Burung pembawa senyum

1.3K 140 39
                                    


Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan hidup. Dan yang paling pahit adalah berharap pada manusia.

{Ali Bin Abi Thalib}

Koridor sekolah tampak sepi setelah dua puluh menit yang lalu bel pulang memaksa menghentikan segala aktifitas belajar-mengajar. Namun tidak dengan keadaan lapangan outdoor yang sekarang sedang digunakan untuk latihan futsal dan hal itulah yang menahan Adhisty untuk tidak pulang.

Setiap sepulang sekolah dihari jumat adalah jadwalnya Fikran untuk latihan futsal, meskipun bukan seorang kapten akan tetapi karisma cowok itu tetap kuat bagi Adhisty tentunya.

"Fikran! Semangat"

Suara lengkingan itu membuat kedua sudut bibir cowok dibawah sana terangkan membentuk lengkungan sempurna. Manis sayang sekali senyuman itu bukan untuknya melainkan untuk seorang cewek dibangku tribun sana. Aulia.

"Semangat pangeran!"

Kali ini Adhisty yang berteriak namun suaranya tertahan oleh dinding kaca disekitarnya. Adhisty memandang iri kepada Aulia yang bisa sebegitu dekatnya dengan Fikran tanpa membuatnya risih. Adhisty ingat waktu kelas sepuluh Ia selalu menemani Fikran latihan, sebelum kejadian buruk itu terjadi.

Dulu Ia dan Fikran hanya sebatas teman namun hal itu lebih baik dari pada seperti ini, terus berharap tanpa balasan.

"Kak Adis Aku ada urusan keluarga jadi..." ucapannya tertahan ditenggorokan, Ia curi-curi pandang kearah seniornya takut kalau Adhisty marah "Aku terpaksa tutup ruangan musik lebih cepat" lanjutnya dengan sedikit gugup.

Adhisty melirik dengan ekor matanya dengan tubuh yang masih lurus menghadap arah jendela kaca "Mana kuncinya? Biar gue yang kunci" putus Adhisty.

"Tapi..."

"Lo ngak denger? Mana kuncinya" tanpa membantah lagi junior tadi memberikan kunci ruangan tersebut karena jika sampai Adhisty marah. Junior tadi takut Ia akan dijadikan target berikutnya.

"Jangan kasih tau ke bu Linda ya kak"

Bu Linda adalah salah satu guru musik terkiler disekolahnya sistem pembelajaran yang mengekang seluruh muridnya membuat anak didiknya kelewat disiplin. Dan menjadi penakut.

Adhisty hanya membalas dengan deheman singkat setelahnya junior tadi memilih undur diri. Dan sekarang tinggallah Ia sendiri ditemani dengan suara dentingan jam.

"Awas bolanya!" saking seriusnya mengamati setiap pergerakan Fikran dari atas sini, membuat Adhisty gemas sendiri dengan polah cowok dilapangan sana.

Adhisty beruntung sekolahnya mempunyai satu ruangan yang sangat Ia sukai, setiap dindingnya adalah kaca dan tempatnya digedung paling atas membuat orang yang ada didalamnya bisa melihat seantero sekolah.

Lupakan tentang arsitektur ruangan ini sekarang kembali lagi pada cowok dibawah sana, dapat Adhisty lihat beberapa anggota yang lain mecoba membobol pertahanan gawang, namun usaha mereka sia-sia. Fikran adalah salah satu kiper lengket yang dimiliki grub futsal CENDIKIA. Dan kemampuannya tidak bisa diremehkan.

Adhisty melayangkan pandangannya kearah lain. Disana Aulia berlari-lari kecil menghampiri Fikran membuat Fikran menghentikan aktifitasnya untuk sesaat. Setelah berbincang cukup lama cowok itu mengulurkan tangannya untuk mengacak rambut cewek didepannya.

Adhisty refleks melepas pandangannya, arah matanya entah kemana yang pasti tidak memandang kedua insan itu. Tanpa sadar setetes kristal bening menggaris dipipinya. Dengan cepat Ia menghapusnya.

Adhisty terkekeh pelan "Padahal udah biasa tapi masih sakit disini" lirihnya sembari menyentuh dadanya.

Dirasa sudah aman Adhisty kembali memandang Fikran yang sekarang berdiri seorang diri. Sepertinya tadi Aulia izin pulang lebih dulu, ntahlah. Adhisty menatap intens wajah cowok itu dari jarak sejauh ini masih tetap...tampan.

Dan Gue Punya Rasa [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang