Jika Asa bertemu dengan Luna, maka sudah bisa dipastikan bahwa hanya ada keributan antara keduanya. Tapi pengecualian untuk hari ini, nyatanya kedua bocah itu kini bergandengan tangan usai mengantarkan daging kurban ke tetangga. Sesekali nampak Luna membisikkan sesuatu pada sepupunya yang membuat Asa terkikik senang.
Tak jarang keduanya bersenandung lagu anak-anak yang mereka ketahui. Dibelakangnya, Rian tampak menyunggingkan senyum manis. Alasannya sederhana, karena dari sekian pertemuan, ini adalah pertemuan pertama keduanya dengan rekor perdamaian terlama. Biasanya Asa dan Luna hanya tahan beberapa menit sebelum kembali bercekcok.
"Om Lian, jalannya cepat. Kak Iham sama Kak Tali sudah tunggu di lumah."
"Om Lian jalanna selti kong emas, endak cepat."
Dan Rian juga perlu menginfokan, bahwa jika keduanya berdamai, maka keduanya akan sangat kompak dalam menjahili dirinya. Tapi setidaknya itu lebih baik, dari pada mereka bertengkar dan saling berteriak.
Sesampainya di rumah, Luna dan Asa mengucap salam dan masuk tanpa melepas gandengan tangan mereka. Membuat Hj.Maulina terpekik senang, lucu sekali melihat keduanya akur begini.
"Gimana, seru bagi dagingnya ?" Hj.Maulina bertanya kala melihat kedua cucu perempuannya duduk meleseh di ruang tamu. Sengaja sofa sofa di pinggirkan karena acara pagi tadi.
"Selu, Asa dodok pintu. Olangna buka pintuna telus Asa beli sapi potongna. Olangna bilang maasih, telus Asa bilang iya."
"Asa salah nenek, halusnya asa bilangnya Asamikum. Tapi Asa teliak teliak, Asa juga minta Om Lian buka pintu lumahnya olang. Endak sopan."
Mendengar perkataan keduanya yang sangat amat mengandung unsur perselisihan, Rian lebih memilih berjalan cepat kebelakang. Karena dia cukup yakin, sebentar lagi, kedua bocah nakal yang menyandang predikat sebagai keponakannya itu akan berkelahi sebentar lagi. Yah, Rian amat sangat yakin.
"Asa tidak ucap salam." Heran Hj.Maulina. Dari yang dia tahu, semua cucunya pasti mengucap salam saat berkunjung ke rumah orang.
Asa menggeleng dengan lucu. Wajahnya tampak menggemaskan saat menatap penuh kesal pada Luna.
"Kenapa ?" Tanya Hj.Maulina lagi.
"Asa endak sopan. Halusnya ucap salam, nanti beldosa masuk nelaka balu tahu lasa. Nanti kalau masuk nelaka, Luna endak mau tolong."
"Namana lupa tok. Butan salahna Asa itu, Asa senangkan nenek Haja, jadina Asa lupa bilang asamikum. Salahna Om Lian ini, tenapa endak tegu-tegu Asa."
Tapi yang namanya Asa, walau bagaimanapun dia terpojok dan di pojokkan, bocah satu itu pasti memiliki segudang alasan. Seperti saat ini, menyalahkan Rian atas kelupaannya mengucap salam. Dan semua itu berbuah...
Tuk
Pukulan pada kepalanya dari Luna yang membuat bocahnya Bapak Damar itu meringis, tapi tidak menangis sama sekali. Hanya meringis.
"Luna. Endak boleh loh nak, kok kepala adiknya di pukul." Tegur Hj.Maulina, segera diraihnya Asa kedalam pangkuannya kemudian mengusap bekas pukulan Luna.
"Bial saja, sapa suluh salahin Om Lian. Om Lian kan sibuk jaga Kak Luna sama Asa, Asa endak boleh salahin Om Lian."
Sikap yang dewasa dan mendidik sebenarnya hanya saja cara penyampaian Luna yang salah. Itulah yang dipikirkan Hj.Maulina. Tapi meski begitu, dia tetap bangga pada sikap dewasa cucunya itu. Sekarang tinggal dia lihat bagaimana responnya Asa.
Dan lihatlah cucunya ini, Asa hanya melongos, tidak menatap Luna sama sekali. Tapi bibir mungilnya tetap saja melayangkan protes.
"Om Lian endak jaga Asa. Palana Asa dodok pintu Om Lian endak tolong, Om Lianna tawa tawa. Jadina endak jaga Asa. Jagana Kak Una aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Family ✅
Randommenjadi orang tua diusia muda bukanlah halangan besar bagi seorang Damar Abimanyu dan Adelia Sukri. Mereka sudah diberi sosok balita cantik bernama Asahila Tiara Abimanyu, balita berusia 2 tahun 8 bulan dengan berbagai tingkah yang kadang membuat ke...