All about SPATIA

1.1K 95 12
                                    

Diam Menakutkan.
Bergerak Mematikan.

(SPATIA)


SPATIA( School Patron Cendikia) di bentuk oleh anggkatan pertama CENDIKIA pada tahun 1991, hampir tiga puluh tahun yang lalu. Mereka bisa di bilang adalah OSIS pada masanya. Tugas utama mereka adalah melindungi nama baik dan keamanan almamater CENDIKIA baik dari pihak dalam maupun luar.

Tiga puluh tahun yang lalu CENDIKIA belum se hebat saat ini itu mengapa Organisasi ini sering terlibat perkelahian antar pelajar bahkan tawuran dengan embel-embel mempertahankan nama baik almamater.

Bisa di bilang dari tahun 1991-1999 itu adalah masa-masa kejayaan SPATIA. Dimana mereka menjadi salah satu organisasi elite yang sangat di takuti. Jika di massa ini ada perkataan senior selalu benar, maka di massa mereka ada perkataan budak di larang membantah.

Ya pada masa itu para murid baru akan berstatus sebagai budak dan ini terus berlaku selama mereka berada di kelas X.

Namun semua itu berubah saat beberapa kasus perundungan yang menyebabkan cidera fatal bahkan cidera mental cukup serius mulai terkuak. Di situlah pihak yayasan secara resmi mulai me- nonaktifkan SPATIA.

Tetapi kalian salah besar jika berpikir SPATIA telah mati! Karena nyatanya mereka masih ada. Dengan sistem yang tak pernah berubah. Hanya saja mereka saat ini melindungi CENDIKIA secara rahasia.

Siapa saja anggotanya, di mana markasnya itu sangat sulit di lacak. Karena kalian tahu, mereka yang bergabung dengan SPATIA adalah orang-orang terpilih dengan soft skill atau pun hard skill yang mempuni.

Dan perlindungan pihak dalam.

"Bengong aja lu neng!"

Adhisty menutup dokumen yang sedang ia baca dengan cepat dan menyembunyikannya di bawah kolong meja.

"Baca apaan sih lo sampe lupa istirahat?" tanya Raja dengan alis naik-turun.

"Kenapa alis lo? Sawan?"

Raja menyisir rambutnya dengan jari Adhisty rasa ini adalah kebiasaan laki-laki menyebalkan ini.

"Masa cowok seganteng gua sawan sih Dhis" protesnya tak terima.

"Oh"

Raja hanya melongo saat gadis itu hanya menjawab oh sekali lagi o-h titik nggak pake koma atau tanda seru.

"Kanti yuk! Kalo nggak makan kapan lo gedenya kan kasian suami lo nanti. Masa di kasih yang rata" celoteh Raja dengan mata yang melirik ke area dada gadis itu.

Pluk!

"Mata lo nggak usah jelalatan!"

Gadis itu melempar pulpen yang ada di atas mejanya dan tepat mengarah ke mata laki-laki itu.

"Adooh Dhis nancep di mata gua ini!"

Adhisty berdiri dari duduknya "Alhamdulillah!" ucapnya dengan tenang.

Raja mengetuk-ngetukkan tangannya ke kening lalu ke atas meja "amit-amit dah!" lebaynya.

Adhisty bersiap untuk memenuhi ajakan jelmaan iblis satu ini sebelum akhirnya tujuannya harus tertunda saat mereka mendengar suara dering ponsel.

Bukan. Itu bukan bunyi ponsel Adhisty melainkan milik Raja, cowok itu sedikit menjauh untuk mengangkat sambungan ponsel tersebut.

Dari jarak yang lumayan jauh Adhisty masih dapat melihat dengan jelas kemarahan di wajah laki-laki itu. Raut wajahnya berubah dingin sampai-sampai Adhisty tidak yakin apakah itu benar-benar Raja yang ia kenal?.

Laki-laki itu langsung berlari begitu saja, meninggalkan Adhisty dengan tatapan bingungnya.

Lah gue di tinggal? Terus ngapain tuh kampret ngajakin ke kantin? Kan bangke!

Adhisty yang terlanjur kesal memilih mengunjungi ruang OSIS untuk mengambil beberapa dokumen yang di butuhkan.

Tanpa mereka sadari selang beberapa menit seorang gadis dengan kacamata besar yang bertengger manis di hidungnya memasuki kelas tercintanya. Dengan hati-hati ia merogoh laci milik Adhisty namun sebelumnya ia menggunakan sarung tangan agar mencegah adanya sidik jari.

Dokumen alumni 1999 bacanya dalam hati.

"Target mulai bergerak!"

Gadis itu berbicara pada benda kecil yang bertengger di telinganya.

"Mari kita main-main sedikit, nona Adhisty Flagella"

Balas orang yang ada di seberang telpon sana.

****

"Dewi! Aku mohon turun," dengan lembut laki-laki itu mencoba menenangkan gadis yang ada di ujung balkon sana.

"Jangan mendekat! Atau aku lompat!"

Tatapan matanya berubah teduh "liat mata aku Dew!"

Gadis itu menggeleng kuat.

"Kamu pasti jijik liat muka aku yang rusak kayak gini! Aku mau mati aja! Nggak ada gunanya juga aku hidup di dunia ini!"

Gadis itu sudah mulai memanjat sisi pembatas balkon membuat laki-laki itu mulai memutar otak bagaimana caranya menghentikan kenekatan gadisnya.

"Dew, mau gimana pun diri kamu aku akan tetap jadi Raja kamu. Aku nggak perduli soal fisik, aku sayang sama kamu karena itu kamu! Nggak perduli wajah, nggak perduli bentuk, yang penting itu kamu"

"Raja"

Merasa ada celah Raja langsung berlari merengkuh tubuh ringkih gadisnya. Dengan erat ia genggam dan tak akan pernah ia lepaskan.

"Aku-" Raja terus mendekapnya erat mengelus puncak kepala gadis itu "Aku kaya gini karena Adhisty!"

Dewi menangis sesenggukan di dalam pelukan laki-laki itu. Laki-laki yang dulu tak pernah ia hiraukan kehadirannya namun kini namanya selalu ada dalam setiap degup jantungnya. Seakan ia darah yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuhnya. Menopangnya untuk hidup sampai detik ini.

"Kenapa Ja! Kenapa Adhisty ngelakuin ini ke aku! Kenapa Ja! Aku nggak pernah punya salah apa pun sama dia! Hiks"

Raja bernapas dengan sangat rakus seakan oksigen di sekitarnya tidak cukup untuk di hirup. Nama gadis itu-- Adhisty Flagella sosok yang akhir-akhir ini memenuhi pikirannya.

"Dia akan dapat balasan yang setimpal!" tegasnya. Rahang laki-laki itu sampai menegas menunjukan bahwa dirinya benar-benar marah.

Kini.

Dengan banyaknya dendam yang ingin dibalaskan dapatkah Adhisty tetap bertahan?

Double up. Happy reading ya guys!

Don't forget vote and coment😘

Dan Gue Punya Rasa [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang