SF : 22

54.3K 3.5K 62
                                    

Setelah mengeluarkan bujukan rayu ala Bagas, akhirnya Asa mau juga di ajak keluar rumah. Dan saat ini, keponakannya itu sudah cantik dan menggemaskan. Rambut Asa tentu saja kembali dikepan dua, dengan poni yang selalu membingkai indah wajah Asa.

"Om, mo pi mana ?" Asa menggenggan erat tangan Bagas saat mereka memasuki supermarket.

Bagas tentu tidak lupa dan tidak akan pernah lupa, bahwa mengajak Asa keluar harus mengeluarkan biaya. Mulut keponakannya itu tidak bisa jika tidak mengunyah sesuatu, sebenarnya bisa saja, tapi sebagai ganti, Asa akan berceloteh ini itu. Maka dari itu, Bagas mengambil jalan aman. Membeli cemilan untuk Asa.

"Mau beli cemilan." Jawab Bagas singkat, tangannya mengambil berbagai snack yang aman untuk dikonsumsi anak anak. Hanya snack rasa coklat sebenarnya, Bagas sudah di peringatkan agar tidak membelikan Asa makanan yang memiliki rasa selain coklat. Takut Asa ketagihan dan menolak memakan nasi.

"Katana mo pi yunian di kape. Om Agas boong ya ?"

"Beli cemilan dulu, tempatkan lumayan jauh, nanti kalau Asa lapar gimana ? Mau makan apa kalau Om enggak beli cemilan ?"

"Iya. Api bewi apel ya ? Satu aja kok."

Untuk mempersingkat waktu, Bagas hanya mengangguk. Setelah mengambil cemilan dan benerapa susu kotak, Bagas segera beralih pada tempat penjualan buah. Mencari buah kesukaan keponakannya, menemukan apa yang dicari, Bagas mengambil beberapa buah. Satu saja tidak cukup untuk Asa.

.
.
.

Sekitar pukul 10 pagi, Bagas tiba di tempat janjiannya dengan para teman masa SMAnya. Memang tidak semua datang, hanya sahabat Bagas. Jumlahnya 4 orang, dan dari semuanya laki-laki.

"Wah datang juga Lo, Gas. Di tungguin dari tadi juga."

Sosok lelaki dengan kulit putih dan rambut pirang langsung menyapa mereka begitu Bagas dan Asa tiba. Namanya Beno, disampingnya ada  Ilham, Ikhsan dan Fino.

Tanpa menjawab, Bagas mendudukkan Asa pada kursi kosong di dekat kaca yang menghadap langsung pada jalanan. Sepertinya Asa belum sadar sepenuhnya, dia masih fokus pada biskuit vanillanya.

"Saking gak lakunya Lo sampai pacaran sama anak kecil, Gas ? Ck, kasihan banget idup Lo." Fino terkekeh di ikuti oleh yang lain. Sagat lucu melihat Bagas yang dulunya punya pacar dimana-mana, saat ini sedang berkencang dengan anak kecil. Belum tahu juga mereka kalau yang mereka maksud itu adalah keponakan Bagas.

"Om, janan pacal pacalan. Endak boweh, katana Pak Utas pacalan itu dosa, talau dosa bisa masuk nalka."

Kini giliran Bagas yang tertawa, melihat Asa yang menimpali kalimat dari teman temannya membuat Bagas geli sendiri. Apalagi Asa yang menimpali tanpa menatap wajah-wajah cengo sahabatnya.

"Gas."

"Paan ?"

Bertanya melalui isyarat mata, Ilham mencoba untuk mengintip wajah Asa yang masih fokus pada cemilannya.

"Ini ponakan gue. Kenapa ? Cantik ? Jangan bilang lo naksir, gue tempeleng kalau itu terjadi."

Memesan makan dan minuman, Bagas menggaruk tengkuknya bingung saat harus memesan untuk keponakannya.

"Asa mau pesan apa ?"

Mendongak, Asa terlihat berpikir sejenak. Tampak lucu dengan coklat yang mengotori dagunya. "Pesan tu apa ? Asa endak nelti."

"Mau makan apa ?"

"Tue etobeli." Sudah, dan kembali fokus pada cemilan yang tinggal sedikit itu.

Merasa penasaran sekaligus gemas. Ilham akhirnya memberanikan diri untuk menyapa keponakan Bagas itu.

"Cantik namanya siapa ?"

Ilham merasa geli sendiri saat menanyakan hal itu, terdengar sangat kaku.

"Dah abis. Om Agas, inta towong buang ini ya ? Pis."

Walau dicueki, tetap saja sahabat Bagas gemas. Gadis cilik di depan mereka benar-benar menggemaskan.

Usai di tinggal Bagas untuk membuang sampah cemilannya, Asa menatap satu persatu teman Bagas dengan cengiran lucu. Inisiatif, Ihksan mengambil tisu dan membersihkan dagu Asa.

"Maacih yah Om."

"Andai ni anak udah gede, pasti gue nikahin." Gumam Ikhsan.

"Namanya siapa ?" Tanya Ikhsan, mengulang kembali pertanyaan tidak terjawab Ilham tadi.

"Namana Asahila Tala Abiniyu. Pandilanna Asa, Asa ni nanakna Papa Damal sama Mama Adel. Om om ni namana sapa ? Apana om Agas ? Tenapa bacalana tadi bilangna Wo Due Wo Due ? Wo Due itu apa ?"

"Makanya  ngomong itu di jaga." Ejek Bagas yang baru kembali dengan membawa susu kotak yang dia tinggalkan tadi mobil.

"Bukan apa-apa. Asa rumahnya di mana ?" Kini Fino yang bertanya, jarang jarang dia menemukan anak yang tidak penakut pada orang Asing seperti Asa.

"Asa lumahna di kopeks. Om bewon jawab jawab tanyana Asa tadi. Namana sapa ?"

"Nama Om itu Fino. Laki laki paling ganteng di dunia ini. Yang pakai baju merah itu namanya Om Ikhsan, kalau yang pakai anting itu namamya Om Ilham, terus yang rambutnya putih itu namanya Om Beno." Jawan Fino lengkap. Tidak memberi kesempatan sedikitpun pada teman temannya untuk menjawab.

"Mati Lo pada." Gumam Bagas puas. Dari raut wajah Asa saja sudah terlihat jelas bahwa akan ada sesi kritik. Dan apa yang dipikirkan oleh Bagas benar-benar terjadi.

"Om Pino ni endak danteng, yang danteng itu Papa na Asa. Ini tenapa Om Am peke ating selti pempuan ? Itu uga tenapa lambutna Om Beno putih ? Om sudah tua ? Tenapa endak beles beles muana ? Tenapa Om San aja endak ada aneh aneh na ?"

Sangat JLEB sekali. Asa memang paling bisa kalau sudah mengomentari sesuatu yang menurutnya aneh.




Maaf karena kemarin enggak sempat Up sesuai janji, soalnya kemarin WP saya sedikit terganggu. Semoga suka dengan part ini yah.

Jangan lupa komennya, kalau ada typo juga di koreksi

See yuu

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang