SF *Spesial Part*

42.4K 3.4K 236
                                    

Puasa setengah hari Asa berjalan lancar, bocah itu berhasil menahan rasa laparnya hingga tengah hari dan berbuka dengan buah juga segelas susu kemudian melanjutkan kembali puasanya. Sama sekali tidak memprotes ini itu. Dan saat menjelang waktu buka puasa, Asa yang sedang berada di rumah neneknya tampak anteng duduk di sebelah sang sepupu.

Sebagai Embak yang baik, Asa menjaga Aska selagi para wanita menyiapkan makanan. Mata bulatnya sama sekali tidak lepas dari sepupunya yang sedang berguling guling tidak jelas, dengan tangan kanan yang menggenggam biskuit.

"Ante Pana bamana sih, nanakna tok ya endak di ajali puasa. Asa ini loh, masih nanak kecil tapina dah puasa."

Mengomel, sejak tiba sampai sekarang rasanya bibir Asa tidak hentinya mengomel. "Adek Sa ni, nanak wowok tok ya endak bajal puasa. Malu iyo, malu? Nanak wowok tok ya bini."

Aska yang menjadi target hanya menatap polos, sesekali menyuapi dirinya sendiri dengan biskuit dan berceloteh khas bayi. Namun, tindakan Aska selanjutnya membuat Asa melotot tidak percaya bahkan menangis. Bagaimana tidak, Asa yang sedang membuka mulut hendak melanjutkan omelannya dibuat terkejut oleh Aska yang memasukkan sisa biskuitnya kedalam mulut Asa.

"Huaaaaaaaa, Mama..... Haaaaaaaaaaaaaa."

Dan teriakan yang memekakkan telinga tidak bisa dihindarkan, Asa berteriak disusul oleh tangisan histeris. Membuat Aska juga ikut menangis karena terkejut.

.
.
.

Menyiapkan makanan untuk berbuka puasa bukanlah sesuatu yang sulit, tapi lain halnya saat sedang mengandung. Walau sudan dilarang oleh mertua juga iparnya, Adel merasa tidak enak jika hanya duduk santai.

Saat ini, ibu muda itu sedang memotong buah apel untuk putri dan suaminya. Maniak apel memang, tapi bukan sembarang Apel, baik Damar maupun Asa hanya menyukai Apel hijau yang mana rasanya tidak terlalu manis. Baru akan menyiapkan buah yang lain, Adel dibuat terkejut saat mendengar teriakan disusul tangis oleh sang putri.

"Huaaaaaaaa, Mama..... Haaaaaaaaaaaaaa."

Bukan hanya Adel, Bu Ifah juga Savana pun sama terkejutnya. Pasalnya ini tidak pernah terjadi saat bocah itu berkunjung, sekesal atau sesedih apapun Asa, tidak pernah sekalipun terdengar lengkingan menyakitkan seperti itu.

"Anakmu Del." Ujar Bu Ifah terburu meninggalkan dapur, panik benar-benar melandanya.

Adel dan Savanpun sama, secepat yang mereka bisa, kedua ibu muda itu segera ke ruang keluarga. Apalagi saat tangisan Asa kian menjadi.

Dan saat sampai di ruang keluarga, betapa terkejutnya mereka saat mendapai Asa yang memberontak dalam pangkuan Damar, juga Aska yang menangis di pelukan Darin.  Pikir mereka bahwa bocah itu sedang bertengkar, bahkan sampai pemikiran terburuk, yaitu Asa yang mungkin saja melukai adik sepupunya. Segera saja Savana menghampiri suaminya, mengambil alih sang putra untuk di tenangkan.

"Mas!"

Mendengar itu, Damar menoleh, menatap dengan pandangan yang menenangkan.

"Dam, ini kenapa?" Ifah bertanya dengan panik. Apalagi tangisan Asa dan Aska saling bersahutan.

"Huaaaaaa, nenek, adek Sa na jahat tok. Anti masuk naka dia, pasi masuk naka. Awoh malah tok, huaaaa, hiksss. Masuk naka dia."

Nahkan, makin bingung. Pikirnya Asa yang sudah dzolim, tapi ini? Seolah Aska yang sudah melakukan tindak kriminal.

"Sudah nangisnya. Ehh, nanti cantiknya hilang loh. Ayok, katanya mau jadi cewek cantik, cewek cantik gak nangis loh Sa."

Kalau yang ini ketebak, sudah pasti si Bagas. Dalam situasi apapun, menjahili Asa sama seperti tujuan hidup setelah masa depannya.

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang