"Ini lumahna Asa, Lumah balu loh, Om Agas lumahna mana? Tok tindal na lumahna nenek? Sudah besal ini loh, lihat Asa ini, masih nanak cecil, tapina dah punya lumah. Besal loh lumahna Asa."
Rumah baru Damar yang terletak tak jauh dari kediaman orang tuanya membuat Bagas menyelenggarakan niat baiknya, yaitu berkunjung ke rumah baru sang kakak. Berharap mendapat makanan usai acara lari paginya, tapi yang didapatinya justru aksi pamer oleh sang ponakan.
"Asa ada loh, kamal sendilina. Endak bobok na sama Mama lagi, kamalna Asa besal. Ada tepat tidulna, ada sibetna. Sibetna puk-puk loh, Ada lajangna, ada simutna, ada batal sama dulingna. Ada amali-amalina, ada baju baluna. Semana ada, kamal Om Agas ada bituna? Endak tok? Mo badi punya Asa?"
Ya Allah, Bagas rasanya ingin menguyel pipi berisi itu saking gemasnya, aksi pamer Asa benar-benar sudah tidak bisa dikalahkan lagi, sampai ranjang yang ada dikamarnya saja harus dipamerkan.
"Asa sayang, itu Om Bagasnya di suruh masuk dong nak. Kasihan loh Omnya habis olahraga."
Nah, salah satu masalahnya. Mereka masih di depan pintu, lebih tepatnya Bagas masih berdiri dengan wajah lelah habis olahraga, dan harus mendengar celotehan Asa yang pamer ini itu.
"Ayok Om Agas masuk, lihat lumah baluna Asa. Dalamna ada banyak loh, ada tepat duduk, tepat makan, ada dapulna, ada tipina, ada sopana wana cokat. Ada akuyyumna uga."
"Akuyyum paan sih Asa?"
Bagas segera meraih tubuh berisi itu untuk dia gendong. Perutnya sudah meminta makan, jika menunggu sang ponakan tentu akan lama, apalagi Asa selalu berhenti setiap kali memamerkan benda-benda di rumah barunya itu.
"Ituloh Om, akuyyum tepatna ikan lenang-lenang. Om Agas ni, endak nelti tok, Asa aja nelti."
Ya, tentu saja mengerti, orang bahasa itu Asa yang ciptakan. Ingin menimpali juga Bagas sedikit enggan, biarlah dia mengisi tenaga dulu sebelum berdebat dengan keponakan yang sudah beberapa hari ini tidak dia temui.
.
.
.Selain numpang sarapan, Bagas juga menumpang mandi sekaligus meminjam pakaian milik kakakknya. Saat ini, Bagas dan Damar tengah bersantai ria usai menyantap makanan pagi mereka, pagi yang damai lantaran si tukang rusuh bin pamer sedang mandi.
"Jadi kapan rencana lamaran resminya?" Tanya Damar pada sang adik, pasalnya sudah sejak lama Bagas memiliki niat baik terhadap pacarnya, namun sampai saat ini Damar belum mendengar keluarganya akan ke Batu untuk melamar Kania.
"Kamu seriuskan Gas? Kamu sudah datang ke orang tuanya Kania loh, jangan main-main lagi."
"Yang mau main-main siapa sih Kak, aku itu belum kerja, kalau nikah sekarang, ntar Kanianya mau makan apa? Masa iya aku ngasih makan cinta, mana kenyang."
Damar mengangkat sebelah alisnya bingung, adiknya ini teramat santai. Bahkan saat menjawab pertanyaan seriusnya tadi, Bagas terdengar main-main. Membuat Damar sedikit was-was, takut jika adiknya mengambil langkah yang salah telah melamar Kania diasaat bocah itu sendiri belum siap begini.
"Aku tahu Mas ragu sama aku, cukup percaya aja. Aku serius sama Kania, cuman tinggal nunggu aku kerja tetap aja, biar ada duit buat ngasih makan anak orang. Malu kali kalau masih minta duit ke Papa buat ngasih makan istri."
Bagas terdiam sejenak, menatap sang kakak yang juga tengah menatapnya. "Lagian aku nih mau kayak Mas sama Mas Darin, mapan, punya kerjaan tetap sebelum halalin anak orang. Ya walau nanti harus tinggal di rumah Papa sama Mama, tapi tetep aja aku mau istriku nanti belanjanya pake uangku."
Ya, Bagas memang berniat menikah muda. Bahkan sangat ingin, tapi salah satu tujuan hidupnya belum tercapai, memiliki pekerjaan dan hasil dari pekerjaannya untuk menghidupi istrinya nanti. Sama seperti kedua kakaknya yang menghidupi pasang mereka masing-masing dengan hasil keringat mereka sendiri.
Sementara Damar hanya tersenyum kecil, tidak seharusnya dia meragukan adiknya ini. Bagas sudah dewasa, cara berpikirnya juga semakin maju. Dan melihat bagaimana lelaki itu berjuang untuk mendapatkan Kania, Damar yakin bahwa Bagas tidak akan bermain-main.
"Kapan-kapan ajak Kania ke sini, Asa pasti senang kalau ketemu Kania."
Membayangkan mereka bertemu membuat Bagas tertawa kecil, Asa itu memiliki semacam obsesi pada kekasihnya. Menurut gadis kecil itu, dia ingin dan harus menjadi seperti Kania agar mendapat pasangan seperti dirinya yang selalu membelikan apa yang bocah berisi itu mau.
Baru membayangkannya saja Bagas sudah geli sendiri, apalagi saat bocah alias keponakannya itu kini berjalan kearahnya dengan berlenggok layaknya model.
"Anakmu Mas. Lagaknya kayak model tapi kelakuannya macam tarsan."
Mendengar hal itu, Damar hanya menepuk pundak adiknya. Tidak menyangkal juga saat anaknya dikatai seperti tarsan, karena memang Asa begitu. Tidak bisa diam dan selalu berisik.
"Asamitum semanya, apa kabal ni hali yang celah lanitna wana bilu, matahalina sinal endak telang. Semana okey?"
Damar tak kuasa menahan tawa gelinya akan aksi sang anak, entah apa yang Asa katakan Damar tidak terlalu mengerti, yang jelas apapun yang Asa lakukan dan katakan, semuanya sangat menarik bagi Damar.
"Eleh, bilang apaan sih Sa, enggak jelas." Dumel Bagas. Sesekali tangannya mencolek lengan Asa yang tidak tertutup apapun, karena pagi ini Asa menggunakan daster batik andalannya.
"Is janan colak-colak, bukan mulhim ini. Endak boweh, endak boweh colak pumpuan bukan mulhim, katan Pak Utas dosa, Om Agas mo dosa? Olang tok suka dosa."
Nah, mulai lagi Asa mengomel. Ditambah tangannya yang mengusap bekas colekan Bagas.
"Aku ini loh pumpuan, aku ini loh bukan mulhimna Om Agas, jadina endak boweh colak."
"Eleh, sok banget kamu Sa. Basuh bekas buang air aja belom lancar, sok-sok an bahas muhrim, mana nyebutnya salah pula. Ngomong dulu yang bener baru muhrim-muhriman." Balas Bagas dengan nada mengejek, tidak peduli pada ekspresi keponakannya yang kesal.
Asa berbalik, menatap dan merangkum wajah sang ayah dengan tangan mungilnya.
"Papa, Om Agas ini loh, Asa sihat-sihati endak denal. Malah nomel-nomel, anti dosa tok?"
"Dosa kenapa?" Kata Damar balik bertanya, ingin mendengar penjelasan anaknya lebih lanjut.
"Dosa kana nomel, lolang kan endak boweh nomel, anti palana kulang, kalau palana lolang kulang, anti masuk naka. Anti kalo Om Agasna masuk naka, di sisa anti, anti endak jadi Mama Papa sama ante Nia. Anti masuk naka bikin Asa lepot."
Penjelasan Asa benar-benar subhanallah sekali. Benar-benar penjelasan yang ajaib.
"Iya, enggak boleh ngomel, nanti dosa." kata Damar meng iyakan.
Membuat Asa besar kepala dan menatap Bagas dengan pandangan penuh keangkuhan.
"Denal Papaku bilang apa? Endak boweh nomel, ini tok nomel telus. Ini sudah makan lumahna Asa, makan masak na mama Asa, duduk di kusi baluna Asa, minum ailna Asa, tok ya nomel-nomel Asa sihati. Asa ini loh, sihati bial Om Agas endak masuk naka."
Ya Allah, entah kesalahan apa yang Bagas perbuat pada kehidupan sebelumnya sampai harus mendapat keponakan yang langka seperti Asahilla ini.
Neng Asa is back!!!! Semoga mengobati rasa rindu kalian. Maaf jarang Up, soalnya nggak ada libur menjelang hari raya. Jadi ngetiknya disela-sela jam istirahat.
Jangan lupa kasih kritiknya yah, typo harap di koreksi. Dan kalau ada masukan untuk next part, silahkan komentar. See u
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Family ✅
Rastgelemenjadi orang tua diusia muda bukanlah halangan besar bagi seorang Damar Abimanyu dan Adelia Sukri. Mereka sudah diberi sosok balita cantik bernama Asahila Tiara Abimanyu, balita berusia 2 tahun 8 bulan dengan berbagai tingkah yang kadang membuat ke...