SF : 39

49.4K 3.3K 123
                                    

"Maaf ya Kak. Rian sama sekali gak ada maksud buat cuek sama Asa. Cuman yah sikonnya gak tepat aja, kakak tahu sendiri Mutari lagi sakit, mbak Farah juga sibuk bantu-bantu di rumah dan minta Rian jagain Tari. Jadinya ya gitu."

Siang itu, Rian berniat untuk mendatangi kamar kakakknya langsung dan meminta maaf. Tapi berhubung kakakknya berada di ruang keluarga dengan yang lain, dia segera mengutarakan permintaan maafnya. Rian sebenarnya tidak bermaksud untuk mengabaikan keponakan terkecilnya, hanya saja perlu dja beritahu bahwa semua keponakan perempuannya memiliki sifat yang sama saat sakit, yaitu manja.

Karena terlalu memperhatikan Tari, Rian jadi lupa bahwa sosok keponakan gembilnya tengah memperhatikannya dengan pandangan cemburu.

"Ya harusnya kamu endak boleh begitu Rian. Anak kecil itu sensitif, apalagi Asa jarang ketemu kamu, pas ketemu kamu dia wajar kalau mau dimanjain sama Omnya, tapi kamu ituloh, kurang peka."

Riang hanya bisa menghela napas mendengar omelan ibunya, sejak dia pulang tadi sampai siang ini, Ibunya selalu mengomelinya lebih tepatnya sih menyayangkan sifatnya itu. Padahal dia sama sekali tidak berniat seperti itu.

"Bu, sudah. Rian kan sudah minta maaf."

"Ya endak Pak. Tuh, cucumu sampai ngotot minta pulang, terus tadi juga muntah."

Semua yang berada di ruang keluarga dibuat terkejut dengan perkataan Hj.Maulina itu, tidak menyangka bahwa Asa sampai seperti itu.

"Bener Del, Asa gak sampai demam kan ? Biasanya anak-anak kalau sudah nangis juga muntah, langsung demam loh."

"Ya mudah mudahan aja enggak Kak." Adel tersenyum tipis, memang biasanya seperti itu. Tapi saat menemani Asa tidur tadi, anaknya sama sekali tidak menunjukkan tanda tanda demam, dan mudah mudahan saja benar-benar tidak.

"Kamu nih Rian. Sudah, kamu ke kamarnya Adel, minta maaf langsung sama si Asa. Sudah tahu keponakanmu itu ngambekan."

Farah langsung melempari adik bungsunya dengan bantal sofa, membuat Rian menghela napasnya lelah. Entah bagaimana dia membujuk Asa nanti.

Luna yang duduk di pangkuan Farah merasa kasihan melihat Om kesayangannya itu. "Asa kalau ambek, Una kasih apel. Asa suka apel, jadinya Una kasih apel. Om Lian kasih apel banyak, nanti Asa endak ambek lagi."

Usai menyuarakan pendapatnya, Luna bergegas ke dapur, dengan susah payah mengambil apel yang berada di atas meja makan dan menghampiri Rian.

"Una kasih apel. Om Lian jangan makan, kasih sama adek Asa, bilangnya apelna dali Luna. Telus, Om Lian minta maap kana endak tolong Asa watu kepalana jodot pintu. Asa malah itu watu Om Lian endak tolong, kesal itu Asa. Sana cepat minta maap. Kesal iniloh Una kalau Asa nya kesal."

"Tuh, anaknya Mbak aja lebih peka dan pengertian dari kamu. Inget umur Rian. Jadi laki-laki kok ya enggak ada peka pekanya."

Mei tersenyum mengejek pada Rian, tidak lupa mencium gemas wajah Luna yang menggemaskan itu. Bukan hanya Mei yang memasang tampang mengejek. Melainkan semua orang dewasa yang berada di sana tersenyum mengejek ke arahnya.

Dari pada mendengar ejekan lainnya, Rian memantapkan langkahnya menuju kamar sang kakak. Berharap dia mendapat maaf dari keponakan kecilnya, karena sungguh Rian tidak bermaksud seperti itu.

Saat memasuki kamar, Rian mendapati Asa yang digendong oleh Damar.

"Mas." Cicit Rian. Takut juga sebenarnya, Asa itu anak kesayangan sang kakak dan iparnya.

"Rian mau minta maaf, udah.."

"Gak apa, namanya anak kecil."

Damar menimpali dengan santai. Dia juga tahu bahwa adik iparnya tidak bermaksud seperti itu. Tapi lain dia, lain pula sang putri yang langsung cemberut mendapati Rian di dalam zona nyamannya.

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang