Mata bulat Asa menatap penuh binar pada jajaran buah apel yang berada dirak buah supermarket, kakinya berjinjit demi bisa menjangkau buah kesukaannya itu. Tapi apa daya, kaki mungil dan tangan pendeknya tidak bisa menggapai sebuahpun. Membuat pekikan kesalnya keluar begitu saja.
"Adek, mana orang tuanya ?"
"Ini butan adek." Jawab Asa tanpa menoleh sedikitpun, masih berusaha untuk mengambil sebuah apel. "Ini namana Asa, Asa Tala Abiniyu, nanakna Papa Damal sama Mama Adel. Ante, tolong ambil apel na dong."
Merasa tidak bisa menjangkau buah kesukaannya, Asa berbalik menatap perempuan beseragam didepannya. Jemarinya menunjuk pada jejeran apel yang sudah menggugah seleranya.
Pramuniaga itu tersenyum kecil seraya berjongkok dihadapan. "Dek Asa, sebelumnya Kakak mau nanya, orang tua Dek Asa kemana ?"
"Haaaah, Papa Mamana Asa ada lumah. Asa pi sini sama Om na Asa. Itu, kasih buahna sama Asa."
"Maaf ya, gak bisa. Kalau gak ada uangnya, gak bisa diambil adek."
"Asa ada uanna. Bental ya, tundu sini, janan pi mana mana."
Secepat yang dibisanya, Asa segera berlari. Kembali ketempat cemilan dimana tadi dia meninggalkan Bagas karena tidak sabar untuk berkeliling.
Tidak peduli berapa kali tubuhnya hampir tersungkur, Asa tetap berlari kencang. Saat ini dia harus bertemu dengan Om Bagasnya. Dan...
"OM AGAS."
Berteriak saat melihat Bagas yang celingak celinguk mencarinya. Mendengar teriakan orang yang dicari carinya, Bagas segera menoleh, berjalan cepat menghampiri Asa yang berdiri dengan napas ngos ngosan.
"Darimana heh, Om cari cari."
Tangan Asa menengadah. "Om Agas minta uang."
"Jawab Om dulu, Asa tadi kemana ? Om sampai cemas gak lihat Asa, Asa tahu, Om Bagas ketakutan, takut kalau Asa hilang, takut kalau Asa kenapa napa dan Om gak tahu Asa dimana."
Om Bagas marah. Asa tahu itu, perlahan tangan yang menengadahnya dirutunkan. Asa lupa bahwa sebelumnya Om Bagas melarangnya pergi jauh jauh, tapi tetap saja keingin tahuannya membuatnya ngeyel dan melalang buana mengelilingi supermarket dengan kaki mungilnya. Asa menunduk sedih, ingin meminta maaf tapi takut dimarahi.
Melihat keponakannya yang sedih dan ketakutan, Bagas menghela napas pelan. Rasa khawatirnya membuatnya tidak bisa menahan amarahnya. Meski tidak membentak, tapi dari nada suaranya yang tajam tidak bisa membohongi apapun. Dia marah.
"Asa lihat Om."
Beberapa orang yang berada disekitar mereka sebagaian berhenti demi menyaksikan mereka.
Asa mengangkat kepalanya, melihat tepat pada mata Bagas, matanya mengerjap lucu, biasanya saat sudah mengeluarkan ekspresi seperti itu, orang tuanya tidak akan marah lagi. Dan sepertinya ampuh, terbukti dengan Bagas yang mengendurkan raut wajah tegasnya. Bagas berjongkok dihadapan sang keponakan, mengankup wajah mungilnya.
"Dengar, Om minta maaf karena marah sama Asa. Tapi ini juga salah Asa, Asa pergi gak bilang bilang sama Om, Asa tahukan Om sayang sama Asa ?"
Asa mengangguk kecil.
"Karena Om sayang Asa, Om takut kalau Asa hilang. Nanti Om sedih, Papa Mama Asa juga sedih. Jadi lain kali, Asa gak boleh pergi pergi lagi kalau gak ijin. Okey ?"
"Iya Om Agas. Asa janji."
Tersenyum girang, Asa memeluk leher Bagas erat. Membuat beberapa orang tersenyum melihatnya. "Om Agas, ada apel sana. Asa suka apel, Asa mo makan apel. Tapina Asa endak ada uangna, Om Agas beli apel ya ?"
"Iya, tapi lepas dulu pelukannya. Malu itu dilihat sama orang orang."
Namun Bagas hanya bisa menelan ludah kasar saat Asa justru mempererat pelukannya. Dengan berat hati, Bagas akhirnya menggendong keponakannya yang paling menggemaskan. Kemudian berjalan kearah rak berisi buah.
"Om Agas endak beli milan ?" Asa bertanya heran saat tidak melihat cemilan yang tadi dipilih Om Bagasnya.
"Enggak, Om tadi cari Asa, makanya nggak sempat beli cemilan."
"Anti low sudah beli apel, Asa teman Om beli milan, oke ?"
Bagas hanya mengangguk sebagai jawaban. Jika meladeni Asa, yang ada nanti Asa tidak berhenti bicara.
.
"Apelnya gak dibagi sama Om ?"
Bagas bertanya seraya menyetir pulang, mengantar keponakannya lebih tepatnya, karena setelah itu Bagas rencananya akan berkencan dengan Kania.
"Tenapa badi ? Ini punana Asa kok." Asa melihat Bagas dari ujung matanya, kemudian melanjutkan makan apel. Membuat Bagas mengelus dadanya, kudu sabar kalau menghadapi Asa, apalagi kalau keponakannya itu dalam mode pelit.
"Lah, kan belinya pake uang Om Bagas."
"Beli apelna kan Asa minta toh, talau Asa endak minta yah Om Agas endak beli."
"Tapi kan harus dibagi cantik, apelnya kan ada banyak. Om minta cuma segigit kok."
Bak orang dewasa, Asa menghela napas berat kemudian menatap Bagas tanpa melepas genggaman tangannya pada apel hijau yang sudah habis sebagiannya.
"Om Agas ini neyel ya talau dibilang."
Asa mengacungkan tangannya yang memegang apel, tidak lupa dengan plastik berisi 5 buah apel yang lain.
"Ini muana punyana Asa. Om Agas kan beli bat Asa tadi di sumaket, talau sudah tasih olang endak boweh minta lagi, dosa katana Pak Utas. Talau dosa anti masuk naka, naka jeyek. Katana Pak Utas, naka tepat olang olang jaat, anti sana di sisa. Iiiihhhh, takut Asa."
Bukan hal aneh bagi Bagas jika sudah diomeli oleh keponakannya, dia hanya bisa pasrah. Asa ini kalau sudah pelit yah, pelitnya tidak ketulungan.
Perjalanan menuju rumah Damar hanya mereka isi dengan keheningan, sesekali terdengar bunyi buah apel yang digigit Asa.
"Om Agas mau ?"
Senyum kecil Bagas terbit, kemudian mengangguk kecil.
"Talau mau, Asa atal Om Agas beli di sumaket. Anti talau Om Agas beli, Asa juga beli ya. Bayana pake uang Om Agas. Ojo peyit peyit."
Rugi dua kali yang ada.
.
.
.Asa datang !!!
Sehari gak nongol, kangen kagak nih ???
Jangan lupa vote dan commentnnya yah !!! Kalau ada typo di koreksi, biar bisa saya perbaiki.
Comment banyak banyak, biar saya semangat nulisnya.
See you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Family ✅
Randommenjadi orang tua diusia muda bukanlah halangan besar bagi seorang Damar Abimanyu dan Adelia Sukri. Mereka sudah diberi sosok balita cantik bernama Asahila Tiara Abimanyu, balita berusia 2 tahun 8 bulan dengan berbagai tingkah yang kadang membuat ke...