SF : 29

53.6K 3.2K 53
                                    

"Ini Om Lian ku. Asa pulang sana, pulang pi Malang. Endak usah tinggal sini, bisana ambil Om na Una saja."

Sore hari, di halaman depan rumah Hj. Taufik Sukri, kedua cucu perempuannya sedang berdebat. Berdebat dengan gaya menggemaskan, membuat seseorang yang menjadi bahan perdebatan tersenyum bangga.

Rian, putra bungsu dari Hj.Taufik merasa bangga karena diperebutkan. Walau yang berusaha merebut perhatiannya adalah anak balita, tetap saja dia bangga. Apalagi kedua balita itu adalah keponakannya yang amat lucu.

Luna Pramadya Sukri, setahun lebih tua dari Asa sedang duduk pada paha kanan Rian. Sedangkan Asahila Tiara Abimanyu, duduk di paha kiri Riang sedang memberenggut tidak suka.

"Asa tu pupuna Kak Una. Jadina Omna Kak Una Omna Asa juga tok." Kekeh Asa. Tangan mungilnya melingkari perut kekar Rian yang hanya mesem tak jelas.

Merasa tidak terima dengan keputusan sepihak sang sepupu. Luna memaksa turun dari pangkuan Rian. Berdiri di antara paha Rian sambil bersedekap dada.

"Telus kenapa Om Badas mu bukan Omna Una ?"

"Ya kana Om Agas itu om na Asa tok."

Egois sekali anaknya Bapak Damar. Membuat anak dari Bapak Fandy melotot tidak suka.

Luna memeluk erat perut Rian, tidak peduli di sana ada tangan Asa atau tidak. "Pokokna Om Liam om ku. Kamu sana hus hus, pulang pi Malang. Janan balik balik pi sini lagi kalo mau abil Omku."

"Ya endak bisa. Om Ian ini juga om ku kok. Kak Una sana yang pulang."

Perdebatan itu kini menjadi kian memanas, apalagi saat Asa melotot pada Luna yang justru mengejek dengan menjulurkan lidahnya. Tentu Luna tidak akan mau kalah dengan Asa.

Melihat Luna yang memeletkan lidah padanya, Asa mencebik tidak suka, bersiap mengeluarkan jurus andalannya, yaitu...

"OM ANDY, INI KAK UNA LELET LELET LIDAHNA. ANTI MALAHI YA OM ANDY."

Berteriak. Membuat tubuh Rian tersentak. Tapi itu belum seberapa, karena yang terjadi selanjutnya membuat rasa bangga Rian karena diperebutkan sirna seketika.

"OM DAMAL, ASA AMBIL OM LIANNA UNA, OM DAMAL BAWA ASA PULANG PI MALANG, TINDAL SAJA DI LUMAH TELUS OM DAMAL PI SINI LAGI."

Yah, kedua bocah ceriwis itu saling berteriak, padahal jarak mereka hanya beberapa cm saja.

.
.
.

"Om Ian mau makan pake sayu sop ? Sini pilingna, Asa tasih sayu sop."

Asa si pencari perhatian, menawarkan sayur sop untuk Rian saat makan malam sedang berlangsung. Hal itu tentu mengundang rasa tidak suka dari Luna yang malam ini ikut makan malam di rumah neneknya, tidak mau kalah, Luna berdiri dari kursinya.

"Om Lian mau tempe goleng ? Ini abil punyana Una."

"Om Ian endak suka tempe toh ? Suka na ayam. Papa Asa minta ayam bat om Ian."

Tidak mau kalah, Asa menatap sang ayah yang duduk di sampingnya sembari meminta ayam goreng.

"Ayam golengna pedas. Om Lian makan ini saja ya."

"Luna, Asa. Duduk terus habiskan makan malamnya Om Rian enggak suka ayam, tempe atau sayur sop. Om Rian biar makan nasi sama sayur kangkung saja."

Titah dari sang kepala keluarga yang merasa diabaikan kedua cucu cantiknya. Hj,Taufik merasa iri melihat putranya mendapat banyak perhatian dari kedua cucu cantiknya. Titah itu pula membuat Rian menelan ludahnya kasar, sungguh dia paling tidak suka dengan sayur kangkung, membuatnya mual.

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang