SF : 33

52.5K 3.2K 87
                                    

Jika ada yang di hindari Adel dalam ajang bersih bersih rumah, maka itu adalah sang putri, Asahila Tiara Abimanyu. Gadis mungil yang akan berumur 3 tahun dalam 2 bulan itu benar-benar menguji kesabarannya.

Bagaimana tidak, Asa yang menolak ke sekolah dengan dalih ingin membantunya beberes rumah justru membuat rumah berantakan. Ruang tamu yang tadi sudah di rapikan oleh Adel kembali kotor karena sesuatu berwarna putih. Entah apa itu, yang jelas itu bukan bedak, karena sudah Adel pastikan bedak bayi Asa sudah habis tidak tersisa pagi tadi.

Tapi bubuk putih apa itu, karena bubuk yang sama juga ada pada pakaian putrinya.

"Asa ini apa ?"

Asa yang sedang membersihkan meja dengan kemoceng berbalik menatap sang ibu sesaat, sebelum fokus dengan apa yang di kerjakannya. "Bedakna abis, bedak pipina Asa juga abis. Asa pi kamal cali bedak endak ada, jadina Asa pi dapul. Abil bedak."

"Di dapur enggak ada bedak." Sungguh Adel penasaran dengan ulah nakal Asa kali ini.

"Ada tok. Mama pakai bedakna bat kue bonis sama capul sama bat pekedel."

Mendengar jawaban sang putri yang dilontarkan dengan santai membuat Adel menahan napas dalam, tangan kanan Ibu muda itu mengelus dadanya perlahan. Berharap kekesalannya tidak memuncak yang bisa jadi membuatnya berteriak. Karena nyatanya, pagi ini Asa benar-benar menguji kesabarannya.

"Itu terigu nak. Bukan bedak, Ya Allah, anaknya siapa kamu nak, nakal begini kok."

Adel segera meraih tubuh Asa, berniat membersihkan tubuh gadis kecilnya itu. Dan sepertinya Asa harus keramas, mengingat dari ujung rambut sampai ujung kakinya dipenuhi dengan tepung terigu. Ingatkan Adel untuk meminta Damar agar membeli bedak sepulang kerja nanti. Jika begini terus, yang ada tepung berasnga juga akan habis karena Asa negebet ingin memakai bedak.

"Mama lepas na, Asa lom sesai besih besih tok."

Tentu saja Asa meronta, anak gadisnya Pak Damar itu merasa kegiatan bersih-bersihnya belum selesai, tapi dengan seenaknya sang ibu malah membawanya menuju kamar.

"Bersih-bersihnya nanti. Sekarang Mama mau bersihin Asa dulu. Kamu kapan sih nak sadarnya, sikpamu ituloh kok begini sekali, buat Mama pusing bisanya."

"Ya talo pusing minum obat tok, Mama ni bamana. Pusing tok bilangna ma Asa."

Jika tidak ingat dia melahirkan Asa dengan bertaruh nyawa, maka sudah pasti Adel meninggalkan Asa di Batu.

.
.
.

"Ya ampun Asa."

Siang itu, pekikan Adel kembali terdengar. Buat ulah lagi si Asa itu. Kali ini ulah apa yang dia lakukan sampai sang ibu berdiri garang dengan bersedekap dada ?

"Itu pup kucing nak, bukan mainan. Buang sekarang, terus Asa cuci tangan pakai sabun, biar bersih."

Ya, anak kesayangan Pak Damar itu, entah bagaimana menemukan kotoran kucing yang masih sedikit basah. Menyimpan kotoran itu pada piring plastik mainannya kemudian diberi hiasan.

"Asa bat tue kok. Mama ni dandu bisana."

Malah balik mengomel, Adel benar-benar dibuat pusing dengan ulah anaknya ini. Modelnya begini sekali, padahal sewaktu membuat Asa, baik dirinya ataupun sang suami tidak aneh-aneh. Tapi kok hasilnya malah begini.

"Buat kuenya kan bisa dari yang lain. Itu kotor nak, pupnya kucing."

Tapi bukan Asa namanya jika tidak ngotot dan ngeyel. "Ya sukana Asa tok. Mama masuk, masak tus antal pi kantolna Papa."

Asa menjawabnya tanpa menatap Adel sama sekali. Bibirnya menyandungkan lagu anak-anak yang sudah di hapalanya. Dan Adel, jika saja bisa, maka dia sangat ingin memasukkan Asa kembali kedalam perutnya. Atau paling tidak mengurung Asa di kamar agar tidak membuat ulah yang lebih memusingkan kepalanya nanti.

Tapi sayangnya tidak bisa, Asa itu sangat menggemaskan, walau sikap menggemaskan itu harus dibarengi dengan sikap menyebalkan.

"Mau ikut ke kantor Papa ?"

Dan sepertinya Adel tidak punya pilihan lain, selain mengikuti apa yang sang suami lakukan kala Asa tidak mau menurut.

"Masuk kedalam, cuci tangan yang bersih. Terus jangan main kotoran kucing lagi. Kalau Asa gak nurut, Mama tinggalin Asa sendiri di rumah, biar Mama ke kantor Papa gak ajak Asa."

Mengancam Asa. Lagi pula, Adel sudah tidak tahu harus menggunakan kalimat jenis apa untuk menghentikan aksi Asa yang sedang memasak kotoran kucing itu. Masih untung kotorannya setengah kering, kalau kotorannya masih baru ? Huuft, Adel tidak bisa membayangkannya.

"Janan tindal Asa tok, anti Papa cali Asa. Mama jawabna bamana ?" Masih ngeyel ternyata. Tapi bukan Adel jika tidak bisa mematahkan aksi masak masakan anaknya.

"Ya Mama kasih tahu Papa, kalau Asa nakal. Enggak nurut sama Mama, main kotoran kucing padahal Mama sudah larang. Terus main-main sama tepung terigunya Mama, nanti Papa pasti marahi Asa."

Satu dalam benak Asa. Sang Papa tidak suka jika dia nakal, walau masih sering nakal sih.

"Papa endak malah tok Asa nakal."

"Iya, tapi Papa juga enggak suka kalau Asa mainin pup kucing. Kotor, bau. Anaknya Papa sama Mama kan harum, tidak bau. Jadi kalau Asa bau, Asa anaknya siapa ?"

"Asa nanakna Mama sama Papa tok. Asa mo pi cuci tananna Asa, bal halum. Asa endak mo main pupna tucing lagi."

Secepat kalimat itu meluncur dari bibir mungilnya, secepat itu juga Asa berlari kedalam untuk mencuci tangan. Sedangkan Adel segera membereskan mainan sang anak, piring kecil yang berisi kotoran kucing sengaja Adel pisahkan sebelum nanti dia cuci.

Helaan napas lelah terdengar jelas, dari hari ke hari, ulahnya Asa selalu saja ada. Benar-benar membuat kepalanya pusing.

"Satu anak aja udah pusingnya begini. Gimana kalau nambah lagi."

Tentu, Adel belum berpikir untuk memberi Asa adik dalam waktu dekat ini. Tapi diluar dari kenakalan Asa yang masih bisa dia atasi, Adel masih bersyukur. Setidaknya Asa tidak senakal Luna sang ponakan. Yang menurut kabar dari kakak iparnya, bahwa kemarin Luna sengaja meninggalkan anak kucing peliharaan sang nenek karena tidak sengaja memakan ayam gorengnya.

Dalam hati Adel berdoa, agar kucing malang itu segera di temukan.

"Sabar Del, Luna sama Asa itu satu spesis, wajar kalau nakal." Gumam Adel pada dirinya sendiri.

Baru sejenak Adel bernapas lega usai merapikan mainan Asa. Teriakan putrinya kembali bergema. Entah apa lagi ulahnya di dalam sana.

"KENAPA ?" Tanya Adel balas berteriak.

"ASA MO MANDI MAMA. BIAL HALUM PI KANTOLNA PAPA, INTA TOLONG MANDI ASA MAMA."

Ya Allah, dalam setengah hari ini. Adel sudah memandikan Asa sebanyak tiga kali. Catat itu, tiga kali.

"MANDINYA NANTI SORE."

"MO NA KALANG TOK. ASA DAH BUKA BAJUNA INI MAMA. LAMBUTNA ASA DAH SILAM UGA TOK."

Mendengar itu, tentu saja Adel terburu buru masuk kedalam. Langkahnya tepat menuju kamar mandi dan.... TARAAAAAAA.

Asa sudah berada di dalam baskon berukuran sedang yang entah di dapatnya dari mana. Air melumer juga busa sabun yang banyak.

"Ya Allah, anaknya siapa ini."

















🍀🍀🍀

Neng Asa balik lagi. Buat ulah lagi dia.

Suka ??? Jangan lupa komen yah. Kalau ada typo juga harap di koreksi..see you next partttt

Byee

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang