SF : 25

57.8K 3.4K 54
                                    

Pagi pagi sekali, Adel sudah siap dengan baju syar'i warna merahnya, dengan kepala yang dibalut jilbab hitam, Adel menenteng sebuah tas besar menuju ruang keluarga.

"Maaf yah, Mas enggak bisa antar ke Batu. Pekerjaan Mas enggak bisa di tinggal soalnya, tapi Mas janji, setelah pekerjaan Mas selesai, Masa nyusulin kamu ke sana."

Adel tersenyum hangat menatap suaminya, pagi ini dia akan berangkat ke Batu. Usai sholat subuh tadi, ibunya tiba tiba menelpon dan mengatakan bahwa sang nenek jatuh sakit. Adel yang kalut langsung meminta izin Damar agar diperbolehkan untuk pulang. Tentu saja Damar mengizinkan, walau dia tidak bisa ikut karena pekerjaannya yang penting.

"Enggak papa Mas. Aku ngerti kok. Maaf juga kalau ngerepotin Mas jaga Asa."

Yah, Adel hanya ke Batu seorang diri. Asa tetap di Malang, kalau dia ikut, Adel yakin dia hanya akan dibuat sibuk oleh sang anak dan tidak bisa mengurus neneknya. Adel sangat jarang bertemu dengan nenek dari pihak ayahnya, dan beberapa minggu lalu, sang ayah mengambil alih pengurusan neneknya dari paman Adel yang tinggal di Jakarta.

Mengehala napas sejenak, Damar memeluk erat Adel. Dia yakin, selama kesibukannya di Malang dan Adek yang berada di Batu, dia akan dibuat sibuk dan rempong oleh anaknya sendiri. Dan orang yang mereka bicarakan saat ini belum terbangun dari alam mimpi. Asa masih berada di kamar, terakhir Damar lihat anaknya itu tidur tengkurap dengan mulut yang sedikit terbuka.

"Asa juga anak Mas. Ya, walau pasti dia bakal buat Mas repot, tapi Mas juga mau tahu gimana rasanya ngurus Asa seharian."

"Dia bakal cerewet Mas. Aku sebenarnya gak tega, tapi mau gimana lagi."

Mungkin ini saatnya untuk bapak anak itu menghabiskan waktu hanya berdua saja. Begitulah fikir Adel.

Suara klakson mobil membuat Damar dengan enggan melepas pelukannya, dia yakin akan merindukan pelukan itu nanti.

"Bagas sudah di luar. Kamu bisa pamit sama Asa sebentar, biar Mas yang bawa tasmu keluar."

Tanpa membantah, Adel berjalan menuju kamar mereka. Ingin merekam wajah lucu putrinya sebelum dia berangkat ke Batu. Putrinya yang mengesalakan tapi juga selalu membuatnya rindu. Sedangkan Damar membawa tas pakaian sang istri keluar menuju mobil adiknya yang terparkir di depan rumahnya.

Kenapa Bagas yang mengantar Adel ? Itu tentu saja Damar yang meminta, selain itu, dari yang Damar dengar semalam, Bagas hendak melamar Kania pada orang tuanya yang kebetulan tinggal di Batu.

"Yakin, Mas bisa jaga Asa tanpa Mbak Adel ? Asa anaknya gak bisa diam loh Mas." Tersenyun mengejek, Damar menjitak kepala sang adik, cukup keras sepertinya karena Bagas langsung mengaduh kesakitan.

"Mas tahu Asa bagaimana. Gak perlu kamu peringatin Mas. Kamu sendiri ? Yakin mau lamar Kania tanpa di dampingi Papa sama Mama ? Orang lamaran itu biasanya di dampingi sama keluarganya, lah kamu, lamaran sendiri."

"Yakinin diri aja Mas. Kania juga enggak tahu aku mau kerumah orang tuanya, rencanya kalau mereka setuju, sepulang dari Batu nanti, aku bakal minta Papa sama Mama untuk lamar Kania secara formal."

Damar tidak bisa menahan senyum bangganya. Sang adik yang dulu selalu mengikutinya kemanapun sudah dewasa, bahkan perjuangan Bagas untuk mendapat izin menikah dari sang ayah sangat sulit. Bagas yang baru akan di wisuda bulan ini benar-benar membuktikan pada sang ayah bahwa dia bisa bekerja keras untuk menghidupi Kania nanti.

"Jangan ragu sama pilihan kamu. Setelah ini selesai, bawa Kania ketemu Papa sama Mama. Ingat, belum sekalipun kamu bawa dia ketemu Papa dan Mama."

Sebagai jawaban, Bagas hanya mengangguk saja. Mereka menyempatkan diri untuk berbincang sebelum Adel keluar dan menghampiri mereka.

Sweet Family ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang