancarai oleh sahabat sahabatnya.

Bahkan Ilham memaksanya untuk mampir ke rumah sahabatnya itu, memang tidak jauh dari tempat kumpul mereka, keponakan cerewetnya menjadi artis dadakan.

"Gas, ponakan Lu kok bisa cantik banget ?" Tanya Beno yang sejak tadi tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari Asa.

"Bahasa tolong di jaga. Anak itu peniru yang baik." Tegur Bagas. Menurutnya bahasa yang mereka gunakan setiap bertemu tidak sopan, apalagi kalau di tiru oleh anak di bawah umur.

Di seberang sana, Asa sedang duduk dengan cemilan biskuit pemberian Ibu Ilham. Tentu dengan tanya ini itu oleh sahabatnya, yang dijawab Asa dengan amat antusias.

Pertanyaan yang kemudian di dengarnya membuat Bagas tertarik. Ingin mengetahui reaksi Asa.

"Asa, Om mau tanya boleh ?" Ikhsan melirik Bagas sejenak.

"Tanya apa ?" Singkat. Asa mah begitu.

"Om Bagas punya pacar ?"

Asa mengangguk tanpa perlu menunggu waktu.

"Katanya enggak boleh pacaran, nanti dosa. Berarti Om Bagas sudah buat dosa dong ?"

Asa menghela napas pelan bak orang dewasa. Kemudian menatap Ilham, Ikhsan, Beno dan Fino secara bergantian.

"Ya bial toh. Asa endak puli, petingna pacalna Om Agas cantik pake jibab. Katana nenek Ipah anti Om Agas mau nikah sama Ante Nia, jadina pacalna endak lama lama. Anti Om Agas minta maap sama Awoh ya, Om."

Tentu saja Bagas mengangguk walau kesulitan menahan tawa karena lagak Asa yang sudah seperti Ibunya itu. Lain halnya dengan empat kepala yang menggaruk tengkuknya bingung. Kalau Asa bicara salah benar, akhirnya tetap harus dibenarkan. Kalau tidak, ngambek yang ada.

"Kalau Asa punya pacar ?"

Entah apa yang ada di kepala keempat sahabatnya itu Bagas tidak tahu. Bisa-bisanya membahas pacar pacaran dengan anak di bawah usia 5 tahun, Bagas yakin bahwa Asa tidak sepenuhnya mengerti apa itu pacaran.

"Asa masih tecil. Endak boweh pacalan. Anti talo sudah besal."

"Pacaran Sa ?"

Kepala Asa dimiringkan lucu. "Ya bukan toh. Talo sudah besal, Asa mo keja selti Papa bial Asa ada uangna. Anti talo Asa banak uang, Asa mo takil Om Agas, Om Agas mo matan apa Asa beli kana Asa punya banak uang." Tersenyum bangga, Asa menatap Bagas meminta persetujuan.

Mau tidak mau Bagas mengangguk, sedikit geli sebenarnya mendengar Asa ingin mencari uang demi mentraktir dirinya, tapi di satu sisi dia merasa terharu. Ternyata dia cukup berharga di dalam hidup sang keponakan, walau dirinya lebih sering di poroti oleh Asa.

"Om gak di traktir ?" Tanya Beno penasaran. Mereka sudah cukup akrab sejak pagi tadi.

"Ya endak. Tenapa mo di takil ? Asa endak kenal Om Kok."

JLEB jilid dua ini. Beno hanya bisa mengelus dadanya sembari mengatur napas. Hatinya benar-benar patah karena gadis cilik di depannya ini.

"Loh, kan tadi sudah kenalan sama Om Beno, Om Ilham, Om Ikhsan sama Om Fino. Kok Asa bilang enggak kenal ?" Bagas mencoba menengahi, cukup kasihan melihat wajah sahabatnya.

Dengan cepat, Asa turun dari sofa dan berjalan menghampiri Bagas. Sesaat sampai di depan Bagas, Asa merengek minta di pangku.

"Asa kenal kok. Tapina temanna Om Agas kalo makan banyak banyak toh, anti uangna Asa habis bamana ?"

Yah, kekhawatiran yang umum. Memangnya siapa yang tidak takut uangnya habis, apalagi ini Asa. Anak cerewet dengan segudang alasan.

Cukup lama Bagas tertahan di rumah Ilham, mereka baru pulang saat jam makan siang karema mendapat telepon dari Darin yang merasa khawatir karena keponakan yang sudah di tunggunya sejak pagi belum juga datang. Alhasil, Bagas harus mengelus dada melihat sahabatnya yang seperti orang putus cinta saat dia pamit.

"Asa mau tinggal di sini ? Nanti Om trakir deh, nanti juga Om yang antar pulang." Tawar Ilham.

"Om takut ?"

Ilham mengangguk sebagai jawaban, di saat seperti ini dia benar benar ingin memiliki keponakan.

Asa yang berada dalam gendongan Bagas menggeleng tegas. "Endak boweh tindal lumah olang endak kenal. Katana Mama endak baik, anti Asa di cuwik bamana ? Om ini sudah besal tok masih takut takut. Liat Asa. Masih tecil tapina Asa belani, endak takut takut."

JLEB jilid tiga. Ilham akhirnya membiarkan Bagas membawa Asa pulang, daripada menerima JLEB jilid keempat dan seterusnya.

.
.
.

Selama perjalanan menuju kantor Darin, Asa tidak henti hentinya tertawa gembira, sesekali anak itu menyanyi riang.

"Om Agas, Asa mo milan." Pinta Asa. Kresek berisi cemilan miliknya berada di kursi belakang, tangan pendeknya tentu tidak bisa menjangkau.

"Nanti, sebentar lagi sampai di kantornya Om Darin."

Pasrah, Asa kembali melanjutkan nyanyiannya. Tentu liriknya tidak sepenuhnya benar, selain suara cadel, Asa juga terkadang lupa lirik. Saat Bagas mengoreksi, yang ada Asa akan berkata.

"Ini mulutna Asa kok. Yah endak papa talo salah. Semana teselah Asa."

Kudu punya stok sabar yang banyak kalau menghadapi Asa seorang diri. Bagas tahu hal itu, ada orang tuanya saja Asa akan mengatakan apa yang ada di pikirannya, tidak punya rahasia anak saudaranya ini.

"Kantona Om Dalin besal. Selti kantona Papa." Gumam Asa saat mereka sudah berada di koridor.

Ini memang kali pertama Asa mengunjungi kantor kerja Darin, kantor ayahnya saja sangat jarang di kunjunginya.

Saat Bagas akan menggendong Asa, keponakannya itu sudah berlari menuju lift sembari berteriak dengan suara cemprengnya.

"OM DALIN NA ASA."

Membuat semua perhatian teralih pada sosok pendek Asa. Apalagi anak itu berlari dengan tawa gembira menuju sosok tinggi dan tampan yang baru saja keluar dari lift.

"Terlupakan kamu Gas." Gumam Bagas saat melihat Asa yang sudah bermanja manja pada gendongan Darin.

Dan benar saja, saat Darin sudah berdiri di depannya, Asa sama sekali tidak melirik Bagas. Seolah Bagas tidak pernah ada sebelumnya.

"Gas, kamu pulang aja. Asa biar sama Mas dulu, nanti sekalian Mas antar dia pulang."

"Tapi Mas, Bagas kan masih mau main sama Asa." Bagas seolah tidak sadar bahwa usianya terlalu tua untuk merengek. Apalagi di tempat umum seperti ini.

"Om Agas ni talo dibilang endak dengal yah. Mo bedosa talo endak dengal omongna Om Dalin ? Kalo Om Agas bedosa, anti masuk nalka. Asa endak mo punya Om masuk nalka. Enda suka."

Ck, kalau tahu begini, Bagas tidak akan membuat janji temu dengan sang kakak saat sedang bersama keponakannya.

Walau Asa dekat dengannya. Ada kalanya Bagas merasa tersisih saat keberadaan Darin. Masih untung Rian adik dari Adel tinggal di Batu, kalau dia juga tinggal di Malang, Bagas yakin Asa hanya akan meliriknya sesekali.



.
.
.

Si cerewet Asa balik lagi !!!!

Apa kabar semuanya, saya harap baik-baik aja okeyyyyy... maaf kalau ada typo

Jangan lupa komennya yah. Kalau kalian ada saran untuk kegiatan asa di next part, silahkan komen aja. Kalau mau Upnya cepat-cepat, komennya banyakin okey !!!

See you next part yah.

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang