Perihal mimpi Adhisty tak banyak meminta pada tuhan gadis itu hanya mempunyai cita-cita menjadi seorang petani bunga kalau bisa dia ingin memiliki toko bunganya sendiri. Mengingatnya membuat Adhisty teringat sang bunda, Adhisty kecil sering berceloteh panjang tentang mimpinya mempunyai toko bunga, di atas pangkuan almarhumah bundanya.
"Dhis ada mobil tuh!" Adhisty terperanjat teriakan pak Samir mengembalikannya ke dunia nyata.
"Iyaa pak!" jawabnya lantang karena posisi mereka yang cukup jauh dengan laki-laki paruh baya yang sekaligus menjabat menjadi bosnya itu.
Di sini lah Adhisty bergelut dengan air dan sabun. Sudah sekitar enam bulan gadis itu bekerja disebuah jasa pencucian mobil dan motor, ia beruntung suatu hari pak Samir sekaligus seorang RT di kampungnya menawarkan Adhisty pekerjaan ini.
Pak Samir bilang Adhisty bisa bekerja sabtu dan minggu disaat ia libur sekolah, Adhisty tau pak Samir prihatin pada keadaan ekonomi salah satu warganya ini. Adhisty kagum pada pak Samir ditengah kesibukannya mengurus warganya ia masih sempat membuka usaha sendiri. Lokasi tempat yang strategis pun dipilihnya sehingga omset yang diraup pun lumayan.
"Paijo! Jo! Kemana bocah ini!" suara pak Samir menggema ke seluruh tempat.
"Lah pak kan tadi bapak yang minta Paijo beli sabun?" di sana Rian yang sedang mencuci sebuah motor menggeleng pelan, tingkah pelupa bosnya itu semakin parah saja.
Adhisty terkekeh dia ingat saat bosnya mengusir anak buahnya sendiri karena ia lupa itu anak buahnya. Dan orang itu adah Rian, waktu itu Rian masih anak baru. Adhisty beruntung ia kenal lama dengan bosnya.
"Oalah iya saya lupa" pak Samir menepuk jidatnya sendiri saking pelupanya.
"Yaudah Joko tolong bantu itu Adhisty! Biar cepet, yang punya mobil sedang buru-buru katanya!"
"Siaaap pak boos!" sahut joko dengan semangatnya.
Jika Rian masih terbilang adik kelasnya karena ia putus sekolah saat SMP jika dihitung mungkin seharusnya Rian kelas X berbeda dengan Joko yang adalah seorang mahasiswa semester empat.
"Semangat amat bang hari ini?"
"Iya dong Dhis ngumpulin duit untuk bahagiain pacar" celetuk cowok itu dengan entengnya.
"Adooh" keluh Joko karena Adhisty mencubitnya "nyari duit untuk ngeringanin beban ortu dong bang!" geram gadis itu soalnya Joko ini bucinnya sudah level goblok. Nggak bisa bedain mana dicintai sama dibodohi.
"Iyaa iyaa lepas dulu tangan lu. Kek monyet betina aja agresif!"
"Bang!"
Joko hanya tertawa renyah karena berhasil membuat kesal Adhisty. Joko heran padahal untuk ukuran anak SMA Adhisty ini terbilah cantik, kulit putih, hidung mancung, bulu mata lentik, body nya pun standart walau tinggi tubuhnya kurang. Tapi cewek pendek modelan gini sih beeeuh idaman cowok deh.
Tapi bangga nya Joko karena Adhisty tidak gengsi hanya bekerja seperti ini. Dulu saat baru pertama kerja Joko suka malu saat tidak sengaja bertemu temannya. Tapi gadis satu ini begitu santainya saat bertemu teman-temannya.
Dan satu fakta lagi yang membuat Joko gagal faham, ternyata Adhisty adalah seorang ketua OSIS. Joko tersenyum miris dulu saat SMA Joko lah yang menjadi buruan ketua OSIS.
"Bang lo mau nunggu sampe ujan emas juga kaga bakal selesai, kalo yang lo sabunin itu lantai!" kesal Adhisty gadis itu memutar bola matanya malas saat bang Joko malah bengong.
"Hehehe" tawanya garing dan tanpa banyak omong cowok itu langsung melanjutkan pekerjaannya.
***
"Udah sore gua pulang duluan yak! Janji mau jalan soalnya" pamit Joko pada anak-anak lainnya.
"Buciin terooos!" ledek Rian.
"Helah jomblo mah bisanya iri dan dengki hahaha"
Rian melemparkan botol sabun kearah Joko namun cowok itu berhasil menghindarinya dan kabur begitu saja.
Adhisty yang sedang menikmati roti yang di siapkan bosnya pun hanya tersenyum simpul melihat kelakuan absurd teman-temannya yang terkadang menjadi hiburan tersendiri baginya.
"Dhis ada motor tuh!"
"Lo aja dah" tolak gadis itu.
"Gua mau boker! Lo aja yak, kakak cantik" goda Rian dengan nada suara seperti shincan.
Adhisty memandang sebal kearah cowok itu "pergi lo sono! Bau tai!"
Setelah Rian pergi Adhisty menghampiri pelanggan yang datang. Motornya sudah diletak kan di tempat pencucian tapi tidak ada orang nya. Mungkin yang punya sedang duduk menunggu di depan.
Ya di bagian depan tempat ini disediakan warung kecil-kecilan sekalian tempat tunggu. Lumayan buat tambahan omset.
Tunggu! Adhisty seperti mengenal motor ini. Plat nomor kendaraannya? Warna motornya? Kok mirip punya...
"Permisi saya ambil jaket...Dhis!" laki-laki itu kaget saat melihat orang yang selalu dihindarinya ternyata ada di hadapannya sekarang.
"Hai pangeraan!" sapa Adhisty dengan ceria "Kasep pisan mau kemana atuuh?" goda Adhisty pada Fikrannya. Jujur Adhisty kaget tapi ya gimana lagi masa ia mau menghilang begitu saja. Ia kan bukan jin.
"Yang ambil jaket aja kok lama"
Adhisty dan Fikran refleks menoleh kearah sumber suara "Oh mau nge-date toh, yaudah tunggu di depan aja mas!" nada kesal terdengar jelas dari bibir gadis itu.
Saat Fikran pergi entah ada unsur dendam apa tiba-tiba televisi di dalam ruangan mengalunkan lagu yang menyayat hati.
Ku menangis membayangkan
Betapa kejamnya dirimu
Lepas diriku...
Kau khianati cinta ini
Kau pergi bersamanya...Gadis itu mendengus pelan itu lagu kok ngeselin ya! Adhisty dengan brutalnya mencuci motor Fikran. Kalau bisa ingin sekali ia baret-baret motor ini. Tetapi Adhisty harus profesional dalam pekerjaannya, meskipun dalam hati ia terus mengumpat.
Sistem gaji tempat ini menyesuaikan banyak motor atau mobil yang berasil di cuci. Tidak papa lah nambah-nambah jagi walaupun hati tersakiti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan Gue Punya Rasa [Completed✓]
Teen Fiction[ FOLLOW AKUN DULU SEBELUM BACA] Adhisty lah yang tak memahami, bahwa langit memang tak akan mampu memeluk bumi. Dia si miskin mampukah bersanding dengan dia yang kaya? Dia yang tak dianggap mampukah bersanding dengan dia si penarik perhatian? Dia y...