Ada Yang Berbeda

799 96 5
                                    

Perasaanku nggak enak. Aku kira kenapa. Ternyata karenamu.

--Fikran--




Dari seluruh peraturan yang ada di SMA CENDEKIA jika di urut kan satu- persatu tidak akan di temukan aspek main-main dalam memberikan hukuman bagi mereka yang melanggar. Sistem hukuman di sekolah ini pun tidak pandang bulu, entah itu guru, satpam, ketua OSIS atau bahkan ketua kedisiplinan siswa pun akan menerima hukuman sesuai pelanggaran yang di lakukan.

"Sebagai ketua TIKEDIS seharusnya kamu paham bahwa hal seperti ini adalah aib bagi sebuah organisasi!"

Laki-laki dengan almamater kuning mustard kebanggaan CENDIKIA itu menunduk dalam. Ia sadar bahwa yang di bicarakan gurunya itu benar adanya.

"Kamu itu dipilih supaya bisa menjadi roll model bagi yang lainnya! Bukannya malah kamu mencontohkan hal yang seperti ini!" Orang itu menghela napas lelah melihat kelakuan muridnya yang selama ini selalu ia banggakan "kamu dengar saya tidak Fikran! Jangan hanya mengangguk saja!"

Laki-laki itu mendongak, rasanya sangat tidak enak saat melihat raut kecewa dari pembina OSIS nya. Lagi-lagi ia hanya bisa mengangguk.

Fikran menatap nanar sebuah sebuah kertas berwarna kuning. Lembaran khusus yang di berikan agar kita bisa berdiskusi dengan guru BK.

"Bu saya--"

"Cukup!" gurunya meletakkan kertas itu di hadapan Fikran "Peraturannya sudah jelas. Tidak boleh merokok di lingkungan sekolah! Saya tidak tahu apa masalah pribadi kamu, kamu bisa konsultasi ke guru BK" tatapan sendu tak terelakan dari wajah laki-laki itu. Dengan berat hati ia mengangkat selembar kertas yang tadi di letakkan di atas meja.

"Baik Bu! Terima kasih" dirasa sudah tidak ada yang bisa di perbincangkan lagi Fikran memilih untuk pergi.

"Saya akan konsultasi ke ketua OSIS"

Gerakannya terhenti sebelum membuka kenop pintu hanya untuk sekedar mendengar kalimat terakhir yang akan terucap.

"Untuk merekomendasikan seseorang menggantikan posisi kamu. Bukan maksud saya tidak mentolerir. Namun peraturan di sekolah ini mengatakan seperti itu--dan saya yakin kamu juga mengerti"

Fikran mencengkeram kenop pintu kuat, ia cukup tahu bahwa CENDIKIA tidak pernah mau menerima kecacatan. Bukan bentuk tubuh namun lebih ke prilaku. Baki sekolah ini image yang terlihat di mata dunia hanya tentang kata perfect.

"Saya mengerti. Permisi,"

Setelah keluar dari ruangan pembina OSIS Fikran memutar langkahnya menuju rufftof, ia harus menghilangkan gejolak amarah dalam dirinya.

"Fik!"

Tatapan cowok itu menyorot tajam tepat pada gadis yang sengaja merentangkan tangan di hadapannya.

"Maaf" bibir gadis itu bergetar kala mengucapkan satu kata itu.

"Minggir"dengan susah payah cowok itu meredam suaranya agar tidak terdengar sarkas. Tapi tetap saja terdengar dingin di telinga gadis itu.

"Maaf"

"Maaf, aku bakal ngaku kalo--"

"Aulia!"

Manik mata gadis itu tepat mengarah ke wajah gusar Fikran. Dirinya takut dan merasa bersalah secara bersamaan. Harusnya ia tidak nekat merokok di area sekolah. Jika saja Fikran tidak datang duluan sebelum Pak Piul guru kesenian yang tidak sengaja lewat di taman belakang tadi. Mungkin dirinya sudah masuk daftar hitam.

"Fik, aku--"

"Aul. Perasaan gue lagi nggak baik. Jadi tolong" laki-laki itu melewati Aulia begitu saja. Saat bahu mereka tepat sejajar Fikran berhenti sejenak "Gua janji sama seseorang buat jagain Lo. Tapi seharusnya Lo juga sadar. Gua nggak bisa selamanya ada di samping lo"

Dan Gue Punya Rasa [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang