Pernah sadar ngak sih?
Manusia itu kalau ngak memanfaatkan. Ya dimanfaatkan
~AdhistySeorang gadis sedang merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku karena posisi tidurnya yang tidak berubah-ubah. Dia sekilas memijat pahanya yang terasa ngilu, dan seketika bayangan saat dirinya dihukum kemarin kembali berputar.
Gadis itu menghela nafas lelah, matanya memicing menatap jam yang dengan setia menempel di dinding. Memijat pelipisnya sejenak, lagi-lagi dia terbangun sebelum waktunya. Gadis itu memandang sendu jam weker yang tergeletak di meja, meraih jam itu lalu mematikan alarm yang tadi malam dia pasang.
Gadis itu menggenggam jam dengan kesal, jika terus seperti ini untuk apa dia membeli jam berukuran sedang ditangannya itu? Buang-buang uang saja. Ya walaupun dapet diskon besar-besaran si, tapi untuk orang sekelas dirinya manajemen keuangan sangat berharga. Dia benar-benar merasa merugi.
"Aaargh kenapa gue ngak bisa tidur nyenyak sih!" Gadis itu mengacak rambutnya frustasi.
Hampir setiap hari dia terbangun tengah malam. Dan sialnya dia tidak akan bisa kembali tertidur. Saat ini tenggorokannya terasa kering, sudah hampir satu jam kegiatannya hanya menatap langit-langit kamar.
Dengan gerakan lemah gadis itu mencoba menuju ruangan kecil dibelakang sana, hanya sekedar untuk melepas dahaga. Dia mengambil gelas di rak yang tersedia dengan hati-hati lalu menuangkan air yang ada didalam teko dan meminumnya hingga tandas.
"Ella udah bangun toh?"
Merasa namanya dipanggil gadis itu refleks menoleh. "Eh iya pakde, biasa kebangun lagi," ujarnya sopan kepada peria paruh baya yang berjasa besar dalam hidupnya itu.
"Ella yakin ngak mau periksa?" tercetak raut khawatir diwajah keriputnya.
Gadis yang dipanggil Ella itu menggeleng pelan "Nggak usah pakde," dia tersenyum "Lagian Adhisty ngak ngerasa keganggu kok," Kilahnya.
"Sekarang kamu udah gede ya nduk." pakdenya melempar senyuman "Maunya dipanggil Adhisty. Panggilan Ella kampungan ya?"
Adhisty tersentak, bukan begitu maksudnya. Hanya saja panggilan Ella itu ... mengingatkannya pada seseorang dimasa lalunya. "Pakde tau kan Ella mah dipanggil apa aja boleh heheh," Adhisty mencoba mencairkan suasana.
"Kamu beneran ngak mau periksa nduk. Pakde masih punya uang tabungan kok."
Adhisty tersenyum kecut "Pakde ini terlalu parno. Mangkanya jangan sering ngegosip bareng mbok iyem. Dia itu bohong."
Adhisty ingat sekali saat mbok Iyem tukang jamu samping rumah, sering menceritakan ponakkannya yang terkena gangguan mental. Sejak saat itu pakdenya jadi paranoid.
"Ella sehat bugar gini kok disuruh periksa."
Bukan berarti Adhisty kolot tentang masalah kesehatan, hanya saja dia tahu bahwa perekonomian keluarganya saat ini sangat tidak memungkinkan untuk berobat. Belum lagi saat hal yang dikawatirkan itu benar adanya.
"Kamu itu kalo ngelak pinter banget." Balas sang pakde, Adhisty hanya nyengir kuda mendengar pakdenya yang sedikit kesal. Kadangan dia juga merasa lucu dengan pakdenya yang fasih berbahasa indonesia namun logat jawanya tak pernah luntur.
"Siapa dulu? Ella!" Bangganya dengan menepukkan tangan ke dada, lalu sedetik kemudian tertawa renyah.
"Dari pada kamu ketawa ngak jelas mending bantuin pakde buat bubur nggih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan Gue Punya Rasa [Completed✓]
Teen Fiction[ FOLLOW AKUN DULU SEBELUM BACA] Adhisty lah yang tak memahami, bahwa langit memang tak akan mampu memeluk bumi. Dia si miskin mampukah bersanding dengan dia yang kaya? Dia yang tak dianggap mampukah bersanding dengan dia si penarik perhatian? Dia y...