"MAMA SAPINA UDAH POTONG. SAPINA UDAH POTONG, MATI SAPINA."
Asa berlari dan berteriak kencang menuju halaman belakang, mengabarkan pada sang ibu bahwa sapi yang kemarin malam berada di kebun dekat rumah sang nenek sudah dipotong. Rambut Asa yang diikat satu bergoyang mengikuti irama lari sang pemilik.
Adel dan beberapa ibu-ibu lainnya yang sedang menyiapkan bumbu sampai tersentak karena teriakannya.
"Mama hah hah, capek Asa lali-lali."
Adel berjongkok, menyaterakan tinggi badannya dengan sang putri. "Jangan lari-lari, nanti jatuh, sakit, nangis."
Mendapati nasehat sang ibu, Asa hanya cengar cengir. Kemudian menatap ibunya dan beberapa tetangga yang memang sedang berada di kediaman sang nenek.
"Asa malin sama Papa, Om Dalin sama Om Agas beli sapi. Sapina besal, simpan sana malam. Tapina sapina dah potong, Asa liat ada dalah banak-banak sana. Sapina mati."
Informasi yang akurat, mau tak mau semua ibu-ibu disana di buat gemas. Kedatangan Asa selalu mereka tunggu-tunggu, tapi meski Asa sering berkunjung kerumah sang nenek. Gadis kecil itu seolah enggan untuk menginjakkan kakinya di luar pekarangan rumah neneknya.
"Anakmu lucu nak Adel, gak mau tambah lagi ? Bagusloh kalau punya banyak anak, apalagi kalau seperti Asa ini."
Menanggapi kalimat salah satu ibu-ibu, Adel hanya bisa mengulas senyumnya. Bagus apanya, Adel justru berharap kalau punya anak kedua nanti, anaknya itu tidak seperti Asa. Bisa pecah kepalanya kalau anaknya nanti seperti Asa modelnya. Masih iya kalau hanya cantik dan menggemaskan, tapi kalau cerewetnya juga mirip ? Tidak, lebih baik hanya Asa saja.
"Sapina sudah potong. Om Agas bawa kaki sapina pi saping lumah nenek. Banak olang sana, katana mo potong pelutna sapi."
"Siapa yang bilang ?"
"Om Dalin. Asa mo pi depan, mo lihat olang potong pelutna sapi. Mama sini sama bubu, batu masak. Asa depan sama Papa."
Hanya itu dan kemudian anaknya kembali meleset, kali ini tidak berlari, tapi berjalan cepat. Seolah tidak ingin ketinggalan satu detikpun dari kegiatan kurban.
Tiba pada bagian paling penting, membagikan daging kurban. Berbeda dengan tahun lalu, dimana keluarga Pak Jamal membagikan daging yang sudah di masak, kali ini mereka membagikan daging mentah. Terkecuali untuk ibu ibu yang membantu memasak tadi, tentu mendapat bagian yang berbeda.
Dalam kegiatan membagi daging ini, Asa tampak sangat antusias. Dengan helm kecil berwarna merah jambunya. Asa tampak sudah amat siap, gadis kecil itu sudah berdiri dengan lucunya di dekat motor metik Bagas.
"Om Agas patna. Anti olang mo makan daginna kita bewom bawah."
Sangat tidak sabaran. Padahal ini sudah siang, tapi tetap saja Asa tidak kehabisan energi sama sekali. Bagas sampai heran dibuatnya. Begitu pula saat mereka membagikan daging kurban dari rumah kerumah. Asa selalu berteriak seraya mengucap salam, bahkan tak tanggung, Asa yang merasa kelelahan saat mereka tiba di rumah terakhir tak segang meminta cemilan juga susu hangat.
"Ini susunya Nak Asa. Nak Bagas, di makan kuenya." Bu Ratri, nama pemilik rumah itu menjamu mereka dengan ramah. Secangkir susu coklay hangat dan jus jeruk tersaji, juga kue kue yang menjadi teman dari minuman itu.
"Maasih ya. Asa capek, dali bdi badi sapi potong. Tenapa endak pi lumahna nenek Asa tadi ?"
"Maaf ya Bu. Ponakan saya memang cerewet." Bagas tersenyum tipis. Ingin rasanya membungkus Asa dengan plastik dan membawanya keluar rumah. Tapi sayang, kalau dia melakukan itu, maka itu artinya Bagas akan menerima omelan berhari-hari dari sang ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Family ✅
Acakmenjadi orang tua diusia muda bukanlah halangan besar bagi seorang Damar Abimanyu dan Adelia Sukri. Mereka sudah diberi sosok balita cantik bernama Asahila Tiara Abimanyu, balita berusia 2 tahun 8 bulan dengan berbagai tingkah yang kadang membuat ke...