"Pokokna Asa malah sama Papa."
Seumur hidup Damar, baru kali ini dia mendapati pengakuan dari anak tercintanya, bahwa dia sedang marah padanya. Bahkan sejak pagi tadi, Asa menolak untuk makan dimeja yang sama dengannya, menolak berbicara dengan sang ayah.
"Papakan enggak sengaja sayang. Nanti Papa ganti kok, iya kan Mas ?" Bujuk Adel penuh sabar.
Ini sudah hampir pukul 3 sore, tapi Asa sama sekali tidak berminat untuk berbincang dengan sang ayah. Membuat Damar tidak berangkat kerja, selalu berusaha untuk berbicara dengan sang anak tapi apa daya, Asa selalu menolak. Melongos begitu saja saat dia mendekat.
Dan alasan kemarahan Asa adalah karena Damar menghilangkan sesuatu yang sangat Asa sayangi selama dua hari ini. Sebenarnya bukan menghilangkan, lebih tepatnya Damar tidak sengaja membuang benda kesayangan anaknya itu.
"Iya, Papa janji. Nanti Papa belikan boneka bayi yang baru. Papa benar benar enggak sengaja buang bonekanya Asa."
Yah, semalam Asa bermain dengan bonekanya di ruang tamu, kemudian tertidur begitu saja, membiarkan boneka bayinya tergeletak begitu saja. Baik Damar maupun Adel tidak ada yang mengingat untuk menyimpan boneka itu. Dan berakhir dengan Damar yang secara tidak sengaja membuang boneka itu ke tempat sampah depan gerbang, tentu saja pagi pagi sekali tukang sampah datang mengambilnya.
Dan akibatnya, Asa ngambek seharian, menolak berbicara dengan sang ayah karena mengakibatkan boneka kesayangannya hilang.
"Papa halusna ati-ati, endak boweh coboh. Liat tan, baneka na Asa ilang. Sapa susah lo bini ? Ya Asa na Papa, Asa sedih Papa buang baneka na Asa."
Meski hanya omelan khas yang di dapat, itu sudah membuat Damar senang bukan main. Setidaknya Asa sudah mau berbicara padanya.
"Gak boleh marah begitu sama Papa, Papa juga sedih loh kalau Asa ngomel ngomel gini nak. Gak baik." Tegur Adel, dia bahkan tidak sempat untuk memasak karena mengkhawatirkan Asa yang ngambek.
"Asa endak omel, Asa tesal kan Mama. Asa lo tesal ya bini. Bacala bacala, endak omel."
Ya Allah, kenapa ngambeknya Asa seimut ini. Jika tidak ingat sang anak sedang ngambek, sudah di pastikan Damar dan Adel akan menguyel nguyel wajah imut itu.
"Yah, Papa minta maaf. Papa janji bonekanya Papa ganti. Nanti malam kita belanja ke Mall, okey ? Kita beli boneka yang baru, tapi janji, Asa jangan marah lagi sama Papa. Setuju ?"
Lama Asa terdiam, mulutnya mengerucut lucu, mata bulatnya menatap tepat pada mata sang ayah. Mencari kejujuran setelah kemarahan karena bonekanya tidak sengaja dibuang. Sebelum akhirnya Asa mengangguk tanpa senyum.
"Kalau gitu mana senyumnya ? Masa masih cemberut begitu."
Bukannya menanggapi sang ayah, Asa justru mengulurkan kedua tangannya kepada Adel, meminta di gendong.
"Berat ih, kok digendong terus. Sudah besar juga kan." Ujar Adel.
"Asa masih nanak, Mama. Lom besal, Asa belat kana Asa makanna banak."
Bukan Asa namanya jika tidak memiliki segudang alasan.
"Papanya gak di jawab. Tadi Papa ngomong loh sama Asa."
Asa menatap Damar, sekali lagi, tanpa senyum.
"Papa omong apa tadi ?"
"Asa kan sudah enggak marah lagi sama Papa. Terus kenapa cemberut terus, kasih Papa senyum dong. Papa rindu senyumnya anak cantik Papa."
Bak orang dewasa, Asa menghela napas pelan. Kemudian menatap serius sang ayah. "Papa, Asa anti aja senumna lo Papa dah bewikan Asa baneka balu."
Elah, masih ngambek ternyata. Tapi setidaknya negosiasinya sudah mencapai hasil yang membuatnya senang.
.
.
."Papa gendong ?"
Tawar Damar saat mereka memasuki mall usai jam makan malam.
"Endak ucay ya, Papa. Asa kan tesal toh sama Papa. Angan dendong dendong."
Lagi-lagi di tolak. Dari pada masalah ngambek anaknya berkepanjangan, Damar segera menggiring anak istrinya menuju stan boneka yang kebetulan berada di lantai dua.
"Wahhhhh. Ini baneka adekna."
Takjub Asa, begitu mereka tiba, boneka yang dimaksud Asa sudah di pajang di etalase depan.
"Papa mo ini, mo ini. Asa mo baneka ini, papa halus bewi. Pokokna halus bewi, sapa suluh buang banekana Asa."
Tentu saja Damar akan membelikannya, dari pada diambeki selama berhari-hari. Seharian ini saja dia sudah uring uringan karena di diamkan oleh sang putri, rasanya sehari tanpa mendengar rengekan manja Asa kurang lengkap.
Segera Damar meminta agar boneka itu di keluarkan dari etalase, belum juga bonekanya dia pegang. Tangan mungil Asa sudah merebutnya.
"Ante jual, ini Papa na Asa natal loh. Baneka na selti ini Papa buang. Asa malah toh sama Papa, jadina Asa ambek, endak omong sama Papa."
Selalu dan selalu, pasti akan ada curhat colongan ala Asa. Apapun dan bagaimanapun kondisinya, Asa pasti akan mencuri sedikit waktu untuk curhat.
"Jadi, masih marah sama Papa ?" Tanya Damar setelah membayar boneka pilihan Asa.
Tersenyum manis, Asa beringsut meminta di gendong oleh Damar sedangkan paper bag berisi boneka bayianya dibawa oleh sang Ibu.
"Maasih ya Papa. Asa inta maap kana udah ambek ma Papa, Papa mo maap Asa kan ?"
"Iya, Papa maafin, jangan marah lagi sama Papa. Nanti Papa sedih."
Mendengar itu, Asa mencium bertubi-tubi wajah sang ayah. Damar yang merasakan ciuman hangat dari putrinya tertawa pelan, tidak peduli berapa banyak orang yang melihat mereka. Dirinya sangat bersyukur aksi ngambek Asa sudah berakhir.
"Lo Asa sedih toh, Papa. Mama cium cium Asa, Asa uga cium cium Papa bial sedih na ilang."
Anaknya benar benar manis. Yah, dia dan Adel menciptakan anak yang benar-benar manis.
.
.
.
.Asa muncul lagiiiii.. Asa ngambeknya gak lama-lama, gak bisa akutuh kalau buat Asa ngembek.
Jangan lupa komentarnya yah... kalau nemu typo harap di koreksi biar bisa saya perbaiki dengan segera. See you next part.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Family ✅
De Todomenjadi orang tua diusia muda bukanlah halangan besar bagi seorang Damar Abimanyu dan Adelia Sukri. Mereka sudah diberi sosok balita cantik bernama Asahila Tiara Abimanyu, balita berusia 2 tahun 8 bulan dengan berbagai tingkah yang kadang membuat ke...