SF : 46

56.2K 3.4K 98
                                    

"Nenek, ka Papa kan mandi tok, Asa sama Mama bacala-bacala di kamal. Telus Papa lual dali kamal mandi, ehh ada push badanna Papa. "

Malam itu juga, saat Asa berteriak seraya keluar dari kamar. Bocah itu langsung, bercerita pada kakek neneknya yang sedang menonton TV di ruang keluarga, tangannya bergerak tiada henti, menunjukkan bagaimana dia amat antusias.

"Asa. "

Asa yang sedang berdiri di sofa menengok, menatap orang yang tadi memanggilnya.

"Ehh Om Agas. Sini-sini."

Bagas yang tidak tahu apa yang terjadi hanya menurut, berjalan dengan gaya keren menuju ponakannya. "Kok belum tidur. Ini sudah malam loh."

"Gimana mau tidur, orang ponakanmu lagi ngegosipin Papanya." Ujar Ifah, sejak tadi dia dibuat gemas dengan tingkah cucunya ini, sekaligus dibuat kesal dengan tato anaknya itu.

"Om Agas, Papana Asa ada push loh di badanna. Hebat tok, Om Agas endak hebat, endak ada pushna." Pamer Asa, bersedekap dada seraya menatap langit-langit rumah. Entah apa maksudnya.

"Asa itu tidak bagus nak, kalau ada seperti Papa nanti dimarahi sama Allah." Jamal yang diam saja sejak tadi akhirnya menimpali, tidak baik juga jika membiarkan sang cucu berbangga atas tato yang dimiliki oleh papanya.

"Loh tok bitu ?" Tanya Asa, turun dari sofa dekat neneknya dan menghampiri sang kakek.

"Iya, sama Allah tidak boleh begitu. Nanti badannya sakit karena ditempati untuk menggambar."

Mata Asa melotot tidak percaya, badan papa tidak boleh sakit. "Endak boweh sakit Papa, anti endak bisa keja cali uang bat Asa sama Mama."

Dan lagi Asa berlari, hendak kekamar yang berada di lantai atas. "PAPA ENDAK BOWEH GABAL-GABAL DIBADANNA, DOSA. ANTI MASUK NAKA." berteriak memperingati. Membuat Bagas, Ifah dan Jamal khawatir karena cucunya itu menaiki tangga dengan gesit.

"Gas, susul ponakanmu itu, digendong sampai kamar. Takutnya jatuh nanti."

Tanpa menunggu diperintah dua kali, Bagas berjalan cepat. Menggendong Asa saat tiba di dekat bocah itu.

"Ehhhh janan dedong." Larang Asa, meronta tidak suka saat tubuhnya berada dalam gendongan Bagas.

"Biar cepat sampai kamar."

Alasan, tapi karena keponakannya ini gengsinya selangit, hanya itu alasan yang tepat.

.
.
.

Dimana ada Asa maka percayalah disana suasananya akan meriah, omelan, celotehan serta ceramah dari anak itu selalu terdengar. Seperti pagi ini, bocah itu ngotot minta ditato juga.

"Ya enggak boleh nak, kan kata kakek dosa. Semalam Asa yang bilang loh. " Kepala Adel sudah pusing, pagi-pagi tadi dia sudah harus ke kamar mandi karena muntah, dan kini mengurusi anaknya yang ngebet minta di tato.

"Papa boweh tok ya Asa endak boweh ?"

Ngambek, lihat saja Asa memasang wajah cemberut dengan bibir yang dimonyongkan, lengkap tangan yang bersedekap. Menatap sang ibu tidak suka karena dilarang.

"Pokoknya enggak boleh."

Dan apa yang dilakukan Asa selanjutnya sudah bisa ditebak oleh Adel, bocah itu menangis dan meronta-ronta. Membuat Adel kian pusing, menurun dari siapa sih sifat anaknya ini ? Perasaan dia dan suaminya tidak seperti itu, ya kecuali jika dia lupa beberapa sifatnya.

"Ehhhh, ini kok nangis sih ?"

Ifah yang sengaja datang kekamar anak sulungnya dibuat kaget saat mendengar tangisan Asa, apalagi tubuh cucunya yang berguling kesana kemari.

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang