Ternyata

890 96 17
                                    

Terkadang orang terdekat adalah penyebab depresi paling hebat.

--Nemu--

Setiap gadis itu termenung pikiran buruk selalu saja menghampiri, bukan masalah baginya berada di tempat paling sepi apapun bahkan di tengah hutan belantara sekalipun bakal ia jabani, asalkan jangan di saat-saat genting seperti ini.

Seakan kurang. Kesialan lain bertubi-tubi datang. "aiiish hujan? Aaaargh sekalian aja badai! Tornado! Gempa bumi! Jangang nangguung-nanggung!" Kaki jenjangnya menyusuri jalanan beraspal, setiap ada kerikil kecil yang menghalanginya selalu saja menjadi korban keganasan gadis itu.

"Mati lo!" Kesalnya sambil menendang kerikil-kerikil jalanan.

"Kasian kerikilnya"

"Anjing!"

Gadis itu terlonjak kaget saat merasakan deru napas halus di bagian belakang telinganya. Matanya membelalak, dengan cepat gadis itu membentuk tameng perlindungan diri. Meskipun tidak terlihat namun semua anggota geraknya kini dalam mode siaga.

"Eh ternyata beneran ANJING ya? Bagus deh. Nggak perlu narik perkataan gue yang tadi" sarkasnya dengan bekacak pinggang.

Gadis itu melirik sekilas dari ekor matanya, "cuma modal hodie hitam, rambut awut-awutan, tindik di telinga plus muka lempeng aja bisa ngerubah orang 180° ya?" Ungkap gadis. Dalam benaknya tentunya, bisa terbang ke langit ke tujuh kalau sampai ia berkata bahwa laki-laki itu jadi lebih--tampan?.

Ya setidaknya gadis itu tidak munafik. Laki-laki itu kini benar-benar terkesan bad boy.

"Eh!" Kagetnya saat sebuah benda dingin menangkap pipinya.

"Lepasin tangan menjijikan Lo dari muka gue!"

Laki-laki itu tidak menggubris membuat gadis itu semakin geram. Dengan penuh tenaga ia mencoba menendang bagian sensitif orang itu.

Grepp!

"Lepasin!"

Laki-laki itu tersenyum miring.

"REZA BRENGSEK LEPASIN!"

Reza mendekatkan wajahnya secara spontan membuat gadis itu refleks membeku "ternyata paha lo mulus juga ya--Laras" senyuman nakal terbit di wajah laki-laki itu.

Bugh!

Kraak!

Karena emosi Laras mengamit penutup hodie laki-laki itu, dengan penuh tenaga menariknya kebawah tepat dimana lututnya di tahan. Wajah menyebalkan Reza tepat menghantam lutut Laras, saat tangan laknat itu melepas kakinya. Gadis itu tidak menghilangkan kesempatan sedikitpun! Dengan gerakan cepat kakinya langsung menghantam perut laki-laki di hadapannya.

Reza terpental kebelakang namun tidak tumbang. Laki-laki itu menyangga tubuhnya dengan lutut. Wajahnya mendongak menatap Laras dengan sengit. Cairan merah pekat mengalir dari hidungnya. Ia meludah ke sembarang arah.

"Lo tau. Bagi SPATIA menyerah orang yang telah menyakiti kita itu adalah sebuah kebanggaan! Tidak perduli laki-laki atau perempuan. Musuh tetaplah musuh!"

Laras meringis sedih. Se-berpengaruh apa sih SPATIA itu sampai bisa buat anak orang jadi mesin penghancur seperti ini?.

Braak!

Laras mendelik tajam, tendangan tadi jika mengenai lehernya sudah pasti ia akan bertemu Tuhan. Untung saja Laras cepat menghindar.

Bugh!

Tubuh wanita itu terpelanting ke arah trotoar. Tangannya berdenyut nyeri namun ia beruntung bukan perutnya yang terkena pukulan tadi. Laras memang pernah belajar taekwondo namun itu dulu waktu ia masih duduk di bangku kelas X.

Bugh!

Braak!

Segala serangan yang di tujukan pada gadis itu selalu dihindarinya. Masalahnya Reza terlalu kuat bagi Laras. Gadis itu memang memiliki daya bertahan yang kuat. Namun, tidak untuk serangan sebrutal ini.

"Lo Gila!" Paniknya saat laki-laki itu mengeluarkan sebilah pisau.

Sreet

Matanya membulat saat pisau itu di lempar tepat kearahnya. Laras refleks menunduk, kakinya lemas, sungguh ia tidak menyangka laki-laki semanis Reza bisa berubah menjadi moster yang menyeramkan.

Pisau itu jatuh tepat di belakangnya. Dengan sisa keberanian yang ia miliki Laras mencoba mendekati Reza.

"Lo!"

"Udah dicuci otaknya! Sadar bego! Lo cuma di manfaatin doang! Rezaa!"

Teriaknya dari jarak satu meter di depan laki-laki itu. Tangannya bergetar, setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya.

"Lo memang keren dengan sikap kek gini. Tapi gue lebih suka Lo yang dulu--hiks. Rezaa. Gue takut" setiap detik langkah kakinya semakin membawanya mendekat pada laki-laki itu. Laras tahu ini hal bodoh, tetapi entah mengapa ia ingin sekali mendekap tubuh itu.

Dirinya tertekan dengan semua kebenaran yang tiba-tiba muncul. Dan di saat ia membutuhkan suport oleh seseorang. Kini malah orang itu datang untuk menghabisinya. Lucu bukan?

Jleeb!

Deg!

Laras membelalak matanya tepat menatap manik coklat gelap laki-laki di hadapannya. Tetesan air mata itu kini semakin deras mengalir. Bibir mungil gadis di hadapannya bergetar, namun masih mampu mengembangkan senyuman.

Sebelum semuanya gelap dan dirinya terjatuh bebas kearah Reza. Yang Laras rasakan terakhir kali. Sakit.

Sakit karena ternyata dirinya salah menilai orang untuk kesekian kalinya.

"Ck, ternyata bener ya. Lo itu muka doang yang sangar. Kemampuannya nihil!"

Reza menggendong tubuh gadis itu ala bridal style. Dalam kegelapan jalanan ia mengecup ringan puncak kepala gadisnya.

"Love you" bisiknya tipis. Namun mampu menenangkan orang di gendongannya.

"Mana kunci motornya?" Reza melirik sekilas gadis yang baru saja keluar dari dalam mobil.

"Lo mau kemana?"

Gadis itu merebut kunci dari tangan Reza "Adhisty" ungkapnya datar.

"Hati-hati.  Gua nggak bisa ikut, semoga semua sesuai rencana" ucapnya dengan raut wajah datar.

Gadis itu berlari kecil menuju motor Reza yang terparkir lumayan jauh dari tempatnya saat ini. Mungkin agar Laras tak menyadarinya. Dalam jarak beberapa langkah ia menoleh.

"Lo nge-remehin kemampuan gue?"

Gadis itu tersenyum kecil "Gue pastiin semua musuh kita bakal hancur berkeping-keping!" Wajahnya kembali lurus kedepan, meninggalkan Reza yang sedang menatapnya malas.

"Jangan panggil gue Rena kalau gue nggak bisa buat dia menderita!" Ucapnya dengan senyuman kejam.







Haiii authoor comeback 💕 skip skpip lebay amat yak. Nggak mau lama-lama ngebicid mendingan next part yoook💃

















Dan Gue Punya Rasa [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang