SF : 52

46.3K 3.5K 225
                                    

Usia yang memasuki angka 3 tak urung membuat Asa sedikit lebih pendiam, yang ada bocah menggemaskan itu justru nampak 2 kali lebih cerewet, apalagi saat melihat perut ibunya yang kian hari kian besar membuatnya amat antusias.

Dan bulan lalu, saat kehamilan Adel memasuki bulan ke enam, mereka sudah pindah kembali kerumah mereka. Tentu dengan paksaan Adel yang ngotot ingin pulang, dia mulai merasa tidak enak tinggal terlalu lama dengan mertuanya, walau orang tua Damar tentu tidak keberatan dengan itu. Cukup saja saat mengandung Asa dulu, dimana dia berada di sana dan merepotkan semua keluarga sampai bulan kelahirannya, kali ini tidak lagi, dan kehamilan Adel juga mendukung untuk itu. Dia tidak lagi mual di pagi buta, tidak lagi minta ini itu. Dengan merasa kandungannya baik-baik saja, Adel harap anak keduanya nanti berbeda dari Asa. Membayangkan ada dua sosok balita cerewet saja sudah membuat kepalanya pusing.

"Mama ini baju kotolna simpan mana? Kanjang kotol kamal sudah mutah uwek-uwek."

Adel yang sedang melipat baju terkekeh geli mendengar rentetan kalimat berbelit Asa, lagi pula mana ada benda mati yang muntah. Ada-ada saja, oh iya, Asa juga sedikit demi sedikit mulai mandiri, menyadari bahwa ibunya tengah kualahan menjaga adik yang masih bersembunyi kata Papa. Balita itu sudah mulai melakukan sesuatu dengan sendirinya, baru jika sudah benar-benar kesulitan saja maka dia akan meminta untuk di bantu.

Seperti saat ini, Asa mandi sore sendiri, memakai pakaian sendiri juga bedak yang tentu sangat amat banyak.

"Simpan di dekat Mama saja." Ujar Adel, meraih sang putri agar duduk di dekatnya, mengusap pelan pipi gembul Asa. Dan untuk kali ini, Asa menurut, tidak cerewet karena bedak harumnya perlahan meninggalkan pipi gendutnya.

"Loh ya endak boweh Mama, anti baju besih na kotol agi, cuci agi. Anti dejenna abis, endak ada duit beli dejen balu. Kata Mamana teman Asa endak boweh bolos-bolos, anti mo beli jajan endak ada duit." Protes Asa kali ini membuat Adel bersusah payah menahan rasa gemas agar tidak sampai pipi yang kian berisi itu tidak dia unyel-unyel.

Selain berubah sedikit lebih mandiri, Asa juga perlahan mulai menjelma menjadi sosok balita paruh bayah. Sedikit-sedikit mulai menceramahi, sedikit menasehati juga kian gemas mengomel ini itu.

"Iya-iya. Asa simpan dulu di dekat keranjang cuci, nanti Mama sekalian bawa ke belakang."

"Ya endak boweh tok, Mama kan ada sini pelutna bawa adekna Asa. Endak boweh capek-capek. Ini sudah mo jam Papa ada dari setolan, anti bal Papa bawa kajangna pi bakang, telus tok Papa cuci. Mama sini duduk, anti Asa keja umah sama Papa."

Ya Allah, bahagia sekali rasanya Adel dikaruniai anak seperti Asa ini, sikap menjengkelkan yang diimbangi dengan rasa peduli yang tinggi membuat Adel terharu bukan main. Perlahan Adel membelai perut buncitnya dengan pelan. Berharap bahwa anak keduanya nanti juga memiliki rasa peduli seperti sang kakak.

"Mama bangga sama Asa, ya Allah pandai sekali anak Mama ini."

Merasa dirinya tengah di puji, Asa tersenyum lebar, menampilkan deretan giginya yang tersusun rapi.

"Iya, Asa pandai memang tok, Asa antik uga, Asa comel katana Om Agas."

Kali ini Adel tidak bisa lagi menahan tawanya, benar-benar subhanallah sekali putrinya.

"Kalau pintar, berarti besok sudah mau sekolah kan? "

Mata bulat yang dibulatkan hingga semakin bulat itu melotot lucu, kepalanya juga menggeleng keras, pertanda menolak usulan sang ibu.

"Endak mo tok. Nanak kecil endak kolah dulu, endak ada sagamna, endak boweh dulu. Anti besal balu kolah."

"Siapa yang bilang? "

"Om Agas."

Adel tahu, bahwa Asa benar-benar mengarang.

.
.
.

Mobil Damar sudah memasuki pelataran halaman rumahnya saat jam menunjukkan pukul 6, di teras rumah tampak sang istri dan putrinya yang sudah duduk manis sembari memakan siomay andalan Asa. Melihat sang putri yang sudah berdiri menatap mobilnya dengan pandangan kesal, Damar tahu bahwa dirinya akan kena semprot. Karena memang akhir-akhir ini, Asa sudah seperti seorang istri yang diselingkuhi saat mendapati dirinya pulang malam.

"Dalimana? Tok pulang malam? Ini Asa udah beles umah loh, udah setika-setika baju, bantu Mama lipat baju, cuci piling uga. Semana udah Asa keja, Papa napa balu pulang tok? Endak mo bantu ulus-ulus umah lagi? Endak mo bantu Mama lagi?"

Nahkan, sudah Damar duga. Kalau sudah begini disogok apa saja tidak akan mempan, dia harus menyiapkan diri untuk diacuhkan oleh putrinha semalaman ini. Dia juga harus bersiap untuk tidur sendiri karena Adel pasti akan dimonopoli oleh Asa.

"Ya kan Papa sibuk." Hanya itu yang Damar katakan, berikutnya dia bersiap untuk menggendong sang putri yang langsung ditepis oleh si Cerewet.

"Jangan gedong. Endak mo, Asa ini malah sama Papa, Asa uga udah mandi, udah pake bedak sama pafum. Papa bau, bewom mandi, banak kuman di badanna."

Mengalah, Damar menghampiri istrinya yang sudah berdiri seraya tersenyum kearahnya. Menyalami sang istri dan mencium keningnya.

"Kenapa diluar? Cuaca dingin tidak baik untuk kandungan kamu."

"Lagi nemenin Asa, Mas. Katanya mau nungguin kamu, mau protes katanya."

Dan benar saja, protes part 2 sudah terjadi. Asa sudah berdiri ditengah-tengah mereka, memisahkan kedua orang tuanya yang sepertinya akan kembali berbincang.

"Ini agi, tenapa cium-cium Mama na Asa. Papa ini tok ya bawel, lalang cium tok ya endak denal. Anti ada beteli di bibilna Papa, tus Papa cium Mama, anti batelina pindah pi Mama. Mama sakit anti bamana? Adekna anti sembunyi lama bamana? Anti yang masak sapa? Yang besih-besih uma sapa?"

Menarik napas sejenak, Asa kembali melanjutkan omelannya, bahkan sampai merambat kesana kemari, sampai tukang siomay yang datang terlambat juga masuk dalam daftar omelannya yang kesemuanya dia jadikan kesalahan sang ayah.

"Lah, ini tukang siomay yang datang telat kok salah Papa? " Tanya Damar menahan perasaan gemas. Rasa lelahnya seolah sirna begitu saja, menyisakan perasaan bahagia mendapati anaknya yang menggemaskan begini.

"Sudah, Asa capek nomel-nomel telus. Mama yok masuk, dah malam anti banak namuk sini. Papa uga, sana pi kamal tus mandi. Pake sabun halum, tus pake sampo juga. Anti Asa tundu depan TV, makanna sana aja. Mo nonton sama makan juga Asana."

Ingin rasanya Damar menghujani putrinya itu dengan ciuman, tapi sayang itu tidak bisa dia lakukan untuk saat ini, mengingat kata Asa dia penuh bakteri. Jadi mungkin lebih baik mengikuti saran sang putri untuk mandi sebelum bercengkerama dengan mereka.

.
.
.

🍀🍀🍀

Tetap dirumah ya Guysss. Maaf baru sempat Up. Tempat kerja lagi rame-ramenya sekarang. Semoga part ini bisa mengobati rindu kalian yahhhh.

Kedepannya insya Allah akan disempatkan untuk Up setiap seminggu sekali.

See you next part. Jangan lupa tetap jaga kesehatan, jangan keluar rumah kalau tidak terlalu penting, rajin cuci tangan pakai sabun. Dan ingat, pakai masker setiap kali kalian keluar rumah. Jaga diri baik-baik guysss, taati peraturan yang ada.

Typo, harap dikoreksi.

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang