SF : 51

56.1K 3.4K 170
                                    

Menjelang sore, kediaman Pak Jamal Abimanyu sudah tampak legang, semua tamu sudah pulang sejak beberapa menit lalu.  Begitupun orang tua Adel yang sudah bertolak ke Batu lantaran sang cucu yang merengek ingin bertemu ibunya. Walau Adel masih merasa rindu, tapi dia tahu bahwa kakak iparnya di Batu juga sangat membutuhkan sang ibu, mengingat kata ibunya tadi pagi yang mengatakan bahwa kehamilan Mai kali ini lebih berat dari sebelumnya, masih untung Luna tidak bawel dan menurut, jadi tidak terlalu sulit.

"Mama, ayok tulun bawah. Ada diah banak-banak puna Asa bawah."

Lamunan Adel terhenti begitu suara cempreng yang khas terdengar. Bocahnya yang hari ini genap berusia 3 tahun sudah berdiri merengek dihadapannya dengan wajah yang seperti pernah nyempulung di wadah berisi tepung terigu. Bedak dimana-mana, sampai wajah Asa terlihat sangat putih, pipi kemerahan putrinya bahkan tidak terlihat dari jarak sedekat ini.

"Ya Allah, nak. Ini kok bedaknya tebal begini sih. Kan Mama bilang, kalau pakai bedak itu jangan banyak, kalau habis gimana? Bulan ini udah dua kali loh beli bedak."

Bukannya pelit atau apa, tapi cara Asa memakai bedak sungguh sebuah pemborosan. Dari wajah sampai ujung kakinya penuh dengan bedak, dan Adel yakin, tempat yang menjadi saksi perbuatan anaknya pasti sudah penuh dengan bubuk putih beraroma harum itu.

"Isss, Mama pindah ini tananna. Janan apus bedak na, anti endak cantik agi. Mamangna Mama mo tok puna nanak endak cantik? " Tanya Asa kesal lantaran sang ibu yang mengusap pipi bakpaonya yang amat putih itu.

"Kan Mama, kan tok Papa keja. Keja di setolan sama kantol, Papa puna duit banak, anti talo bedak na abis, minta duit nun sama Papa tus beli bedak di sumaket sana."

Ini lagi, ada-ada saja kalimat yang digunakannya. Lagi pula mana mau pegawai supermarket menukar bedaknya dengan duit lima ribuan selembar.

"Iya, tapi kalau beli bedak enggak boleh beli siomay goreng." Ujar Adel, menggandeng Asa menuju ruang tamu. Suara gelak tawa terdengar jelas dari posisinya saat ini.

"Beli bedak na sama duit nun na Pap, beli samay doleng na sama duit nun na Mama. Iya tok? Ojo pelit-pelit Mama, anti endak dapat pala sama Awoh."

Seringnya sang mertua mengajak Asa ikut kajian agama benar-benar berdampak positif dalam hidup anak itu, apa-apa dihibungkan dengan Allah. Tapi tetap saja, keuntungan sepihak. Seolah tidak ingin disangkal bahwa seorang Asahila Tiara Abimanyu adalah sepupu Aluna Pramadya Sukri.

Dan daripada mendengar segudang celotehan Asa lainnya, Adel lebih memilih diam juga mengusap pelan perutnya. Berdoa dalam hati agar kelak anak keduanya tidak secerewet Asa, bisa pusing dia kalau menghadapi dua Asa.

"Mama."

Langkah Adel terhenti lantaran si cerewet juga berhenti mendadak. Menatap Asa penuh tanya, tapi selanjutnya Adel justru ingin menguyel wajah imut anaknya itu.

"Asa capek momong. Haus ini, mo minum tapina mo buka diah na dulu. Asa lus apa Mama? "

.

Acara buka kado kali ini jauh lebih meriah dari sebelumnya, mungkin karena tahun lalu Asa belum tahu apa itu hadiah, lain dengan sekarang, dia amat senang ketika mendapat hadiah. Apalagi jika bungkusan kadonya besar, sudah berteriak girang anak itu.

"Woaah. Asa dapat bhoneka besar, cantik lagi." Savana tak hentinya memuji setiap hadiah yang terbebas dari bungkusan, senyum tulusnya terbit saat mendapati wajah bahagia sang ponakan.

"Iya. Bokana besal, antik. Ante ini boka apa? "

"Itu bhoneka Panda. Bhonekanya  cantik seperti As... "

"Iya antik selti Asa. Om Agas diam tok, Asa momongna sama Ante Pana." Potong Asa dengan nada kesal. Bocah itu tengah merajuk lantaran sang paman kesayangan bilang bahwa dia tidak membelikannya kado.

Sontak saja kalimat Asa itu mengundang tawa dari keluarga besar, ditambah dengan raut kesal Bagas.

"Kenapa lagi? " Tanya Darin, kesulitan menahan tawanya.

"Biasa Mas. Tadi pagi aku becandain kalau aku gak beliin dia kado, ngambek dah tuh. Di sogok Apel se kardus bisa kali ya! " Canda Bagas.

"Gak perlu, lah wong Omnya di Batu aja punya kebun buah. Tuh di kardus banyak buah kiriman dari Fandy." Ujar Darin, menunjuk pojok ruangan dengan ekor matanya. Terdapat dua kardus sedang, yang entah berisi buah apa saja. Sementara Bagas hanya tersenyum paksa, bingung harus membujuk bagaimana.

Bagas tentu tidak akan melupakan ulang tahun ponakan cerewetnya itu, hanya saja menjahili Asa itu sangat menyenangkan, tapi yah begitu membujuknya juga butuh tenaga ekstra alias sogokan. Dan masalahnya, Bagas tidak tahu harus menyogok menggunakan apa. Buah jelas tidak bisa, karena sudah ada kiriman dari Batu, bhoneka jelas tidak bisa juga. Ah, sudahlah, Bagas tidak ingin memusingkan dirinya. Nanti juga Asa akan melunak dengan sendirinya.

"Papa, tadi tok Mama nakal."

Semua telinga menajamkan pendengarannya begitu suara cempreng Asa kembali terdengar. Pasti mengadu. Begitulah pikiran semua orang saat mendegar kalimat pertama yang diucapkan Asa.

"Nakal kenapa eh? " Tanya Bu Ifah disertawai tawa geli, apalagi kala melihat bibir mungil Asa yang mengerucut lucu.

"Asakan tok dah mandi sama ante Pana. Tusna Asa pake baju, ante Pana mandi Adek Sa. Tus Asa pi kamal mo pake bedak, bedakna halum, bal cantik Asa pakena banak. Ini pipina Asa antik tok? " Kalimat Asa jelas merujuk agar semuanya memperhatikan pipi berisinya itu. Yang putih, bahkan sangat putih karena bedak yang nampol sana sini. Belum lagi wajahnya yang sedikit basah membuat bedak di beberapa sisi wajahnya tidak merata.

"Mama nakal, apus bedakna Asa. Asa malah tok, tapina endak boweh malah sama Mama. Jadina Asa nadu sama Papa, Om Dalin, Om Agas, Kakek sama Nenek. Tapina endak boweh malah sama Mama ya, anti mama nanis. Asa endak suka." Ujar Asa bersedekap dada. Selesai sudah aduannya tapi bocah itu tetap saja bercerita kesana kemari, seolah tak kenal lelah.

"Mama mo minum. Asa aus."

Adel tak kuasa menahan tawanya, begitupun semua orang yang hadir disana saat Asa berjalan lesu karena merasa kehausan usai bercerita panjang lebar.

"Ya gimana enggak haus, dari tadi ngomong gak berenti." Balas Adel, mengangsurkan air minum untuk putrinya yang langsung tandas setengah gelas. Tanda bahwa bocah itu benar-benar kehausan.







🍀🍀🍀🍀🍀

Neng cerewet balik lagi setelah sekian lama. Maaf baru sempat Up, jangan lupa komenannya yaaaa. See u next part. Jangan lupa baca cerita BE WITH you ver terbarunya.

Bye bye

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang