SF : 41

56.7K 3.4K 101
                                    

"MAMA HUAAAAAAAAAA. MAMANA ASA HIKSSS HIKSSS."

Pagi-pagi sekali, Asa terbangun dengan bersimpah air mata. Tangannya mengguncang bahu sang ibu yang kini menatapnya sayu.

"Sudah jangan nangis, nanti matanya bengkak loh." Dengan suara parau, Adel kembali berusaha untuk menenangkan putrinya.

"Mama banun tok hiksss."

Adel mengusap lembut pipi gembil anaknya, mengusap air mata yang sudah mengalir deras. Baru Adel akan beranjak bangun..

"Jangan bangun, sekarang kamu tidur lagi." Larangan dari sang suami yang entah dari mana dengan rantang ditangannya.

"Papa HUAAAAAAAAAA."

Asa merentangkan tangannya meminta gendong dan kembali menangis, segera Damar menyimpan bawaannya diatas nakas dan menggendong putrinya. Berusaha menenangkan Asa yang kini menangis terseduh.

"Mamana badana panas Papa." Adu Asa dengan suara lirih.

Saat bangun tadi, Asa dibuat terkejut saat merasakan suhu tubuh sang ibu yang panas saat memeluknya, ditambah dengan Adel yang saat itu tengah tidur membuat Asa menangis keras. Memang Adel sedang tidak enak badan, sejak beberapa hari lalu, Adel mulai merasa aneh dengan tubuhnya. Dia mudah sekali lemas dan napsu makan yang menurun, dan puncaknya semalam, tubuhnya tiba-tiba lemas dan terbangun dengan tubuh yang tengah demam.

"Mama sakit, Asa enggak boleh rewel nanti sakitnya Mama enggak pergi-pergi."

Bukannya tenang, Asa makin menjadi. Berkali-kali Damar menenagkannya tapi tidak berhasil, Adel tentu tidak tega melihat putri cantiknya itu menangis keras. Dengan bersusah payah, Adel bangkit dari tidurnya dan berusaha meraih tubuh sang putri.

"Mas, biar aku aja. Kasihan nangis begitu."

Tapi Damar menggeleng, dengan tegas Damar mendudukkan Asa ditempat tidur, merangkum wajah mungil putrinya itu.

"Asa dengar Papa."

Nada tegas yang sangat jarang Damar perdengarkan untuk putrinya, Adel jadi cemas sendiri.

"Mas."

"Asa, lihat Papa."

Kembali Damar mengabaikannya. Membuat Adel kini beralih menatap putrinya yang sudah berhenti menangis tapi masih terisak.

"Asa, Mama lagi sakit. Mama enggak bisa bantu Asa apa-apa sekarang, tapi Asa bisa bantu Mama. Asa mau Mama cepat sembuh ?"

"Iya, Asa mona Mama endak sakit lagi, Asa mo Mama endak tidul kana sakit lagi."

Terharu Adel dibuatnya, bukankah sudah sering dia katakan bahwa walau Asa itu sikapnya kadang membuat dia pusing, tapi di balik itu semua, Asa tipe anak yang penyayang dan pengertian.

"Kalau begitu Asa bantu Papa, kita rawat Mama sama-sama. Asa gak boleh rewel, gak boleh manja sama Mama. Sekarang Asa bantu Papa kerjakan tugas tugasnya Mama, mau ?"

Asa mengangguk kecil. "Asa endak wewel ma Mama, Asa endak maja ma Mama. Asa mo mama sebuh pat." Ujar Asa lucu.

Damar tersenyum bangga pada putrinya itu, diciumininya Asa dengan gemas. "Sekarang Asa mandinya sama Papa."

Sebelum menerima uluran tangan sang ayah, lebih dulu Asa merangkak menuju sang ibu yang duduk bersandar dengan lemah. Kemudian saat sampai didekat Adel.

CUP

Mencium sekujur wajah ibunya yang panas. "Mama pat sebuh yah. Asa endak suka lo liat Mama sakit. Asa sayang ma Mama, sayangna banak."

"Mama juga sayang Asa. Sekarang sama Papa dulu ya nak."

Mengangguk lucu, Asa mengulurkan tangan pada sang ayah minta di gendong yang langsung dituruti Damar. Kemudian ayah dan anak itu memasuki kamar mandi, membuat Adel menghela napasnya lelah. Tubuhnya benar-benar tidak bisa diajak bekerja sama, bahkan untuk membaringkan tubuhnya kembali rasanya sangat sulit.

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang