SF : 40

53.6K 3.4K 116
                                    

Sore harinya, Farah dan keluarganya meninggalkan kota Batu. Kembali pada kediam mereka di Probolinggo. Meski Mutari belum pulih sepenuhnya, tapi keputusan itu juga di setujui oleh H.Taufik dan Hj.Maulina. Mengingat saat ini Luna dan Asa berada dalam satu tempat. Rasanya mustahil Mutari bisa cepat sembuh, karena anak itu pasti diajak bermain oleh adik sepupunya.

Seperti saat ini, Luna dan Asa sedang bermain jual beli. Asa yang menggunakan daster batik dan pipi yang tampam putih karena bedak bertindak sebagai penjual. Dagangannya adalah jambu biji muda yang dipetik dari pohon tetangga dianggap sebagai telur.

Luna yang menggunakan piyama tidur dan bedak tipis pada wajahnya sebagai pembeli. Entah darimana anak itu mendapat dompet, yang jelas dompetnya sudah penuh dengan uang yang diambil dari daun jambu biji milik tetangga juga. Bahkan bisa dilihat, pohon jambu diseberang rumah yang berdahan rendah sudah gundul. Semua daun dan buahnya sudah berpindah tempat dihadapan Luna dan Asa.

"Mo beli apa ?" Tanya Asa dengan senyum lebar.

"Ada jagung ?"

Berpura pura mencari, Asa menatap Luna sebelum menggeleng singkat. "Jadungna abis, jualna Asa lalis malis. Adana telul ayam aja."

Sebenarnya itu hanya bualan Asa saja, bermain sejak tadi, anak itu sebenarnya hanya menjual telur alias jambu biji.

"Ya oke, telulna halgana belapa ?" Luna kembali bertanya, kali ini tangannya sambil memilah jambu biji yang berukuran besar.

"Hagana satu dibayal pake uang nun."

Mahal memang. Mana asa telur sebuah dijual seharga 5.000. Luna yang mendengarnya saja melotot tidak percaya. "Halgana kenapa mahal ? Kemalin Papa beli telul banyak halganya endak mahal."

"Ini telulna endak jual di pasal, jadina mahal tok. Kalo endak mau beli, ya sana hush go go go."

Lagi-lagi, hanya ada di dunianya Asa, pembeli di usir. Dan karena lawan mainnya adalah Luna, tentu saja akan ada aksi tawar menawar.

"Halganya mahal. Uangnya Kak Una endak cukup, Kak Una mo pinjam uangnya Asa boleh  ?"

Entah ilmu tawar menawar darimana itu, mana ada pembeli meminjam uang dari pedagang untuk membeli dagangan orang itu sendiri. Tapi lagi-lagi, ini dunia Luna dan Asa, semuanya sah sah saja.

"Boweh. Mo pijam belapa ?"

"Mo pinjam uang melah dua."

Mata Asa melotot tidak percaya saat mendengar kalimat itu. Bukan karena jumlahnya yang banyak, melainkan Asa hanya tahu satu jenis uang. Yaitu uang tenun alias uang 5.000.

"Uang melah itu apa ?"

"Uang melah itu yang walnana wanla melah."

"Asa endak ada uang melah. Adana uang ijo, uangna ijo semana. Telus bamana ? Endak jadi pijam uang ?"

Berpikir sejenak, Luna mengangguk singkat. "Endak usah. Kak Una endak mo makan telul ini malam, mauna makan sayul sop. Asa ada jual sayul sop ?"

Permainan mereka makin aneh, meninggalkan permainan dagang mereka, Luna bergegas masuk kerumah saat mendengar bunyi dentingan sendok dan mangkuk. Khas tanda dari penjual bakso.

"MAMA ADA ABANG BAKSO. MINTA UANF MELAH BELI BAKSO."

Sementara Luna masuk meminta uang, Asa dengan santainya berdiri didepan palang bambu. Saat penjual bakso itu hampir melewatinya, seera saja dikeluarkannya teriakan khasnya.

"ABANG BASO, SIDAH SINI. ASA MO BELI BASO, TUNDU KAK UNA ABIL UANG DULU."

Tentu saja, penjual baksonya berhenti saat mendengar suara Asa. Rejeki tidak boleh di tolak bukan ? Walau katanya uangnya masih dalam proses pengambilan.

.
.
.

"Astaga nak, kalau tidak ada uang yah penjualnya jangan dipanggil dong."

Adel hanya bisa mengomel sembari menyuapi Asa bakso dan kuahnya. Saat ini, Asa sedang berada di ruang keluarga. Bersama Kakek, Nenek, Om dan orang tuanya. Luna sendiri usai dibelikan bakso tadi, lebih memilih pulang dan menikmati baksonya bersama orang tuanya.

"Basona enak Papa. Papa mo ?"

Tidak menanggapi omelan sang Ibu, Asa menawarkan bakso pada sang ayah yang tadi membelikannya bakso.

"Tidak. Asa makan saja, kakek, nenek, Om Rian sama Mama tidak ditawari ?"

Asa menggeleng keras. "Yang beli basona Papa, jadina yang boweh makan Papa."

"Nak, ini Mama lagi ngomong loh sama Asa. Kok enggak di dengar sih." Tegur Adel, Hj.Maulina yang melihat itu hanya tersenyum kecil.

"Dulu kamu juga seperti itu Del. Ini Asa masih untung, masih mau dengar salah satu dari kalian, lah dulu kamu lebih parah. Kalau Ibu sama Bapak ngomel kamunya malah ngumpet di kamar Kakakmu, kalau ngambek juga kamh dengarnya juga cuma sama Fandy." Ujar Hj.Maulina.

Memang melihat Asa sekarang seperti melihat Adel kecil. Sementara Adel yang mendengar itu hanya bisa cemberut.

"Perasaan dulu Adel enggak gitu, Bu."

"Ya mana kamu ingat nak. Orang waktu itu kamu masih kecil."

Kali ini H.Taufik yang menimpali. Lucu memang jika mengingat masa kecil anak-anaknya.

"Duwu Mama selti Asa ?"

Lama terdiam dan hanya menyimak perbincangan, Asa bertanya dengan mata melotot. Berdiri dari posisi duduknya, Asa mengangkat telunjukknya kemudian diputar kekanan dan kekiri.

"No no no. Mama endak selti Asa."

"Iya, tapi Asa yang seperti Mamanya dulu waktu kecil." Kata Hj.Maulina.

Ngotot, Asa menghentakkan kakinya keras. "Endak. Asa endak selti Mama, Asa endak suka nomel nomel, endak suka bacala bacala juga."

Eleh, darimananya, Asa saja lebih cerewet dari Adel.

"Terus, Asa seperti siapa ?"

Kini Damar yang membuka suara, tangannya mengusap kuah pada ujung bibir sang putri. Asa yang mendapat perlakuan seperti itu tersenyum manis dan mengecup pipi sang ayah.

"Asa selti Papa. Endak banak momong, endak suka nomel nomel, endak cewewet juga. Asa selti Papa."

"Terus, wajah cantiknya Asa seperti siapa ?"

Kini makin lebarlah senyum anak bapak Damar itu, matanya sampai menyipit karena senyum.

"Selti Mama dong. Asa biful biful like Mama, tulitna Asa juga putih telus halus selti Mama. Mama cantik kana Asa cantik."

Percaya diri yang tinggi sekali anak itu.

"Yang ada kamu cantik karena Mamamu cantik Sa." Timpal Rian yang sejak tadi hanya tertawa melihat tingkah keponakannya.

Asa yang mendengar itu hanya melirik tidak suka. "Salah Om. Mama cantik kana Asa cantik. Endak boweh batah batah, anti dimalah Pak Utas kana batah nanak kecil."

Cukup dibenarkan saja, dari pada Asa makin mendumel kesana kemari.












🍀🍀🍀🍀🍀

Asa balik lagi. Gimana ? Suka ? Enggak suka ?

Jangan lupa vote komennya yah, jangan lupa juga FOLLOW AKUN SAYA, AKUN WP SAMA AKUN IG Yah......... di tunggu loh.

Komen yang banyak-banyak biar saya lebih semangat untuk nextnya.

Dan juga, jujur nih yah, saya kurang suka di panggil author. Udah kayak penulis bener aja. Makanya, tolong jangan panggil author ya, panggil Kak aja boleh kok.

See you next part, jangan lupa typo di koreksi.

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang