SF : 49

49.4K 3.3K 106
                                    

Hari ini adalah hari yang sudah dinanti nantikan, acara aqiqah Aska Manul Abimanyu. Acaranya digelar sederhana, tidak muluk muluk, tidak lupa keluarga besar dari Savana yang menetap di Bandung juga datang sejak beberapa hari lalu, pun keluarga Adel juga datang sejak kemarin. Bintang dari acara itu sendiri kini sudah berada dalam gendongan nyaman ibunya yang mengenakan pakaian syar'i putih.

Di pojok ruangan sendiri, sosok balita bertubuh mungil sedang asik memakan pudding melonnya.

"Asa, kak Una minta dikit."

Tentu tidak sendiri, sejak kemarin kemanapun Asa pergi maka disana juga akan ada Luna. Walau beberapa kali sempat berdebat dan bertengkar, nyatanya satu menit kemudian dua bocah itu sudah akur kembali.

Dan Asa yang mendengar permintaan sepupunya itu melirik sejenak sebelum mengambil sendok dan.

"Puding na tigal sikit, kak Una aaa."

Menyendok pudding yang sungguh demi apapun hanya ada pada ujung sendok saja, kemudian menyuapi Luna yang menganga lebar.

"Ihhhh endak kelasa." Keluh Luna, mana bisa terasa, puddingnya saja hanya secuil.

"Anti mita sana sama Mama. Asa mo pi lual dulu sana,  mo lihat adek. Kak Una sini, jaga tepat puding na, anti ilang endak kasih puding sama mama tahu lasa."

Tapi memang dasar darah ngeyel dalam keduanya yang begitu kental membuat Luna acuh dan justru berlari menuju kumpulan orang dewasa yang entah melakukan apa dengan bayi lelaki yang dilihatnya tadi.

.
.
.

Acara sudah selesai beberapa jam lulu, tamu-tamu juga sudah pulang menyisakan para anggota keluarga. Semua orang dewasa dibuat gemas dengan tingkah 3 bocah perempuan yang cantik dengan pakaian syar'i nya itu.

Asa, bocah gembil yang akan berusia 3 tahun bulan depan itu tengah asik mengelus wajah kemerahan Aska yang tidur anteng di atas kasur mini yang sengaja diletakkan ditengah ruangan. Disampingnya ada Luna yang nampak tak sabar ingin nemplok tapi masih enggan karena marah pada sang sepupu, perihal insiden puding. Juga Asel, keponakan Savana yang ikut berbaring bersama Aska.

"Ehhh Ajel wawas tannanna kena adek Sa, anti banun nanis minta susu."

Mencegah jauh lebih baik bukan? Itulah yang dilakukan Asa saat ini, karena pernah sekali Asa mengganggu Aska yang tengah tertidur dan menyebabkan bayi itu menangis tidak bisa diam, dan baru bisa diam saat disusui. Dan jika disusui, itu berarti akan sulit mengelus pipi tembem Aska.

"Iya endak. Peluk aja." Jawab Asel singkat. Bocah satu itu memang tidak cerewet dan hanya menjawab seperlunya saja.

"He eh."

"Ya Allah Del, anakmu itu kok ya bikin gemes sih nak. Jadi pengen Ibu bawa ke Batu."

Hj.Maulina terkekeh atas sikap cucunya itu. Andai saja putri dan menantunya menetap di Batu, tapi dia tidak bisa memaksa, sudah kewajiban sang putri.

"Ya jangan dong Bu Haja, neneknya disini kasihan nanti kalau di tinggal lama-lama."

"Hahahaha iya Bu besan, nenek mana yang tahan jauhan sama cucu model Asa ini. Untung di Batu ada satu yang mirip, tapi ya itu apa apa yang dipikirkan harus untung ruginya dulu." Canda Hj.Maulina yang sebagian tentu benar.

Lama mereka larut dalam perbincangan tentang cucu cucu mereka, sampai Luna dengan raut wajah kesal datang dan menatap sang nenek.

"Una endak boleh dekat sama adeknya kata Asa."

"Ehhh endak tok ya, Kak Una ini pinah-pinah. Endak boweh loh, anti masuk naka kalo pinah olang."

Belum juga menanggapi aduan Luna, si biang onar sudah datang dengan segudang sangkalannya, enggan untuk mengakui.

"Asa endak lalang-lalang. Adek Sa toh adek na Asa, ya lolang lain endak boweh pedang tok. Bamana sih."

Nah kan, sudah cerewet, tukang paksa, ngeyel pula. Sifat dasar seorang Asahila Tiara Abimanyu. 

Dan sepertinya para orang dewasa tidak ada kesempatan untuk menyela, lihat saja bibir Luna yang siap melayangkan kalimat.

"Ehh endak boleh sombong ya. Nanti adikku lahil, Asa endak. Boleh lihat." Ujar Luna seraya bersedekap, kata Mamanya sih sebentar lagi dia mau punya adik, jadi pelit sedikit tidak apa kan.

Sedangkan Asa yang mendengar hal itu sudah tersenyum lebar, jika Luna adalah kakakknya, maka adik Luna nanti juga adiknya bukan?  Membayangkannya saja sudah membuat mata bulatnya berbinar penuh bangga.

"Wooooah anti Asa ada adekna banak, woaaah."

"Ehhhh adekmu itu, adekku nanti bukan adekmu." Balas Luna dengan mimik wajah cemberut seraya menunjuk Aska yang tengah disusui.

"Itu, adek Sa uga adekna Asa. Sini, pelutna Mama ada adekna Asa juga, anti situ pelutna ante Mei adekna Asa uga. Adekna Asa banak kali."

Mendengar penuturan Asa yang seenaknya, Luna tersentak kaget. Apalagi saat Asa memegang perut sang ibu sembari mengatakan ada adiknya di sana.

"Sini ada ada adek? Sepelti di pelutnya Mama? Iya nenek? " Tanya Luna, meminta diyakinkan oleh sang nenek. Teringat ibunya yang sedang di Batu, tidak bisa ikut karena kondisi yang tidak memungkinkan.

"Iya, seperti Mamanya Luna." Jawab Hj.Maulina, tersenyum seraya mengusap kepala cucunya penuh sayang.

.
.
.


Pendek ya???  Maaf, idenya lagi mendek soalnya.

Insya Allah next part lebih panjang lagi. See you next part. Jangan lupa vote komennya.

Untuk Takdir Kah, Inysa Allah juga segera Up kok.

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang