SF : 04

90.6K 4.9K 46
                                    

🍀🍀🍀🍀

Pagi pagi sekali, Adel sudah selesai menyiapkan pakaian yang akan dibawa suaminya ke Bandung. Tidak lupa membungkus beberapa makanan kering yang bisa disantap saat di perjalanan nanti, Adel juga tentu mengemas pakaiannya dan Asa selama mereka menginap di rumah mertuanya. Hanya sebagaian, mengingat di sana juga ada beberapa pakaian yang sengaja di tinggal oleh Adel.

"Mama tok emas-emas baju na Asa. Mama mo usil Asa ya ?"

Asa yang baru bangun dari tidurnya bertanya setengah berteriak saat melihat Adel memasukkan potongan pakaian tidurnya kedalam tas berukuran sedang. Adel yang mendengar itu hanya memutar bola mata bosan, mengusir anaknya ? Hello mengandung Asa susah payah, melahirkannya dengan bertaruh nyawa, mana bisa dia mengusir anaknya itu.

"Kemarin Mama bilang kita mau nginap di rumahnya Kakek Jamal. Sekarang Asa panggil Papa di luar, minta di mandiin. Mama mau siapin sarapan dulu."

Sibuk, pagi yang sibuk bagi Adel. Kemarin Mbok Ati memutuskan untuk berhenti bekerja, selain karena faktor umur, Mbok Ati juga ingin lebih banyak menghabiskan waktu dengan anak cucunya, juga Mbok Ati menjual kue jajanan di depan rumahnya.

"Asa endak mau mandi. Dinin." Asa mengambil selimut tebal yang berada di dekat kakinya, menggulung tubuhnya kedalam selimut hingga yang terlihat hanya ujung kepalanya saja.

"MAS MINTA TOLONG." Teriak Adel. Jika di biarkan yang ada Asa tidak akan mandi, lagi pula apa bedanya mandi sekarang dan nanti. Toh ini di Malang, cuaca dinging sudah pasti.

"Endak boleh teliak teliak. Ini di lumah, bukanna di utan."

Adel di buat cengo mendengarnya. Pasalnya itu adalah kata yang sering dia ucap saat Asa berteriak di rumah. Ck, bomerang ini namanya.

"Mas, mandiin Asa bentar. Aku mau siapin sarapan dulu." Ujar Adel begitu Damar memasuki kamar hanya dengan kaos oblong hitam juga celana kaos selutut. "Sekalian kamu juga mandi." Lanjut Adel.

Sepeninggal Adel, Damar menyingkap selimut yang menutupi seluruh tubuh putrinya itu, tersenyum samar saat melihat Asa yang berpura pura tidur.

"Bangun dulu eh, mandi terus ke rumah nenek." Ujar Damar, merapikan rambut anaknya yang berantakan.

Kerutan terlihat jelas pada sekitar mata Asa, menandakan anak itu sedang menutup erat matanya. "Asa na tidul. Anti aja mandina kalau sudah banun."

Mana ada orang tidur berbicara, Asa memang begitu.

Damar yang gemas, segera saja menciumi wajah anaknya itu. Aroma bayi menguar dengan jelas, aroma yang selalu memanjakan indra penciuman Damar. Asa yang mendapat serangan dari sang ayah membuka matanya lebar lebar, berteriak meminta diselamatkan.

"MAMA TOLONG ASA NA. PAPA NA NAKAL. CIUM CIUM ASA ENDAK MANDI. PAPA NA BAU."

.
.

"Sama sama bau juga." Dumel Adel yang mendengar teriakan itu, sudah lebih dari lima menit dia meninggalkan kamar, dan anak suaminya masih belum mandi ? Ck, entah apa yang mereka lakukan.

"MAS, MANDI SANA, SEKALIAN ANAKNYA DI MANDIIN." Balas Adel berteriak. Sangat berharap bahwa suaminya menuruti perkataannya.

.
.
.

"Jangan nakal di rumah nenek. Nurut sama Mama, gak boleh usil, jangan buat Mama capek. Asa sudah besar, jadi gak boleh minta gendong sama Mama."

Damar kembali menasehati Asa saat dia dan keluarganya sudah tiba di rumah orang tua Damar, sedangkan yang dinasehati hanya melihat Damar seksama. Jemari telunjuknya diletakkan pada dagu.

"Papa mau pi mana ? Tadi Asa liat ada tas besal dalam mobil, Papa mo pi mana ?" Bukannya menjawab petuah ayahnya, Asa justru menanyakan sesuatu yang membuat Damar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu. Bingung mau menjawab apa, jika dia mengatakan akan pergi ke Bandung tentu anaknya akan merengek meminta ikut. Dijawab mau ke kantor, pasti ujung ujungnya akan menangis saat tidak mendapatinya pulang.

"Papa mau kerja." Adel menjawab singkat. Berjongkok didepan Asa yang sepertinya belum puas terhadap jawabannya.

"Telus kenapa bawa tas besal ?"

"Karena Papa kerjanya lama."

"Anti sole pulang kan ?"

Ini yang tidak di sukai Damar, dari sekian banyak pekerjaannya di kantor, dia paling tidak suka jika harus bepergian jauh. Ini merupakan pengalaman pertamanya keluar kota sejak memiliki anak, tentu sangat berat meninggalkan anak yang sedang lucu lucunya, apalagi Asa yang tidak bisa tidur tanpa melihat dan mendengar suaranya.

"Ehh, cucu nenek sudah datang. Kok gak masuk sih ? Dari tadi nenek tunggu loh, nenek sudah sediakan agar agar anggur kesukaan Asa."

Ifa, ibu Damar tersenyum senang saat mendapati keluarga kecil anak sulungnya sudah tiba, tapi hanya sebentar, karena dia dibuat bingung saat melihat wajah sendu Asa.

"Kenapa ini ?" Tanya Bu Ifa pada Damar.

"Anu Bu, itu Asa kayaknya enggak mau di tinggal."

Bu Ifa tersenyum tipis, tangannya mengelus pucuk kepala sang cucu. "Kenapa, kok sedih begini ?"

Asa abai, matanya menatap mata Adel dan Damar bergantian. "Anti sole, Papa pulang ?"

Damar menghela napas panjang, rasanya sangat berat, apalagi tatapan anaknya itu. Segera Damar menggendong Asa yang seger berelayut padanya. "Papa kerjanya jauh, jadi nanti sore Papa nggak pulang. Tapi kalau Papa pulang nanti, Asa Papa bawain boneka panda yang banyak sama yang besar besar, gimana ?"

"Endak mau. Asa mau na Papa, Papa endak usah keja." Suara cempreng Asa bahkan sudah bergetar, membuat Damar mengeratkan pelukannya.

"Kalau Papa gak kerja, nanti Papa gak bisa beliin Asa susu sama jajan loh, nanti Papa juga gak bisa beli makanan buat dimakan Asa sama Mama. Jadi Papa harus kerja. Kan Papa perginya cuma sebentar." Jelas Damar sabar. Perlahan mereka semua yang berada di sana mendengar suara isakan Asa, saat Adel ingin mengambilnya dari pelukan Damar, anak itu malah mengeratkan pelukannya, tidak mau dipisah dari sang ayah.

"Ikut Papa."

Ya Tuhan. Jika bisa Damar ingin membatalkan saja rencana keberangkatannya jika saja acara itu tidak penting. Masalahnya, tempat makan di Bandung adalah cabang pertama yang di kelola perusahaannya di sana. Dia ingin memastikan semuanya sempurna.

"Dam, mending kamu berangkatnya agak siang sedikit. Tidurkan Asa dulu, setelah itu baru kamu berangkat." Usul Bu Ifa yang tidak tega mendengar tangisan cucunya.

"Ma, Asa itu gak bisa tidur kalau gak ada Mas Damar." Celetuk Damar. Asa bukan anak yang mudah rewel, tapi saat itu terjadi, maka akan sulit untuk menenangkannya.

"Benar kata Mama, Mas. Nanti kalau Asa bangun urusan nanti aja. Ikuti saran Mama aja dulu." Kali ini Adel angkat bicara. Jika menuruti Asa yang ada nanti suaminya tidak jadi berangkat.










Gimana ????

Jangan lupa vote commentnya yah. Di tunggu loh.

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang