Aku percaya.
Doa selalu punya jalan untuk menghampiri sang pencipta.--Laras--
Laras menghentikan mobilnya setelah hampir menabrak pembatas jalan. Gadis itu menangis sekaligus marah, dan jujur ia bingung. Bingung atas emosinya yang entah untuk siapa.
Ia tidak memikirkan sekarang ia ada dimana dan ia telah menempuh jarak seberapa jauhnya. Tapi yang pasti ini sudah lebih dari setengah jam yang lalu ia ugal-ugalan di jalanan. Bukan sifatnya sekali.
Hari ini ia nekat bolos untuk menjenguk Adhisty namun ia malah di kaget kan dengan kemunculan sosok gadis itu di depan pintu apartemennya. Hingga ia dikagetkan dengan banyaknya kebenaran yang terungkap hari ini.
Dadanya sakit seperti ada yang meninjunya dari dalam. Laras menangis terus menangis dalam diam. Gadis itu memukul stir kuat-kuat hingga ia merasakan ada sesuatu yang jatuh di antara kedua kakinya.
Laras memandang dengan mata bengap miliknya. "Sebuah flashdisk?" pikirnya bingung. Ada kertas kecil yang tertempel di bawah flashdisk itu. Laras membukanya pelan dan tulisan yang tertera hanya.
Ini janji gue.
Laras mengendarai mobilnya kesebuah gang yang lumayan ramai penduduk. Ia matanya memindai lokasi sekitar kakinya menginjak pedal rem saat matanya tertuju pada suatu bangunan kecil bertuliskan. "Warung Internet" tanpa pikir panjang gadis itu langsung meminggirkan mobilnya.
Orang-orang yang ada di sekitar sana menatap bingung. Jelas saja orang yang kelihatan kaya seperti Laras mengapa harus datang ke tempat kumuh macam ini. Namun gadis itu memilih cuek, ia tidak perduli pandangan orang-orang sekitarnya.
Dengan cepat ia masuk ke dalam warung itu bahkan tanpa mengindahkan kalimat "alas kaki mohon dilepas!" Yang tertempel di tembok warung. Gadis itu nyelonong masuk dengan masih menggunakan sepatu.
Ia memilih satu komputer paling ujung. Dan kebetulan sekali siang itu warnet sedang kosong.
"Berapa jam neng?" Tanya Abang warnet sedikit takut-takut.
"Terseterah" dingin gadis itu.
Laras sibuk mengotak-atik komputer di hadapannya. Setelah itu ia mencolokkan flashdisk ke lubang yang tersedia, terdapat satu Vidio dalam flashdisk itu. Dan Laras langsung menekan tombol play.
Vidio berdurasi 4 menit 30 detik itu berjalan dengan lancar.
"Hai bee"
Laras menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan suara isakkan. Hatinya terasa hangat ia rindu suara ini dan ia rindu wajah gadis ini.
Suara lembut Tania terus mengalun dalam gendang telinga Laras yang tertutup earphone.
"Sebelumnya aku mau bilang ke kamu. Aku minta maaf"
Gadis di dalam Vidio itu tetap tersenyum, namun dari dulu mata itu tidak pernah bisa berbohong. Ia sedang sedih, dan rasanya Laras ingin ada di sampingnya.
"Maaf kalau semisal kamu pulang--kamu nggak bakal bisa temuin aku lagi"
"Bee, jujur hubungan yang kita jalanin ini salah. Dan orang-orang yang selama ini hujat kita--mereka bener. Hubungan kita yang salah"
Laras merasa ada yang meremas jantungnya kuat-kuat saat Tania nya menitihkan air mata.
"Kamu tau bee ada satu orang yang mau berteman sama aku di sini. Kamu mau tau siapa orangnya?"
Laras merasa antusias saat mendengar suara kekasihnya jadi bersemangat.
"Dia Adhisty!" Ceria gadis di dalam Vidio.
Deg! Entah mengapa tiba-tiba perasaan bersalah menjalar di dalam dada Laras.
"Ketua OSIS kita. Dia beda bee, dia mau bantu aku tanpa ngeliat apa latar belakangku. Aku harap kalo kamu pulang ke sini kamu bakal berteman baik sama dia"
"Oh ya bee. Tapi sekarang kita lagi renggang. Emm bukan Adhisty yang salah tapi aku yang keras kepala nyampurin urusannya. Seandainya kamu liat Vidio ini tolong sampai kan ke Adhisty kalo aku benar-benar minta maaf!"
Laras menggenggam erat jantungnya yang merasakan resah tidak karuan. Apalagi setelah mendengar penjelasan dari Tania.
"Bee Tania sayang sama bee. Ak-u mau kamu bi-sa jadi orang normal. Tanpa aku, aku mohon berubah jadi lebih baik lagi. Mungkin benar kata orang itu--kalau aku mati mungkin kamu akan berubah. Karena yang membuat kamu jadi seperti ini--aku"
Laras menggelengkan kepalanya kuat. Tania tidak bersalah, ia jadi seperti ini karena keputusannya bukan karena Tania. Matanya gadis itu meneteskan bulir yang sama derasnya dengan gadis yang ada di Vidio.
"Bee,"
Gadis yang ada dividio tersenyum sedih sama seperti Laras yang ikut tersenyum sedih.
"Aku mau kamu berubah. Bukan demi aku. Tapi--demi diri kamu sendiri. Aku mohon lupain aku Laras" gadis itu tersenyum simpul sangat manis dan menenangkan.
"Aku sayang kamu".
Suara Tania berhenti mengalun ingin sekali Laras rasanya memutar kembali Vidio itu beratus-ratus kali. Namun ada satu hal yang lebih penting dari itu.
Adhisty dalam bahaya!
"Shit!"
Gadis itu melepas flashdisk lalu berlari keluar. Sebelumnya ia meletakkan uang seratus ribuan di atas meja Abang penjaga warnet.
"Ambil aja kembaliannya!" teriak gadis itu sambil berlari.
Dengan kecepatan penuh ia melintasi gang yang lumayan sempit itu perasaan bersalah dan khawatir saling mendominasi dalam batinnya.
"AAAARGH SIAAL!" gadis itu memukul keras stir pengemudi saat mobilnya berhenti di tengah jalan karena kehabisan bensin.
Dan sialnya lagi tidak ada satupun kendaraan yang lewat karena jalanan yang sepi. Pom bensin jaraknya jauh dan bangsatnya lagi ia sudah melaju entah berapa kilometer dari desa terpencil tadi!.
"Tuhan gue bukan hamba yang baik. Tapi gue tau Adhisty orang baik. Gue mohon jaga dia dalam perlindungan-Mu" untuk kali pertamanya setelah bertahun-tahun lalu ia memilih untuk tidak berdoa lagi pada yang kuasa. Kali ini dengan air mata yang masih menetes ia menyatukan kedua tangannya kepada yang kuasa.
Entah pertolongan dari siapa memori gadis itu teringat tentang perkataan Adhisty "Nomor telpon itu!" Laras mengobrak-abrik seisi mobil. Ia sangat bersyukur saat mendapati ponsel miliknya. Dengan cepat ia mencari nomor yang tadi Adhisty tulis.
"Batre gua tinggal lima persen bangke!"
Laras mencoba tenang, ia akan langsung memberitahu point pentingnya.
Ia menghubungi nomor tersebut setelah berdering beberapa saat akhirnya telepon diangkat.
"Adhisty dalam bahaya tolong!"
"Lokasi dimana?"
Laras menepuk jidatnya pelan ia tidak tahu alamat tempat tadi. Adhisty yang membawa mobilnya. Dan karena amarah Laras tidak lagi melihat-lihat jalan. Siaaal!
Laras teringat sesuatu.
"Elang Pramudya! Fikran--Fikran pasti tau tempatnya--"
Beep.
Laras memukul kaca mobil miliknya. Dia tidak bawa powerbank belum lagi mobilnya mati. Arrrrgh!.
"Fikran tolong Adhisty!"
Soory up lama. Entah mengapa tugas dimeja selalu melambai-lambai minta di kerjakan.
Thanks yang selalu dukung cerita ini dan setia dari awal DGPR up. Kalian luar binazaa hehe.
Don't forget vote and comen't di sini👉
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan Gue Punya Rasa [Completed✓]
Teen Fiction[ FOLLOW AKUN DULU SEBELUM BACA] Adhisty lah yang tak memahami, bahwa langit memang tak akan mampu memeluk bumi. Dia si miskin mampukah bersanding dengan dia yang kaya? Dia yang tak dianggap mampukah bersanding dengan dia si penarik perhatian? Dia y...