Turun dari mobil, Asa menggeret koper kecilnya dengan susah payah, bocah itu sudah seperti akan menginap dua malam saja dengan koper mininya, belum lagi tas ransel yang membuat tubuh berisinya nampak kepayahan membawa semua barang-barangnya. Juga jangan lupakan mulut yang tidak berhenti mengomel lantaran barang-barangnya yang menyusahkan.
"Iniloh balang-balangna banak kali, susah tok Asa bawa na."
Damar yang berjalan di belakang sang anak hanya tertawa kecil sembari menuntun istrinya dengan pelan. Sedikit gemas juga sebenarnya, pasalnya sebelum berangkat dia sudah mewanti-wanti agar sang putri membawa barang seperlunya saja, tidak perlu sampai membawa banyaj barang yang dia sendiri tidak tahu apa.
"Mas bantu anaknya sana, gak gemes kamu dengar dia ngomel kayak ibu kompelks? "
Menjawab pertanyaan sang istri, Damar hanya menggeleng. Apa yang dilihatnya saat ini merupakan hiburan tersendiri.
"Mas..."
"Udah biarin aja, Asa sudah besar loh, sebentar lagi jadi kakak. Biarin belajar mandiri, kalau kesusahan juga pasti minta tolong, kita jangan inisiatif bantu, nanti anaknya jadi manja. Kamu mau?"
Dengan cepat, Adel segera menggeleng. Membiasakan anaknya bersifat manja juga tidak baik, nanti dia juga yang direpotkan.
"Papa, kopelna endak mo naik tangga ini. Tok ya jadi kopel nakal bini sih? Anti Asa ganti, tau lasa kamu loh."
Baik Damar maupun Adel tidak bisa menahan tawa mereka kala mendengar omelan Asa. Benar-benar tukang omel sejati, benda mati saja di omeli.
"Mau Papa bantu?"
Dengan wajah kesal, Asa mengangguk sembari bersedekap dada.
"Papa tolong kopelna bal naik sini, Asa endak bisa."
Menurut, dengan mudah Damar membawa koper mini Asa dengan satu tangan. Membuat koper itu mendarat dengan indah di teras rumah. Suasana rumah orang tuanya cukup sepi, mungkin semuanya berada di halaman belakang, tempat dimana biasanya keluarga besarnya bersantai.
"Makasih Papa, tolong agi, buka pintu na."
Semakin bertambahnya usia, pelafalan Asa sudah semakin jelas, meski masih ada beberapa kata yang terkadang tidak dia mengerti. Saat akan masuk kedalam rumah, Adel menegur sang putri lantaran lupa mengucap salam.
"Ini nih, salah kopelna, belat kali, kan Asa jadina lupa salam. Anti Asa dosa bamana?"
"Anakmu loh Mas, koper segala diomelin."
Damar tertawa geli, kenapa anaknya ini menggemaskan begini. "Orang buatnya sama kamu."
.
.
."Asamikum, Asa nanakna Papa Damal sama Mama Adel dah datang."
Keluarga Abimanyu yang sedang bersantai di ruang keluarga tertawa senang saat mendengar suara itu, menunggu sedikit lebih lama sebelum sosok mungil nan berisi memasuki ruangan dengan senyum lebar, memperlihatkan gigi rapinya.
"Loh loh loh, semana kupul-kupul sini tok ya endak pandil Asa. Mo culang ini ya, eleh eleh."
Bagas meletakkan hpnya, menghampiri sang ponakan yang masih tersenyum lebar.
"Gaya bicaramu kok kayak emak-emak sih Sa? Umurmu masih muda loh."
Segera saja senyum di bibir Asa lenyap. Digantikan dengan wajah cemberut, dan saat menyadari kedatangan orang tuanya, Bagas mulai merasakan energi negatif.
"Papa, Om Agas iniloh, bilangna Asa selti mamak-mamak. Asa kan nanak kecil, bukan mamak-mamak. Om Agas ini seltina mo belikan cacamata bal bisa liat Asa jelas-jelas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Family ✅
Aléatoiremenjadi orang tua diusia muda bukanlah halangan besar bagi seorang Damar Abimanyu dan Adelia Sukri. Mereka sudah diberi sosok balita cantik bernama Asahila Tiara Abimanyu, balita berusia 2 tahun 8 bulan dengan berbagai tingkah yang kadang membuat ke...