Dengan tubuh yang terbalut handuk, Asa bercanda ria dengan sang Ayah. Sudah hampir pukul 4, Asa sendiri baru tiba di rumah beberapa menit lalu diantarkan oleh Darin. Damar tidak bisa mempercayai penglihatannya saat melihat Asa yang menenteng banyak kantung plastik berisi jajan, yang Damar yakini dibelikan oleh Darin.
Belum lagi jajanan yang berada di tangan Darin. Menang banyak Asa hari ini.
"Mama pulanna lama ?" Asa bertanya saat dirinya sedang di pakaikan baju, bedak sudah nempol di pipi bulatnya. Kenapa ? Karena Asa keburu memakai bedak saat Damar masih memilah pakaikan untuk anak cerewetnya itu.
"Mama nginap di rumahnya Nenek. Asa sama Papa di rumah."
Damar tentu saja bercanda, mana mau Adel meninggalkan mereka hanya berdua saja. Tentu Adel akan menahan rindu, apalagi pada setan kecilnya ini. Dan sore tadi Adel mendapat telepon agar datang ke rumah orang tua Damar, iparnya meminta dimasakkan sesuatu yang Damar tidak tahu apa itu. Rencananya hanya sebentar, Adel akan pulang begitu selesai memasak untuk Savana, tapi ibu Damar ngotot bahwa menantunya harua tinggal untuk makan malam.
Jadilah Damar menunggui sang anak di rumah seorang diri. Sontak saja Asa yang mendengar jawaban dari sang ayah cemberut, beringsut ke sisi kanan ranjang dengan tatapan kesal.
"Asa endak mo tindal sama Papa bedua. Anti talo Asa lapal bamana ?"
Ya Allah, Damar kira kenapa, ternyata hanya karena masakan. Ck, Damar melupakan fakta bahwa anaknya itu tidak bisa jika tanpa makan. Dan memang benar bahwa Damar tidak tahu menahu tentang memasak sama sekali. Bahkan saat Adel hamil muda dulu, dia diminta oleh sang istri untuk memasak bubur. Dan jadinya ? Bubu itu gosong, bukan karena kekurangan air. Melainkan karena Damar yang sibuk membaca resep di HPnya, melupakan bahwa dia sedang memasak bubur.
"Kan Asa punya cemilan, kalau lapar tinggal makan itu, bagi sama Papa."
"Ya endak ko toh. Milanna punana Asa, tenapa Papa minta ?"
"Sini dulu, Papa sisir rambutnya." Pinta Damar, dirinya sedang terburu. Mereka harus tiba sebelum makan malam, terlambat sedikit saja, maka bisa Damar pastikan bahwa dia akan mendapat omelan dari ibunya.
"Tapi endak minta jajanna Asa kan ?" Tatapan menyelidik Asa membuat Damar menghela napasnya, diliputi oleh rasa penasaran akan sikap pelit Asa yang tidak tanggung tanggung. Padahal baik dia ataupun Adel sama sekali tidak merasa pelit.
Saat Asa sudah berada di depannya, Damar segera menyisir rambut panjang putrinya itu. Hanya di sisir agar rapi, tidak ada ikat rambut, kepang rambut atau sejenisnya karena Damar tidak tahu menahu tentang hal itu.
"Papa minta dikit." Masih belum menyerah, Damar terus menggoda sang putri.
"Ya endak boweh. Talo habis bamana ? Itu beli sama Om Dalin, belina jauh. Asa capek bawa-bawa milanna, ya Papa endak boweh minta. Talo mau Asa antal Papa pi beli milan."
"Antar aja kan ? Gak pake di beliin."
"Ya kudu beli Papa. Asakan antal Papa, jadina Papa halus badi badi milanna sama Asa."
Damar tahu akan begini, karena prinsip anaknya itu jika tentang cemilan. 'Milik orang lain milik Asa juga, milik Asa ya milik Asa.'
Sepanjang perjalan menuju rumah orang tua Damar, Asa benar-benar tidak bisa diam. Bukan karena anaknya itu bergerak kesana kemari, melainkan bibir sang anak yang tidak bisa diam. Ada saya topik menarik yang dapat Asa temukan untuk memulai perbincangan.
"Teluskan Papa, temanna Om Agas ada pake anting, selti pempuan. Asa tedul temanna Om Agas, tapina antingna endak lepas, katana itu gaya. Endak nelti Asa, napa wowok pake anting."
"Terus Asa kemana aja, kok bisa pergi sama Om Bagas tapi diantar pulangnya sama Om Darin ?" Tanya Damar, meski sudah tahu sang putri seharian ini berada dimana. Tetap saja mendengar langsung dari mulut Asa pasti menyenangkan.
"Asakan watu pegi tindal di sumaket bental, Om Agas beli Asa milan. Telus Asa makan milan di mobinna Om Agas, Om Agas bawa Asa temu temanna. Telus Asa sama Om Agas pi lumahna temanna Om Agas, teluskan Papa, Om Agas sama Asa pi temu Om Dalin di kantona. Kantona Om Dalin besal, selti kantona Papa."
Mau tidak mau Damar tertawa pelan, cara Asa bercerita benar-benar menggemaskan, tangan sang anak tidak bisa diam. Bergerak kesana kemari seolah mengilustrasikan apa apa saja yang dialaminya hari ini.
"Om Bagas kenapa enggak ikut antar Asa pulang ? Kan perginya sama Om Bagas."
Sebelah alis Damar terangkat saat mendengar helaan napas Asa, seolah anak itu mengalami hal sulit hari ini.
"Om Agas pulang, katana Om Dalin bila antal Asa pulang. Jadina Om Agas suluh pulang luan aja. Asa senang temu Om Dalin, Asa kasiankan Papa sama Om Agas. Capek mani Asa salian, jadina Asa minta Om Agas pulang."
Ya Allah, dewasa sekali anaknya ini saat berbicara. Tapi Damar yakin, bukan itu alasan sebenarnya. Karena dia tahu bagaimana Darin kalau sudah bersama Asa, adiknya itu akan memonopoli Asa. Kasihan sekali si Bagas, habis manis sepa di buang.
"Asa gak capek ngomong terus ? Papa aja capek loh."
"Ya endak toh Papa. Mulutna Asa ini talo endak momong ya endak enak, tesla ada yang kulang."
Tuhkan, anaknya sok dewasa sekali. Entah karena apa, padahal seingat Damar saat dia membuat Asa dia tidak aneh-aneh, tapi kenapa yang keluar model begini. Cantik, iya. Menggemaskan juga iya, tapi bawelnya subhanallah sekali.
"Om Agas pacalan sama ante nia, telus katana mo nikah. Nikah itu apa Papa ?"
Sebelum menjawab pertanyaan sang putri, Damar lebih dulu mematikan mesin mobilnya karena sudah sampai di rumah sang Ibu. Dilihatnya mobil yang digunakan Bagas terparkir di garasi, juga motor adiknya itu. Berarti Bagas tidak keluar usai pergi dengan Asa.
"Papa nikah itu apa ?" Kembali Asa bertanya saat tidak mendapat jawaban, tangannya memeluk leher sang ayah erat saat Damar membantunya keluar dari mobil.
"Dendong aja, Asa capek jalan." Ujar Asa saat Damar hendak menurunkannya. Damar menurut, berjalan masuk sambil menjawab pertanyaan Asa.
"Menikah itu seperti Papa dan Mama." Singkatnya saja, karena kalau di jelaskan panjang lebar, Asa juga tidak akan mengerti. Tapi pertanyaan Asa selanjutnya membuat Damar terdiam, tidak tahu harus menjawab apa.
"Telus Papa bamana dulu watu temu Mama ? Tenapa endak udang Asa datang pi nikahna Papa sama Mama ?"
Bagaimana mau diundang, orang Asa saja hadir di tengah tengah mereka setelah hampir satu tahun menikah.
Asa back.. untuk cerita Damar Adel akan saya buat lapal baru. Saya akan Up setelah Sweet Family selesai, saya harap anda setia menunggu.
Jangan lupa komentar tentang si cerewet pada hari ini, komentar kalian selalu saya tunggu.
Kalau ada typo dalam penulisan harap di koresi yah, biar bisa saya perbaiki. See you next part.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Family ✅
Randommenjadi orang tua diusia muda bukanlah halangan besar bagi seorang Damar Abimanyu dan Adelia Sukri. Mereka sudah diberi sosok balita cantik bernama Asahila Tiara Abimanyu, balita berusia 2 tahun 8 bulan dengan berbagai tingkah yang kadang membuat ke...