Cinta mati kah?

1.2K 105 7
                                    

Senin 21 Januari 2019 seorang gadis mengulang-ulang membaca kalender yang menggantung tepat di sampingnya, sekali lagi.

"Senin 21 Januari? HAHAHAH!" gadis itu kembali menggila dengan brutal ia menonjok kaca dihadapannya, retakan tak beraturan menghiasi pantulan dirinya saat ini, sama persis seperti jiwanya. Retak.

"Satu" gadis itu menggores lengannya dengan serpihan kaca yg berserakan "dua" ia tampak tersenyum "dua tahun, hari ini hari jadi kita kan? Kok kamu malah pergi?" gadis itu bermonolog pada selembar foto yang sudah tertutup oleh tetesan darah.

"Kamu mati karena aku kan?" raga gadis itu terlihat tenang seperti tak merasa sakit padahal darah segar tak hentinya merembes "Kalo gitu bakal impas kalo aku mati karena kamu... Tania" ungkapnya tanpa gentar sedikit pun seperti kematian adalah tujuannya saat ini.

'I LOVE YOU TANIA' empat kata itu ia tulis dengan darahnya di tembok yang saat ini gadis itu sandari, lima detik sebelum ia menancapkan kaca ke pergelangan tangannya sendiri.

BRAAAAAK!!

"LARAAAS!"

*****

"...."

"Apa! Sekarang lo di rumah sakit mana?"

"....."

"Ok gue kesana sekarang!"

Adhisty menyentuh keningnya sendiri. Hangat, sepertinya ia demam karena hari minggu kemarin lembur kerja dan harus bermain dengan air hingga larut malam. Niat hati ingin izin sekolah dan istirahat dengan nyaman sepertinya harus kandas.

Ia tetap izin tapi tidak untuk tidur lebih tepatnya ia izin sakit untuk menjenguk orang sakit.

"Pakde!" gadis itu membuka lemari bajunya mengamit cardigan hitam yang ada di tumpukan bajunya yang segunung. Jika kalian tanya mengapa Adhisty bisa mempunyai banyak baju padahal katanya untuk makan saja kadang susah?.

Jawabannya simple itu semua pemberian dari beberapa tetangganya, kebanyakan anak perempuan tetangga gadis itu sudah menikah jadi ibu-ibu teman se gibahan pakdenya sering memberikan baju peninggalan anak mereka untuk Adhisty.

Asalkan masih layak pakai it's ok menurut Adhisty. Lagian tidak enak jika menolak pemberian orang.

"Apa toh La pagi-pagi kok ribut!" kesal pakdenya "Lho kamu rapih gitu mau kemana? Katanya sakit? Pakde udah libur dagang ini loh buat jaga kamu" bingung pakdenya saat melihat ponakannya yang sedang menyisir rambutnya.

"Adhisty mau ke rumah sakit"

"Pakde ikut kalo gitu!" usul sang pakde.

"Bukan Adhisty yang sakit pakde. Tapi Laras"

Pakdenya mengangguk paham "Neng Laras yang galak itu?" Adhisty berdehem singkat "sakit apa dia La?"

"Nelen duit receh" celetuk Adhisty asal sambil mencari tas selempang miliknya.

"Kok bisa?" respon polos si pakde.

"Anak sultan makannya duit!" jelas gadis itu malah melanjutkan kengawurannya. Sebelum dicerca ribuan kekepoan sang pakde Adhisty dengan gesit menyalimi tangan pakdenya lalu kabur dengan cepat.

"ELLA PULANG RADA SIANGAN PAKDEE ASSALAMUALAIKUM!" teriaknya seraya berlari membuat sang pakde menggelengkan kepala, tak habis pikir dengan tingkah ponakannya.

"Pagi!"

Gadis itu menghentikan langkahnya sebelum keluar rumah "Raja?" kagetnya beberapa detik lalu merubah raut wajahnya menjadi dingin.

"Ngapain lo kesini?"

"Jenguk pacar" jawabnya singkat.

Adhisty melirik bungkusan yang laki-laki itu bawa, lalu selanjutnya menggeser pandangannya ke arah motor scooter warna biru yang terparkir dibelakang laki-laki itu.

"Sejak kapan lo bawa motor?"

"Sejak gua sadar gang rumah pacar gua nggak bisa dimasukin mobil"

Gadis itu hanya ber oh ria. Namun seketika sekelebat ide muncul di otak Adhisty, ia mencomot kantung belanjaan yang di bawa Raja. Ternyata isinya apel "Itu buat pakde!" potong lelaki itu.

"Pakde gue alergi makanan mahal".

"Ha?" beo Raja yang belum mampu mencerna perkataan gadis dihadapannya.

Adhisty melepas helm yang masih Raja kenakan lalu memasangkannya ke kepalanya sendiri.

"Anterin gue!" mandatnya kepada Raja.

"Ehh, gua bawa helm dua" Adhisty melirik helm berwarna pink menggantung di motor cowok itu "gue nggak suka warnanya!"

"Tapi..."

"Kalo nggak niat nganter gue bisa naek ojek" gadis itu mencoba melepas helm yang telah ia kenakan hingga sebuah tangan menghentikan aksi gadis itu.

"Ayok gua anter"

***

Reza. Cowok itu menggigiti kuku jarinya cemas, setumpuk bayangan buruk seakan menghantui benaknya saat ini. Bagaimana jika Laras tidak selamat?.

"Za!"

Cowok itu refleks menoleh lalu berlari menghamburkan diri kearah sahabatnya "Dhis gue takut hiks gimana gimana kalo dia hiks..."

Adhisty menepuk-nepuk punggung cowok itu pelan mencoba menenangkan "kan lo sendiri yang bilang kalo dia itu cewek otot kawat tulang besi"

"Tapi, tapi Dhis..."

"Ssttt dia bakal baik-baik aja" entah mengapa tiba-tiba punggung Adhisty terasa panas apa karena enfek demam yang dia alami?.

Sementara Reza buru-buru melepaskan pelukannya pada saat matanya tak sengaja melihat raut wajah membunuh Raja seakan berkata "mau gua tendang ke neraka lo!"

"Keluarga pasien!"

Mendengar seruan itu dengan cepat mereka menghampiri dokter.

"Gimana dok?" tanya mereka hampir bersamaan.

"Pasien kehilangan banyak darah. Ia membutuhkan donor secepatnya"

Seorang suster datang dengan tergesa-gesa menerobos diantara Adhisty dan Reza.

"Bagaimana sus?"

"Bank darah mengkonfirmasi bahwa golongan darah tipe ini kosong dok!" jelas suster itu membuat ketiga murid SMA itu saling tatap-tatapan.

"Golongan darahnya apa dok?" tanya Raja.

"Golongan darah pasien cukup langka yaitu O negatif"

Raja menghindari keempat orang itu begitu saja sedangkan Reza sudah kembali menangis. Adhisty mencoba menenangkan "lo nangis juga nggak ada gunanya! Lo buat sw gih sapa tau ada kenalan atau temen kita yang golongan darahnya sama" gadis itu menghela napas kasar saat Reza dengan pelannya mengangguk.

"Lo udah sarapan? Gue bawa buah, lo makan ya?" gadis itu meletakkan bungkusan apel yang ia bawa lebih tepatnya yang Raja bawa untuk pakdenya.

Dari kejauhan Raja berlari kecil menghampiri dua orang yang sedang duduk di kursi tunggu.

"Bokapnya masih di luar kota" ungkapnya seraya ngatur napas "gua udah nanya beberapa rumah sakit yang bisa gua akses dan semuanya kosong" ucapnya sedikit melemah di kata terakhir "orang gua lagi berusa nyari di beberapa rumah sakit lain" Raja menepuk pundak Adhisty mencoba menguatkan walaupun laki-laki itu tak tau hubungan Adhisty, Reza, dan Laras. Tapi Raja yakin hubungan itu penting bagi wanitanya.

"Ada!"

Adhisty dan Raja refleks menoleh. Mereka melihat ada binar harapan dibalik manik hitam Reza.

"Ada ya gusti. Ada!" syukur Reza tak terhingga.

"Siapa?" tanya Raja dan Adhisty bersamaan.













"Chika!"



Jangan lupa pencet tombol bintang ya guys😻






Dan Gue Punya Rasa [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang