Bukan Laras Yang Gue Kenal

1.2K 130 13
                                    


"Alasan seseorang depresi itu bukan karena ngak deket sama Tuhan"

"Tapi karena Ia berada dalam kondisi tertekan untuk waktu yang lama"

"Diperburuk sikap apatis orang-orang disekitarnya"

^°°^

"Ke-na-pa hiks?"

Adhisty mengambil flashdisk yang sudah terjatuh dilantai menggenggamnya lalu menyerahkannya kembali pada Laras.

"Simpen flashdisk ini kalo lo udah siap terima segala kenyataannya dengan kepala dingin" Adhisty meletakkan benda itu didalam telapak tangan Laras lalu membantu mengepalkannya dengan tangan Adhisty "Lo bisa datengin gue kapanpun untuk dapetin kebenarannya"

"Gua mau mati rasanya! Gua mau minta ma-af ke-dia" suaranya tercekat ditenggorokan.

"Ngak usah bego!" ketus Reza.

Laras mengepalkan erat tangannya yang masih menggenggam flashdisk hingga rasa nyeri Ia dapat kan.

"Gua mau pulang" putusnya "Gua bakal tanya sama bokap semua kebenarannya. Lo ambil aja ini, gua ngak butuh lo lagi!"

Laras menyerutkan tas yang masih terbuka, cewek itu menghapus jejak-jejak air mata di pipinya. Sebelum benar-benar pergi Laras meletakkan flashdisk tadi diatas meja. Adhisty menyomot flashdisk diatas meja itu menggenggamnya erat.

Lo pasti bakal butuhin gue Ras.

"Gue kehilangan bokap ngak se-frustasi dia deh, lebay amat padahal cuma pacar" ujar Reza setelah diyakini Laras sudah benar-benar pergi.

Adhisty tersenyum mendengar pernyataan cowok disebelahnya. Netranya belum bosan memandang benda kecil ditangannya.

"Mental orang beda-beda Za. Cara orang ngatasin masalah pun ngak bisa lo samain, jangan pernah nyepelein masalah orang" Adhisty menjeda ucapannya.

Reza menoleh menatap raut wajah Adhisty dari samping. Ia tak menyela dan lebih memilih mendengarkan dalam diam. Ia menunggu Adhisty kembali bersuara.

"Lo bisa ngatasin masalah lo, belum tentu orang lain bisa. Tuhan nyiptain hati manusia ngak dipukul sama rata Za. Lo kuat belum tentu dia kuat, lo mampu belum tentu dia mampu"

Reza mengangguk pelan "Kurang doa keknya dia" balas Reza dengan entengnya.

Adhisty menoleh membuat wajahnya berhadap-hadapan dengan wajah Reza "Manusia-manusia laknat macam lo gini butuh dirukiyah biar paham" tegasnya "Orang yang rajin ibadah juga sangat mungkin kena stres" lanjutnya dengan membuat kontak mata yang intes.

Reza memutus kontak mata dengan Adhisty malas memandang wajah jutek cewek itu "Tapi kadangan mereka sok-sok tersakiti biar dapet perhatian! Intinya mereka aja yang carper Dhis" jelasnya sambil menyenderkan punggungnya dikursi.

Adhisty mendengus kesal "Sikap apatis kaya gini-ni kadangan membuat seorang pengidap depresan masuk  ke tahap 'ngak percaya sama siapapun' akhirnya mereka memendam beban mereka sendiri. Membuat mereka lebih tertekan dan akhirnya melakukan hal yang bodoh!"

Waktu seakan berhenti disekitar Reza. Ia mendongak menatap susunan genting yang tersusun rapih diatas sana. Pikirannya melayang, membayangkan wajah kacau Laras. Setau Reza Laras adalah cewek ber kepribadian keras. Dan tadi itu bukan Laras yang Reza kenal.

"Lo ngak mau pulang?"

"Lo ngusir" Reza balik bertanya.

"Ngak sih, tapi, bukannya jam segini jadwal lo jemput ibu dari toko?" jawab Adhisty lugas.

Reza spontan menepuk jidat "Anjiir gue lupa! Bisa dipanggang idup-idup kalo gue telat!"

Reza jadi kalang-kabut dia menyambar tas berwarna army miliknya lalu berlari keluar rumah.

Adhisty tertawa renyah melihat kerempongan sahabatnya itu.

Baru beberapa detik Reza keluar dari rumah wajah frustasi nya kembali muncul didepan pintu "Dhis motor gua mana?"

Adhisty mengernyit "Ya mana gua tau"

Gerakan yang sama terulang lagi, Reza menepuk jidatnya untuk kedua kalinya "Motor gua di tempatnya Laras tadi gua kesini dianter supir tu bocah" jelasnya "Trus gmana?"

"Naek ojek"

"Lah trus gue suruh bonceng tiga? Gue, ibu, plus tukang ojeknya?"

Pandangan Adhisty membidik tajam kearah Reza "Bego aja lu pelihara! Ke rumah Laras ambil motor lo dulu!" sarkas Adhisty.

Reza menggaruk tengkuknya yang tidak gatal "Gue ngak ada ongkos" melasnya sambil terkekeh pelan.

Adhisty mendengus "Dasar kere!"

Reza yang mendengar itu tidak tinggal diam "Kere teriak kere lu! Ngak inget berapa kali gua bayarin ongkos bus lo heh?" balasnya.

"Itung-itungan lo anjir!"

"Harus lah"

Malas berdebat lebih lama Adhisty buru-buru merogoh kantongnya mengambil uang tiga puluh ribu dari sana. Baru saja beberapa centi tangannya keluar dari kantong, tangan Reza udah main comot-comot aja.

"Thank's dhis" ucapnya cepat lalu buru-buru kabur dari hadapan Adhisty.

Adhisty mengelus dada sabar, mengingat itu uang jajannya untuk minggu depan kini sudah lenyap dalam sekejap "Puasa jajan lo Dhis satu minggu kedepan" gumamnya pelan.

÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷

Adhisty memandang pantulan wajahnya dicermin tercetak jelas rona gelap dibawah matanya, sejak sehabis salat isya tadi Ia belum bisa tidur samapai jam di dinding sana menunjukan pukul 23:45 malam.

Ia beranjak dari kaca lalu kembali mendudukan dirinya diatas ranjang. Ia meraih sesuatu dari laci meja disebelah ranjangnya.

"Dari kecil Ella ngak pernah berharap ketemu dia" curhatnya pada gambar seorang wanita didalam bingkai foto ditangannya.

Wanita itu terlihat cantik dengan balutan dress warna putih tidak lupa Ia menggenggam bunga lily yang senada dengan warna bajunya.

"Dan besok Ella bakal ketemu dia langsung...Bunda" Adhisty tersenyum pada foto wanita itu "Bilangin sama Tuhan ya Bun, jangan ilangin rasa benci Ella ke dia" lanjutnya.

Adhisty mengambil botol kecil dari dalam laci yang sama dengan Ia meletakkan foto itu. Adhisty mengeluarkan dua pil dari dalam botol. Dan tanpa aba-aba cewek itu memasukkan pil itu kedalam mulutnya.

Mengunyahnya dengan pelan membiarkan rasa pahit menjelajahi rongga mulutnya. Setelah dirasa cukup halus Adhisty menenggak air dalam gelas yang sejak tadi sudah Ia siapkan.

Adhisty suka sekali melakukan hal ini.

Merasakan pahit sebelum memasuki kenyamanan sementara dalam tidurnya.

Adhisty meletakkan kembali gelas yang kosong keatas nakas, Ia mulai membaringkan tubuhnya. Sebelum rasa kantuk mengambil alih tubuhnya Adhisty menyempatkan mencium foto wanita itu.

"Adhisty sayang Bunda dan....Adhisty benci papa"

Dalam hati Adhisty berdoa semoga esok hari semuanya akan berjalan lancar.

"Semoga" gumamnya sebelum benar-benar terseret ke alam bawah sadar.








Dan Gue Punya Rasa [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang