SF : 64

52.2K 3.5K 446
                                    

Pernikahan Bagas berlangsung dengan lancar, bahkan Asa yang cerewetnya minta dikurangi itu mingkem selama acara, meski terkagum kala melihat tante Kanianya yang jauh lebih cantik daripada hari biasanya. Bahkan saat resepsi berlangsung, Asa masih setia duduk manis menghadap pelaminan. Bibir yang selalu berceloteh itu kini diam, diam dalam artian sebenarnya, tanpa dimonyong-monyongkan.

Damar yang sedang menggendong Aska tentu sedikit merasa aneh dengan tingkah tak biasa putrinya itu, tapi selama tidak merusuh di acara tentu Damar merasa oke-oke saja. Bahkan saking anehnya sikap Asa, Luna yang duduk di sampingnya sejak tadi berkali-kali mengehala napas kasar bak orang dewasa.

"Aku mau cali tante Adel, ini anaknya kok dali tadi diam-diam telus, nanti kesulupan kan aku yang lepot."

Sesaat setelah Luna mengatakan itu, ada sedikit reaksi dari Asa. Si cerewet itu mendadak melirik dengan mata yang melotot juga bibir yang mulai berbicara dengan pelan.

"Asa endak akan sulupan."

Saking kecilnya suara Asa, Luna sampai kendekatkan telinganya pada bibir Asa.

"Telus kenapa Asa diam?"

"Kata Om Agas, kalau Asa diam anti di takil samay goleng."

Dan mereka saling berbincang dengan berbisik, membuat semua orang yang memperhatikan mereka tertawa kecil.

.
.

"Asa tumbenan diam loh Mbak, anak Mbak gak makan yang aneh-aneh kan tadi?"

Berhubung anaknya sedang di momong oleh Damar, Savana membantu kakak iparnya menjaga si kembar di salah satu kamar yang berada di hotel, tempat di laksanakannya acara resepsi pernikahan Bagas. Saling berbincang, tak ketinggalan membahas aksi diam Asa yang tentu menjadi tanda tanya besar. Ada apa gerangan sehingga si cerewet tiba-tiba diam.

"Loh, bukannya bagus ya Sav? Hitung-hitung sikap diam Asa jadi berkah, kan gak seru kalau Asa tiba-tiba ngomel." Jawab Adel sembari menimang Baska. Bayi itu sedikit rewel malam ini, mungkin karena tidur siangnya sedikit terganggu tadi.

"Bagus sih Mbak, cuman ya sedikit aneh aja tiba-tiba Asa jadi super pendiam. Aku kok ngerasa khawatir ya Mbak, anakmu kan kalau sakit aja cerewetnya minta ampun."

Mendengar penuturan adik iparnya, Adel tertawa kecil. Tidak menampik apa yang dikatakan Savana, karena memang itu adalah sebuah fakta. Asa itu tipe anak yang cerewet dalam segala hal, tidak bisa diam dalam segala situsasi dan kondisi, bahkan saat tidur saja, Asa terkadang jatuh dari kasur karena gaya tidurnya yang semerawut.

"Kamu nih ada-ada aja, bukannya senang malah khawatir. Kali ini pasti Asa sedikit bener kok, mungkin dia ngerti kalau ini hari penting, jadi dia gak mau banyak ngomong. Lihat aja besok, pasti dia kayak dulu lagi."

Malam semakin larut, ballroom hotel tempat di laksanakannya acara juga sudah sepi, menyisakan pelayan yang membersihkan sisa pesta. Sanak keluarga yang berasal dari kota yang jauh memutuskan untuk menginap di hotel. Begitu pula dengan pasangan baru Bagas dan Kania, Bagas yang memang pada dasarnya sedikit nakal, tentu sudah menantikan acara resepsinya berakhir, dan berduaan dengan istrinya.

Tapi kesenangan itu hanya berlangsung sementara, begitu dia keluar dari kamar mandi, dimana dia hanya mengenakan handuk untuk menutupi bagian bawahnya. Alih-alih mendapati istrinya di ranjang,  dia justru mendapati kedua bocah berjenis kelamin perempuan yang memiliki kecerewetan diataa rata-rata.

Entah kemana sosok istrinya itu, kenapa malah ada dua bocah yang sangat ingin di hindarinya saat ini. Mengingat kondisinya yang hanya mengenakan sehelai handuk.

"Asa, kok Om Bagasmu engdak pakai baju? Inikan sudah malam, Om Bagasmu baru mandi, pasti dingin."

"Kemalin bajuna Om Agas gigit tikus, lusak, lobek ada lubangna. Jadina Om Agas endak ada baju lagi, Om Agas endak punya duit nun beli baju."

"Kenapa Tante Kania kok mau nikah sama Om Bagasmu? Kan Om Bagasmu endak ada uang?"

"Katana Om Agas, Ante Nia itu lope-lope, Asa endak neti lope-lope itu apa, tapi Katana Om Agas, kalau sudah lope-lope belalti buta."

"Tapi kan Tante Kania endak buta. Tadi bisa lihat kok."

"Mungkin Om Agas bowong, Om Agas kan suka bowong."

Ingin rasanya Bagas berteriak untuk melampiaskan kekesalannya. Selain kesal karena malam pertamanya terganggu, dia juga kesal karena kedua bocah itu justru menggosipkan sesuatu tentang dirinya tepat di hadapannya sendiri.

Bagas hanya bisa berharap semoga malam-malam selanjutnya tidak ada gangguang seperti ini, dan juga secepatnya dia harus berpakaian dan mencari keberadaan istrinya itu. Dia tidak akan mempedulikan Luna dan Asa yang kini masih bergosip ria tentang dirinya.

.
.
.

Sarapan keluarga besar Abimanyu kini lebih riwuh dan heboh dari biasanya, selain karena banyak anak kecil, juga keluarga besan yang ikut hadir tentu membuat suasana lebih terasa kekeluargaan.

"Ehhh, gini ya kalau pengantin baru, datangnya paling belakangan."

Godaan dari salah satu keluarga itu membuat keluarga lainnya menengok pada Bagas dan Kania. Mereka salinh melempar godaan untuk pasangan baru itu, Kania hanya menanggapi dengan senyuman malu, lain halnya dengan Bagas yang justru cemberut dan mendumel.

"Ehhh, anakmu Dik, kok malah ngedumel ini. Jangan-jangan semalam dia gak puas lagi."

Fatwa, kakak ipar Bu Sarifah kembali menggoda Bagas yang mendumel, membuat suasana makin heboh karena suara tawa. Suara tawa itu terhenti, saat sosok Luna dan Asa juga datang dengan wajah cemberut.

"Dasal endak menepati janji."

Sungguh Luna mengatakan itu dengan suara yang besar hingga mampu membuat para orang dewasa bertanya-tanya.

"Ehhh, kalian dari mana?"

Savana yang pertama bereaksi, melihat kedua bocah itu baru datang dengan wajah cemberut tentu suatu hal aneh, apalagi kalimat Luna barusan.

"Kemalin Om Agas janji, katana, kalau Asa diam endak omong-omong, anti mo beli samay goleng. Tapi tok ya Asa minta samay goleng endak di kasih."

Memprotes sudah, si cerewet mulai aktif.

"Dasal endak menepati janji. Lelaki pelkasa kata Papaku itu,  yang dipegang omonganna. Ini Om Bagasnya Asa, dasal endak menepati janji. Kan Asa, sudah aku bilang, Om mu ini endak punya uang. Kasihan Tante Kania, nanti endak bisa beli balang-balang mahal pake duit melah."

Nah ini lagi, kompor meleduk. Kania sampai harus mengelus pelan lengan suaminya, walau sebenarnya dia sekuat tenaga menahan tawanya mendengar aksi protes dari Asa juga kalimat Luna yang bak kompor meleduk itu.

"Malam tadi, kita ke kamalnya Om Bagasnya Asa. Omnya cuma pakai handuk, endak pakai baju, pasti endak ada uang beli baju balu. Huh, dasal."

Kini, kian jelas sudah. Semua keluarga sudah bisa menebak kenapa wajah cemberut Bagas menyambut mereka tadi. Tapi tentu, semua harus di perjelas bukan?

"Gas, jangan bilang kalau semalam Luna dan Asa...?"

"Ya, anaknya Bang Fandi sama Mas Damar benar-benar sesuatu."

Bagas hanya bisa menjawab dengan pasrah. Semoga malam-malam selanjutnya kedua bocah itu bisa tenang dan membiarkannya menjalankan 'kewajibannya' sebagau seorang suami. Walau pagi ini semua keluarga mentertawainya karena acara malam pertamanya justru di ganggu oleh kedua bocah cerewet yang tiada obat.






.
.

Akhirnyaaaaaaaaa..... Kita berjumpa di part terakhir. Sampai part ini, sampai pula kisah keseruan keluara Damar Abimanyu.

Kini tingkah Asa bisa kalian baca FULLL tanpa harus menunggu next partnya lagi. Semoga sosok Asa si bocah duit tenun bisa membuat anda terhibur.

Saran dan kritik di perlukan yaa. See U di cerita yang lainn.  Bye byeee

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang