SF : 63

30.8K 2.7K 117
                                    

Tepat saat usia si kembar memasuki dua bulan, Damar memboyong keluarga kecilnya kembali ke Malang, kesibukan pekerjaannya menjadi salah satu alasan. Bersyukurnya, mertuanya mengizinkan hal itu, tentu dengan beberapa syarat di mana dia harus sesering mungkin membawa anak istrinya ke Batu.

Dan yang paling merepotkan sebelum kepulangan mereka adalah menghadapi perpisahan Luna dan Asa, keduanya seolah tak pernah berdebat dan bermusuhan sebelumnya, sehingga perpisahan itu benar-benar sangat dramatis dimana Luna memeluk sang sepupu dengan erat sembari mengeluarkan suara tangisan. Ingat hanya suara saja, tanpa ada air mata di dalamnya. Sedangkan Asa tak kalah erat memeluk Luna dan memberikan kalimat penenang seperti.

"Anti Asa seling-seling tepon kak Una."

"Anti Asa beli samay bat Kak Una, telus Asa kilim pi Batu."

"Anti Asa juga lindu Kak Una, linduna besal sali."

Dan kalimat penuh kata nanti-nanti lainnya yang mau membuat Luna melepas pelukan mereka, dan membuat semua keluarga di sana tertawa geli karena tingkah keduanya.

Dan begitu tiba di Malang, mereka di sambut sangat antusias. Asa tentu berteriak girang dan berlari ke arah kakek dan neneknya, memeluk mereka erat kemudian beralih pada om kesayangannya, Darin Abimanyu yang merentangkan tangannya lebar untuk menyambut Asa dalam pelukannya.

"Masyaallah, kangen loh Om sama kamu Sa."

Mendengar hal itu, Asa tersenyum lebar. Bahkan Damar bisa meyakini pipi putrinya itu pasti akan pegal nanti.

"Asa juga lindu, Om Dalin endak penah pi lumahna nenek Haja, jadi endak bisa temu Asa seling-seling." Kalimat terakhir yang di ucapkan Asa membuat Darin gemas hingga menciumi wajah Asa.

Dan pasangan Om dan Keponakan itu berlalu memasuki rumah untuk melepas rindu, meninggalkan Bagas yang menatap tak suka bin iri. Sedangkan Damar pun berlalu membawa sebuah koper besar juga tas kecil milik istrinya, dan Adel? Wanita itu tersenyum melihat mertuanya yang tampak antusias saat menggendong si kembar.

"Anteng loh si Bagas ini Del."

Ujar Ifah pada menantunya saat dia menggendong Bagas, perkataan yang sontak membuat Adel tersenyum tipis. Belum tahu saja ibu mertuanya itu bahwa Bagas sebelas dua belas dengan Asa.

"Eh, tapi Mbak, si Asa gak ngomong apa-apa gitu?" Kini giliran si Kepo, Bagas yang sama keponya dengan Asa.

Jamal yang mendengar pertanyaan anak bungsunya menatap Bagas penuh tanya,  "Lah kamu ini gimana Gas, gak denger toh tadi ponakanmu ngomong. Kok ya nanya Mbak mu kayak begitu."

"Bukan gitu Pa, secara ni kan, nama adeknya sama kayak Bagas. Nah, Papa sendirikan tahu, Asa itu baiknya ke Bagas cuman kalau ada maunya." Saat mengatakan hal itu, Bagas sedikit mencibir. Padahal sebagai Om yang baik, dia itu memiliki segalanya yang Bagas yakini semua keponakan di dunia ini inginkan. Secara, Bagas itu dengan sukarela mentraktir Asa yang menjabat sebagai keponakannya. Mengusahakan yang terbaik untuk keponakannya dan juga dia tidak perhitungan. Tapi tetap saja, Asa hanya akan bertindak manis padanya jika Damar dan Darin tidak mengabulkan keinginannya.

"Kalau itu sih dia gak protes Gas, katanya biar Bagas kalau besar nanti kayak kamu. Bisa jajanin dia, makanya dia gak protes karena nama kalian sama." Kata Adel yang menjawab pertanyaan adik iparnya, dia tertawa kecil saat melihat Bagas kembali mencibir.

"Nahkan Pa, cucu cerewet Papa itu kalau gak protes hal yang berkaitan dengan Bagas pasti karena ada maunya."

Dan yang menjadi bahan pembicaraan justru sedang asik di kamar dengan sepupu kecilnya, sepupu yang bisa di katakan dia rindukan, Aska Abimanyu. Bayi mungil yang dulu merecoki Asa dengan biskuit di bulan puasa itu kini tumbuh menjadi bayi yang menggemaskan dengan badan montok juga lesung pipi yang membuatnya tambah menggemaskan saat tersenyum, plus Aska sudah bisa duduk tegak di umurnya yang jalan 8 bulan itu.

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang