Hari sudah menjelang sore. Kedua bocah itu tentu masih berada di perkebunan, keduanya tengah duduk bersimpuh di depan jejeran buah stoberi yang beberapa diantaranya sudah siap panen.
Dengan gemas, Luna memetik buah yang menurutnya paling besar, mencium lekat dan memakannya dengan nikmat. Serasa di dunia hanya ada dirinya saja. Mengabaikan sepupu nakalnya yang entah sedang melakukan apa.
"Ini boweh makan ? Iya boweh, Asa makan saja endak papa tok." Gumam Asa yang bertanya dan menjawabnya sendiri. Dan buah yang diambilnya ? Buah yang masih berwana hijau itu.
Baru Asa akan memasukkan buah tersebut kedalam mulutnya, sebuah tangan menghentikannya. Dilihatnya, Luna sudah berdiri garang menatapnya.
"Ini buahnya belum matang Asa. Kenapa petik petik ?" Bak seorang Ibu yang memarahi anaknya, Luna berdiri bersedekap dada. Membiarkan Asa mendongak menatapnya bingung.
"Buahna mo Asa makan tok, kenapa malah malah Kak Una ini."
Merebut paksa buah stroberi itu, Luna menghela napas. Kemudian menatap Asa kesal. "Ini belum matang adek, kamu petik petik ini, anti Papaku lugi. Adek tahu lugi ? Kalau Papa lugi, anti Kak Una mo makan belina bamana ? Anti mo sekolah bawa uangna bamana ?"
Demi apa anak umur 4 tahun kurang 7 bulan mengerti kata rugi ? Itu hanya Allah yang tahu bagaimana dan kenapa Luna bisa mengetahui kata itu. Lagi pula sebuah stroberi muda yang tandas tidak cukup untuk membuat Fandy merugi. Luna saja yang drama queen, persis seperti sang sepupu.
Asa yang tidak terima karena disalahkan mulai bangkit dari duduk nyamannya. Menatap Luna santai khas anak kecil. "Ya kalo endak ada uangna, Kak Una pi keja. Malin Asa ikut Papa keja, Asa dapat uang beli samay."
Ya, kemarin saat ikut Damar ke kantor, Asa memang diberi uang rp.5.000. Uangnya tentu langsung dibelikan siomay kemudian dibagi untuk adik bayi yang berada diperut Savana.
"Kak Una endak mo tahu, pokoknya Asa endak boleh nakal lagi. Janan buat kepalana kak Una pusing. Nelti edak."
"Iya. Neti kok. Malah malah telus, anti cepat tua."
Tentu saja kalimat terakhir itu tidak di dengar oleh Luna yang beranjak entah kemana. Kalau bocah itu dengar, sudah bisa dipastikan mereka akan berdebat panjang.
Baru beberapa menit ketenangan berlalu, suara teriakan Luna kembali terdengar. Kali ini karena apa ? Tentu saja bocah milik Bapak Damar yang kembali berulah.
"ASA NI NEYEL YA. DIBILANG ENDAK BOLEH NAKAL."
Usai teriakan itu terdengar, hanya ada deru napas Luna yang tak beraturan karena lelah berlarian menghampiri Asa yang kini berusaha untuk memanjat pohon apel.
"Sapa nakal ? Asa endak nakal tok."
"Kenapa panjat pohon ? Anti jatuh bamana ?"
Menggaruk kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal, Luna mejadi penghalang antara Asa dan pohon apel. Merentangkan tangannya agar Asa tidak bisa menjangkau pohon dibelakangnya.
"Talo jatu itu jatuna bawah tok. Butan jatuh atas."
Memang benar, dan selalu punya alasan untuk ngeles. Itulah Asa, tapi bukan Luna namanya kalau anak itu kalah berdebat.
"Kalo jatuh sapa olang lepot ? Kak Una itu yang lepot. Kenapa Asa ini neyel, Papa bilang Asa kudu nulut kok sama Kak Una, tapina Kak Una bilang Asa endak nulut."
Sudah mulai marah anaknya Bapak Fandy.
"Kamu mo dosa ? Olang dosa kalau endak nulut."
"Asa nulut ini."
Bukannya membuat Luna tenang, Asa justru membuat Luna makin kesal. Dengan apa ? Menarik ranting pohon apel.
"BILANGNA JANGAN. NANTI PAPAKU LUGI."
Teriakan cemprengnya kembali terdengar. Membuat Fandy bergegas menghampiri kedua bacoh itu. Luna yang melihat sang ayah mendekat, kontan langsung memeluk erat kaki Fandy. Seakan tidak mau kalah, Asa juga ikut memeluk kaki kanan Fandy.
"He, jangan peluk. Ini Papaku." Larang Luna.
"Papana Kak Una itu Omku tok. Jadi endak papa kalo peluk."
Merasa tidak terima, Luna melepas pelukannya kasar. Beralih menarik kunciran rambut Asa, membuat kepala Asa ikut tertarik kesamping.
"Ehh, Luna lepas nak. Kasihan adeknya." Fandy segera menengahi, berusaha sekuat mungkin untuk melepas cekalan tangan Luna pada rambut Asa. Karena dipikirannya kini, Asa pasti akan menangis histeris, dan Fandy, walau sudah memiliki anak, tetap saja tidak begitu mahir menenangkan sang anak dari tangisan.
Tapi dugaan hanya tinggal dugaan, karena yang terjadi selanjutnya justru membuat Fandy terdiam.
"JANGAN GIGIT."
Ya, Asa meraih sebelah tangan Luna yang bebas, kemudian mengigitnya sekuat tenaga. Menyisakan teriakan kesal dari Luna.
Fandy benar-benar bisa gila. Menjaga Luna memang mudah, begitu pula dengan Asa. Tapi saat kedua harus bertahan dalam waktu yang lama ? Ya, seperti inilah yang terjadi. Berawal dengan indah dan berakhir dramastis.
.
.
."Tadikan Papa, di sana Asa makan banya apel. Apelna enak."
Usai makan malam, Asa kini berada dikamar lama sang Ibu. Tentu bersama sang ayah juga Ibunya, menceritkan pengalaman serunya saat diperkebunan.
"Terus kenapa waktu pulang rambutnya berantakan. Musuh musuhan lagi sama Kak Luna ?"
Sore tadi, saat pulang dari perkebunan, Adel mendapati rambut anaknya yang berantakan, lengkap dengan bibir yang dimonyongkan saat bertatapan dengan Luna.
Tanpa menatap sang Ibu, Asa mulai bercerita.
"Kak Una lalang Asa makan esobeli. Katana esobelina belum masak, kalo Asa abil anti Om Andy lugi. Kak Una endak ada uang beli makan sama bawa pi kolah. Asa suluh kak Una keja, Asa keja sama Papa dapat uang beli samay."
Sepertinya Adel dan Damar mulai mengerti. Luna itu selalu menilai sesuatu harus sempurna. Termasuk dalam hal makanan, pantas saja kalau keponakannya kesal saat Asa memetik buah yang belum matang.
"Kata Kak Luna, Asa gigit tangannya ya ? Kok bisa, kan itu enggak baik nak. Sama sepupu kok enggak ada akur-akurnya." Dumel Adel. Masih tidak menemukan alasan dibalik percekcokan keduanya.
"Kak Unana nakal tok. Talik lambutna Asa sampe palana Asa miling. Asa endak lima Mama, Asa abil tananna kakak Una telus Asa gigit. Sapa suluh nakal. Asa panjat pohon kok endak boweh, Kak Una lalang lalang. Asa malah tok, Asa pewuk Om Andy. Kak Una lalang, talik lambutna Asa, Asa gigit tannana Kak Una."
Meski penjelasan Asa belum sempurna, Damar dan Adel tentu paham. Hanya saja masih tidak habis pikir, kenapa Luna dan Asa susah sekali untuk akur walau hanya sehari saja.
🍀🍀🍀🍀🍀
Back again. Seharian ini, Luna sama Asa. Agak rusuh sih, tapi mo gimana lagi kan.
Di sini saya juga mau membahas tentang cerita TAKDIR KAH ? Sebenarnya cerita itu sudah saya tulis beberapa part. Tapi saya enggak up dulu karena rencananya saya akan Up begitu semua part selesai. Saya harap diantara kalian tetap mau menunggu.
Semoga suka. Janga lupa komen dan koreksi typonya.
See you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Family ✅
Randommenjadi orang tua diusia muda bukanlah halangan besar bagi seorang Damar Abimanyu dan Adelia Sukri. Mereka sudah diberi sosok balita cantik bernama Asahila Tiara Abimanyu, balita berusia 2 tahun 8 bulan dengan berbagai tingkah yang kadang membuat ke...