35. Kasih Sayang Ayah

3.1K 123 0
                                    

Langit biru sekarang telah menampakkan warna jingganya, Rifan masih terdiam berdiri merasakan hembusan angin sore ia merenung.

Perasaan apa yang sekarang tengah ia rasa, pikiran apa yang tengah bersarang di otaknya ini. Sangat berat!, memikirkan segala permasalahan yang tidak ada habis - habisnya ini.

Drttt,,,Drttt,,,Drttt,,,

Ponsel yang berdering mampu membuyarkan lamunannya, ia mengerjap mengusap wajahnya dan meraih ponsel yang ia taruh di atas meja kecil dibalkon kamarnya.

"Hallo iya Bi?."

"..."

"Apa?."

"..."

"Rifan kesana sekarang!."

🌸🌸🌸

"Sya plise jangan tinggalin gue, gue butuh tempat sandaran dan itu lo."

Caca terus saja menggeleng untuk menyingkirkan ucapan Rifan tadi, ia menghembusakan nafas gusarnya.

Kenapa?, kenapa disaat sudah seperti ini ia harus menghadapi beberapa masalah.

"Gue udah cape, tapi gue masih sayang sama Rifan. Kenapa sih gue gak bisa move on!" Teriak Caca sambil memukul bantal diatas kasurnya.

Caca berbaring terlentang dan melihat langit kamarnya, ia menutup mata dan menghembuskan nafas gusarnya lagi mencoba untuk menetralisirkan keadaan.

"Banyak banget rintangan yang harus gue hadepin, kenapa sih masalalu selalu aja jadi penghancur masa depan seseorang!. Kenapa mesti gue yang punya masa lalu itu!, kenapa bukan orang lain!."

Caca terbangun dari tidurnya dan beranjak menuju teras kamarnya, saat dirinya baru saja menginjakkan kakinya kelantai teras kamar angin langsung menghempaskan rambutnya.

"Andai aja masalu itu kayak senja!" Jedanya sambil bermonolog sendiri "hadir terus menghilang."

"Tapi gue lupa!, masih ada pagi sama siang yang bisa menghadirkan senja!."

"Andai aja Ayah ngerti perasaan gue!."

"Ca!" Panggil seseorang dibalik pintu.

"Caca!."

Caca tidak menjawab ia hanya berdiam diri ditempat tanpa beranjak.

Ceklekkk,,,

Pintu itu terbuka menampilkan seorang pria paruh baya yang mempunyai badan tinggi dan tegap, terlihat masih muda namun rambut putih sedikit demi sedikit sudah terlihat dari beberapa rambut hitamnya.

Orang itu berjalan dan merangkul anak gadisnya.

"Kamu jadi kayak gini teh pasti gara - gara ucapan Ayah yang kemarin di RS kan?" Ucapnya dengan nada sunda.

Caca menoleh dan mendongkak, ia lalu menggeleng.

Riang menghembuskan nafas namun pandangannya masih mengarah ke arah depan.

"Terus kenapa atuh? Kamu jadi gini, jadi pendiem biasanya teh cerewet sampai bikin Ayah pusing."

Caca gugup ingin berucap, "emm,, ituu,, Caca,, Caca gak papa Yah."

NATASYA (sudah selesai-revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang