Banyak orang pandai menentukan pilihan.
Tapi hanya segelintir orang
yang mampu bertanggung jawab atas pilihan mereka.Apa perlu ku ingatkan bahwa hidup juga sebuah, Pilihan!
Maka.Bertanggung jawablah!
(For my self)
Sore hari terlihat memukau dengan coret-coretan warna jingga,biru dan putih di angkasa luas sana. Lukisan alam yang sempurna seakan menaungi sesosok gadis manis dengan balutan drees berwarna putih.
Matanya menerawang jauh menuju batas cakrawala sana. Hembusan angin kala itu seakan bermain-main ringan di wajahnya. Deburan ombak tanpa sadar menghempas kedua kakinya menerbitkan lengkungan tipis di kedua sudut bibirnya.
"Dewi suka pantai, makasih, ya, kak Firman" cicitnya menghadap pria berwajah kebule-bulean di sampingnya.
Pria itu mengelos, manik biru terang miliknya sarat akan ketidak sukaan "Kalo nggak di paksa Raja ogah gua"
Gadis itu tersenyum kaku mendengar pernyataan yang meluncur tanpa beban dari bibir pria tadi.
"Dewi tau kok" senyumnya merekah indah "tapi Dewi tetap harus berterima kasih" kukuh gadis itu tak terbantahkan.
Firman mencebik "Raja bener-bener buta" tubuhnnya berputar membelakangi gadis itu "Bisa suka sama cewek ular kaya lo!"
Dewi mendelik sebal dibelakang sana, menyuguhkah wajah sinisnya tanpa di ketahui pria itu.
"Gue harap Raja nggak sebego itu buat ngikutin semua perintah busuk lo!" lanjut Firman dengan langkah besar-besar menjauhi gadis di belakangnya.
Gadis itu mengendik dengan sudut bibir terangkat "Kita lihat nanti!"
***
"Sini gua copotin"
Adhisty melirik tanpa kata tangannya masih sibuk melepas pengait helm yang sedikit macet "nggak perlu" balas gadis itu dengan wajah yang sedikit di dongakkan agar mudah melepas pelindung kepala itu.
"Itu memang sering macet" ujar Raja "sini gua bantuin" katanya sambil menstandarkan motor miliknya memaksa gadis di boncengannya turun.
Gadis itu menggerutu kecil mendengar pernyataan laki-laki itu lagian kalau sudah tau kaitannya macet mengapa masih di pakaikan untuknya.
"Kepala batu!" ejek Raja yang dengan paksa mengambil alih aksi lepas-melepas yang di lakukan Adhisty.
Adhisty terbengong di tempat merasakan jemari lelaki itu bermain di bawah dagunya, wajahnya sedikit mendongak tepat menghadap wajah Raja karena memang tinggi tubuh gadis itu yang tak seberapa.
Hidungnya yang bangir, alisnya yang tebal, bulu matanya yang lentik, garis rahangnya yang kokoh, dan jangan sampai ketinggalan bibir tipis merah muda lelaki itu. Jika imannya tidak kuat mungkin Adhisty sudah jatuh dalam pesona laki-laki ini. Namun bagaimana lagi Fikran masih mengambil porsi terbanyak dalam hatinya.
"Hei!" mata hitam kelam mereka saling bertumbukan membuat degupan asing yang dirasakan gadis itu "Gue seganteng apa sih?" godanya jahil dengan sebelah sudut bibir terangkat.
Adhisty mengerjap cepat "hah? Tadi lo ngomong apa?" dengan cepat pandangannya di alihkan ke objek lain. Sementara itu laki-laki di hadapannya terkekeh geli dengan refleks Adhisty.
"Mata lo nggak sampe kedip loh" selorohnya di tengah kekehan "gua tau gua cakep" lanjutnya dengan percaya diri.
Adhisty mendengus, tingkat narsis cowok itu sudah melampaui dosis normal, jika terus dilanjutkan orang yang melihatnya bisa ikutan tidak waras.
"Lo bohong!" sewot gadis itu mencoba mengalihkan pembicaraan. Tangannya menunjuk tepat pada tulisan besar di atas gedung tujuh lantai berjarak beberapa meter dari parkiran "lo bilang, Laras, di pindahin ke rumah sakit lain! Ini masih di GMC!" semprot Adhisty, seharusnya ia tidak mudah percaya begitu saja dengan ucapan Raja. Musyrik memang!.
"Beda" Reja menghela napas kasar, jemarinya di gunakan untuk menyurai rambutnya kebelakang membuat beberapa cewek di parkiran berteriak tertahan. Pengecualian dengan gadis di depannya tentunya "Kemaren GMC!" lanjutnya penuh penekanan "Kalo sekarang Gladish Medical Center"
Gadis itu mendelik kesal cowok sejenis Raja itu kalau semakin di ladenin semakin membuat orang ingin mencekiknya hidup-hidup "s-e-t-e-r-a-h!" ucapnya dengan penuh penekanan di setiap kata-demi kata. Dengan malas ia meninggalkan laki-laki itu, langkah kecilnya semakin membawanya pergi menjauh mengikis jurang besar diantara keduanya.
Merasa gadisnya sudah tak nampak di pandangan mata, air muka laki-laki itu kembali datar, seakan tak ada yang boleh mendekatinya atau sekadar menyentuhnya. Dingin seakan ia menegaskan bahwa dirinya lah si beku yang mampu membekukan.
Ting!
My queen:
Love u my king💕
Air wajahnya semakin mengeras. Ada rasa bersalah saat dirinya kini harus memilih antara logika atau cinta. Tapi ini adalah pilihannya meskipun jalannya salah namun tujuannya benar.My king👑:
to
***
Menjadi pewaris satu-satunya dari elice group salah satu perusahaan swasta ternama yang bergerak di bidang kecantikan dengan beberapa produk yang menjadi best seller bukan hanya di indonesia tapi juga dunia. Hal itu sudah pasti membuat seorang Laras Nugraha mendapatkan fasilitas yang tidak bisa di remehkan. Bahkan saat nyawanya hampir terenggut sekalipun.
"Gimana keadaan lo?"
Adhisty duduk di sofa yang ada di ruangan itu, bau lavender kuat tercium saat memasuki ruangan ber cat abu-abu putih itu, fasilitasnya pun tidak di ragukan.
"Ini rumah sakit apa hotel sih?" gerutu gadis itu lagi pula bokongnya seperti menempel di sofa. Sangat nyaman menurutnya bahkan kasur di rumahnya tidak senyaman ini.
"Kalo lo mau tinggal disini boleh Dhis" celetuk Laras asal, membuat gadis di sofa sana mengetuk-ngetukan keningnya dengan kepalan jari "amit-amit dah mending tinggal di gubuk tapi sehat!" balas Adhisty cepat.
"Si mollusca mana?"
"Boker"
Mata gadis itu membulat sempurna rasanya malu mengakui Reza sebagai sohibnya.
Sedetik setelahnya seorang laki-laki keluar dari kamar mandi dengan mengusap-usap perut miliknya "Akhirnya legaaa!"Adhisty memutar bola mata jengah.
"Aaaa Adhisty!" Reza dengan gemulainya berlari berhamburan ke arah gadis yang sudah memasang benteng pertahanan "jauh-jauh! Lo bau tai!" gadis itu mengibaskan tangannya mencoba mengusir Reza.
"Jahad" Reza merengut "lo bawa rekamannya?" tanya lelaki itu langsung pada intinya membuat seorang pasien di atas brangkar sana mengernyit bingung.
Adhisty menggeleng pelan memberikan isyarat mata yang langsung di tangkap oleh laki-laki itu "Rekaman apa?" tanya Laras penasaran, punggungnya di tegakkan karena merasa pegal terlalu sering tiduran.
"Calon imam gue" jawab Adhisty asal membuat Laras menyunggingkan senyum meremehkan "siapa sih calon imam lo?" tanyanya mencoba menggoda Adhisty.
"Fik--"
"GUA!"
Semua yang ada di ruangan itu menoleh Reza memasang wajah sinis miliknya mengingat sohibnya itu hanya pacar setingan. Sementara Adhisty memasang wajah datar karena laki-laki itu menyerobot dialognya.
Berbeda dengan Laras, bibir gadis itu bungkam sejenak mengingat sedingin apa laki-laki itu, iblis seperti Raja yang sudi menjenguknya? Ada yang nggak beres batinnya dalam diam.
Btw quote-nya kagak nyambung ama jalan cerita nih. Tapi nggak tau kenapa nyambung banget ama perasaan author wkwkwk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan Gue Punya Rasa [Completed✓]
Teen Fiction[ FOLLOW AKUN DULU SEBELUM BACA] Adhisty lah yang tak memahami, bahwa langit memang tak akan mampu memeluk bumi. Dia si miskin mampukah bersanding dengan dia yang kaya? Dia yang tak dianggap mampukah bersanding dengan dia si penarik perhatian? Dia y...