SF : 18

61.9K 3.5K 43
                                    

"ASAMIKUM PAPA."

Asa berteriak begitu pintu ruang kerja Damar berhasil di buka oleh sang Ibu. Selain berteriak, Asa tentu berlari kedalam ruangan. Kacamata yang digunakannya dilepas seketika saat mendapati ayahnya yang tersenyum.

"Jangan teriak." Adel yang mengikuti dari belakang seraya menutup pintu menegur pelan.

Namun Asa abai, lebih memilih menghampiri sang ayah yang tengah merentangkan tangannya lebar lebar. Bersiap memeluk tubuh mungil balita cerewetnya.

"Asa lindu Papa. Papa napa endak jeput Asa ?" Bertanya seraya memeluk erat leher Damar, Adel tahu bahwa saat ini dia mulai dilupakan oleh sang anak. Maka dari itu Adel segera menghampiri suaminya untuk salim sebelum memilih duduk nyaman di sofa, lelah setelah menemani Asa.

"Kan Papa kerja. Asa gimana disekolah ? Enggak nakal kan ?" Tanya Damar. Menghampiri sang istri yang kini tengah bersantai, melupakan sejenak pekerjaannya.

Asa menggeleng yakin, dia merasa tidak melakukan kenakalan apapun hari ini dihari pertamanya sekolah.

"Terus itu temannya nangis karena siapa ?"

Teringat kejadian tadi, Adel dibuat geleng geleng kepala. Bisa-bisanya Asa membuat anak lelaki menangis.

"Cenen itu. Asa nanyi nanyi eh nanakna nanis. Asa taget Papa, nanak tu nanis. Nanak wowok nanis, Asa nanak wewek endak nanis."

Mengelak tentu saja, karena Asa sama sekali tidak merasa membuat anak lelaki teman sekelasnya menangis. Damar tahu, bertanya pada Asa dia akan menemui jalan buntu. Makanya Damar lebih memilih menatap istrinya meminta penjelasan.

"Aku sih enggak tahu jelasnya Mas. Tiba-tiba aja tadi aku dengar suara anak nangis di kelas Asa. Makanya aku ke sana, takut dia yang nangis. Eh anak laki-laki itu nunjuk Asa, katanya Asa ngejek dia."

Bingung tentu saja. Asa tidak pernah membuat anak anak seusianya menangis, apalagi mengejek.

"Asa endak ejek Mama. Namana wowok tu Lanit, Lanit wanana bilu, tadang medung tulun ujan. Asa nanis titik buni ujan, Lanitna nanis, Asa endak tahu napa."

Penjelasan dari sang putri membuat Damar mengangguk singkat.  Anggukan yang membuat Adel memejamkan mata, berusaha meredam kekesalannya. Berharap Allah memberinya kesabaran ekstra menghadapi dua orang yang gemar sekali membuat kepalanya pusing.

"Mama ngajak makan malam. Aku kerjanya cuman sampai jam makan siang, setelah itu kita pulang."

"Langsung ke rumah Mama ?" Tanya Adel, raut kaget tidak bisa dia sembunyikan. Pasalnya ini mendadak sekali. Apalagi saat mendapati anggukan dari Damar.

"Ya udah. Nanti mampir ke toko kue Bu Lia dulu ya Mas. Gak enak kalau gak bawa apa-apa kerumah Mama."

"Kata Mama gak perlu." Singkat dan membuat Adel gemas. Suaminya sama sekali tidak menatapnya saat berbicara, yang ada suaminya itu menciumi seluruh wajah putri mereka. Seperti tidak bertemu bertahun tahun saja.

.
.
.

"Mama pelutna Ante Pana ada nanakna ?"

Asa bertanya penasaran, usai pulang dari rumah kakek neneknya. Tadi saat di sana, Asa dibuat bingung dengan Tante Savana juga Om Darin yang berbicara pada perut bulat Tante Savana yang besar. Saat Asa bertanya, mereka hanya bilang bahwa di dalam sana ada adik bayi. Ingin bertanya lebih jauh, Asa urung karena makan malam sudah siap.

Dan saat ini, balita cerewet itu sedang meminum susu dari botol dengan posisi yang duduk meleseh di depan TV yang sedang menanyangkan kartun si kembar botak dari negeri Malaysia. Bersama dengan orang tuanya.

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang