SF : 09

87.4K 4.6K 66
                                    

Setelah beberapa masukan dan pertimbangan, saya putuskan untuk buat satu atau dua part suasana Ramadhan. Semoga kalian suka ya.... yang penasaran sama wajah dedek Asa, mungkin bisa kalian bayangkan seperti ini yahhh

 yang penasaran sama wajah dedek Asa, mungkin bisa kalian bayangkan seperti ini yahhh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍀🍀🍀

Mata Asa melotot tajam, mengikuti gerakan tangan dari salah satu perawat yang melepas jarum infusnya. Bibir mungilnya bahkan maju beberapa centi dengan kening berkerut.

"Pelan pelan ya susel, angan di bawat bedalah. Anti sakit tananna Asa talau bedalah." Lirih Asa tapi masih cukup di dengar orang tua plus dokter dan suster yang berada di ruang rawatnya.

"Iya dek, ini suster pelan pelan kok."

Mendengar panggilan baru yang ditujukan oleh sang suster, Asa memiringkan kepalanya dengan mulut komat kamit. Saking sibuknua dengan pikirannya, Asa tidak menyadari bahwa sang suster telah selesai melepas jarum infus. Begitu sang suster berdiri, Asa menarik tangan suster tersebut. Membuat orang tuanya bingung.

"Susel salah ini. Ini." Asa menunjuk dirinya. "Ini namana Asa, butan dek. Asa ini anakna Papa Damal sama Mama Adel, jadina Susel pandil Asa ya Asa, butan dek." Asa membuang pandangannya, kesal karena sang suster tidak memanggil namanya. Sedangkan sang suster hanya tersenyum geli. Baru kali ini dia menemukan pasien sesensitif Asa.

"Iya, Suster minta maaf ya ASA." Pinta sang suster, sedikit menekan suaranya saat menyebut nama Asa, membuat Adel menghela napas pelan. Pasti pembahasan nama Asa akan rumit, mengingat balasan dari sang suster yang membuat wajah putri kecil merungut.

"Susel ini ya, Asa kasi tau tapi na endak dengal. Namana ini itu Asa, butan ASA, tapina Asa." Koreksi Asa yang sebenarnya hanya ada pada kalimat namanya saja. Sang suster menyebut namanya dengan sedikit penekanan, sedangkan Asa menyebut namanya biasa biasa saja. Intinya menyebut nama Asa itu tidak boleh terlalu cepat, tidak lambat, tidak keras dan tidak berbisik. Membuat Adel geleng geleng kepala. Perasaan waktu hamil dia tidak ngidam aneh aneh. Tapi anaknya ini, subhanallah sekali.

.
.
.

Sore hari yang mendung, keluarga kecil Damar sedang berkendara dengan membawa bingkisan berupa pakaian anak lelaki dam perempuan. Tidak lupa beberapa kotak makanan. Asa yang duduk pada pangkuan sang Ibu tidak henti hentinya berceloteh riang, terkdang diselingi dengan nyanyian.

"Mama, bental lagi sudah endak puasa ya ?" Asa mendongak menatap wajah ayu sang ibu, biarpun setiap hari bertemu, Asa selalu saja dibuat takjub oleh wajah ibunya, apalagi jika wajah itu terbingkai dengan hijab seperti saat ini. Memang Adel tidak selalu menggunakan hijab.

"Iya, sebentar lagikan puasanya selesai." Jawab Adel sekenanya. Dia benar benar lelah hari ini. Bukan lelah karena lapar atau sebagainya, melainkan tadi sebelum berangkat dirinya harus berkejaran demi memandikam sang putri yang enggan untuk mandi. Inginnya hanya dimandikan oleh sang ayah. Sedangkan saat itu Damar sedang keluar untuk mengambil bingkisan pakaian yang sudah dipesan dari jauh hari.

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang