Tindakan selanjutnya

1.4K 153 8
                                    

~~🦋🦋🦋~~



"Bener ini alamatnya Dhis?"

Belum juga Adhisty menggubris pertanyaan itu, dengan cepat tangannya menarik tangan Reza yang berada disampingnya bermaksud agar Reza mengikuti langkahnya menuju lobi sebuah apartemen mewah yang jujur bukan cuma Reza yang terpukau tapi Adhisty juga merasakan hal yang sama.

"Dhis yakin kita boleh masuk?"

Sekali lagi Adhisty tidak menghiraukan pertanyaan sahabatnya Ia lebih memilih diam dan terus berjalan menghampiri seorang resepsionis "permisi" sapa Adhisty sopan kepada resepsionis didepannya.

"Iya ada yang bisa saya bantu?"

"Saya sudah ada janji dengan L.A"

Adhisty sengaja menggunakan inisial karena permintaan orang yang akan ditemuinya.

Terlihat resepsionis itu memencet beberapa angka yang Adhisty yakini itu no dari orang yang dicarinya. Orang kaya mah beda.

"Lantai 6 apartemen nomor 65"

Resepsionis itu mengucapkan sepatah kalimat itu dengan senyum yang terlihat dipaksakan. Ntahlah mungkin Ia lelah? Namun namanya juga tuntutan pekerjaan mau selelah apapun mereka harus tetap profesional kan?. Adhisty memilih tidak melanjutkan argumennya karena sedari tadi Reza sudah menoel-noel lengannya tidak sabaran.

"Makasih mbak"

Sang resepsionis kembali tersenyum namun kali ini lebih ramah mungkin karena Adhisty sopan kepadanya jadi resepsionis itu melakukan hal yang sama.

Adhisty kembali menarik tangan Reza memaksa laki-laki disamping untuk mengikuti langkahnya. Sekarang mereka sedang menunggu lift, setelah sepersekian detik akhirnya pintu lift terbuka, langsung saja mereka masuk kedalamnya.

Adhisty dan Reza beruntung meskipun mereka berasal dari keluarga menengah kebawah tapi karena pergaulan mereka dengan para anak orang kaya, setidaknya membuat mereka tau akan kebiasaan orang-orang terpandang itu. Bahasa kasarnya Adhisty tidak se-ndusun pakdenya yang bahkan tidak berani menaiki eskalator.

Didalam lift mereka hanya berdu saja dan memilih untuk saling diam "Tumben Lo nggak berisik" cibir Adhisty.

Reza mendecih pelan "Gue dari tadi nanya ya, tapi cuma Lo anggep angin lalu"

Adhisty terkekeh pelan sembari tangannya memencet angka 6 karena memang apartemen yang Ia tuju ada dilantai itu.

"Jadi apa yang tadi Lo tanyain?"

"Gue tanya! Kenapa kita kesini! Dan kita! mau ketemu SIAPA?" Perkataan Reza tidak terdengar seperti orang yang bertanya tetapi lebih seperti ibu-ibu yang ingin melahirkan banyak penekanan disana.

"Nanti juga Lo tau"

Dengan datarnya Adhisty menjawab pertanyaan itu membuat Reza harus menahan nafsu membunuh dalam dirinya.

"Kalo nggak mau dijawab kenapa Lo nanya Anjing!" Reza menggeram marah untung saja didalam lift itu hanya ada mereka berdua. Kalau tidak mungkin mereka sudah diusir karena berbuat keributan.

Pintu lift terbuka membuat Adhisty lebih memilih keluar dari pada ngurusin jiwa emak-emak sahabatnya itu. Reza yang paleng pun memilih diam dan mengikuti Adhisty, karena percuma Reza ngoceh panjang lebar tapi nggak digubris yang ada dia stroke mendadak nanti.

Reza memutar bola matanya malas.

"Mau Lo liatin tuh pintu sampe mata lo jatuh berceceran juga kagak bakal kebuka!" Matanya sudah merah mungkin karena kelilipan tadi waktu Adhisty memintanya memacu kecepatan motornya diatas kapasitas. Sableng memang!, Dan sekarang Reza lelah, mana sekarang sudah malam dan parahnya lagi hampir mendekati jam tidurnya.  "Panggil kek orangnya, atau ketok, kalo boleh juga kita dobrak aja biar cepat!"

Dan Gue Punya Rasa [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang