Degupan rindu

1.4K 128 26
                                    

Seperti perasaanku yang awalnya risih menjadi rindu.

Apa perasaanmu juga bisa seperti itu? Kalau iya aku akan menjauh agar kamu

Rindu🌷

Kehadiranku...


Laras berani bersumpah Ia benar-benar akan membunuh Adhisty kalau dalam 15 menit kedepan anak itu tidak memunculkan batang hidungnya. Masalahnya Ia sudah duduk hampir dua jam menunggu si pemilik rumah yang ngak tau dirinya melewati batas. Kalau bukan karena dipaksa cowok jadi-jadian disampingnya malas banget Laras menunggu selama ini! Sampai rasanya bokongnya sudah melekat sempurna pada bangku kayu yang didudukinya.

"Udah lo hubungin?"

"Ngak aktif"

Laras mengacak rambutnya frustasi lebih baik tadi Ia tidur saja dirumah "Aarrgh gue pulang!" baru saja mau beranjak tangannya kembali dicekal.

"Ngak sabaran amat sih lo, tunggu sebentar lagi" Laras memberikan tatapan nyalangnya kearah cowok itu bagaimana tidak? Sudah lebih dari dua puluh kali Laras mendengar kalimat itu. Saking kurang kerjaannya Laras menghitung hal kaya gitu.

"Maaf ya den Reza, neng Laras! Biasanya Adhisty memang selalu pulang telat kalo setiap hari jumat"

Laras dan Reza menoleh secara bersamaan kearah seorang peria paruh baya yang baru saja keluar dari dapur "Ngak papa pakde" jawab mereka berdua serentak, Lalu pandangan mereka pun turun pada pada tangan Laras yang digenggam Reza.

"Idih ngapa lo nyentuh-nyentuh gua! Najis ish"

Reza melongo setelah tangannya ditepis dan Ia disembur kata-kata pedas. Cewek jadi-jadian satu ini! "Akhirnya sadar juga kalo lo itu salah satu NAJIS!" terdengar banyak penekanan kata dalam kalimatnya.

Laras menunjuk tepat kewajah Reza "Lo!"

"Ngapa hah jangan mentang-mentang lo cewek gue ngak akan nyerang ya!"

Laras menyunggingkan seringai meremehkan "Jelas lo bakal nyerang lah lo kan CEWEK!"

Kalimat Laras sangat menohok membuat kuping Reza memerah karena menahan marah. Kulit seputih susu milik Reza membuat semburat merah itu sangat ketara dah hal itu malah membuat Laras semakin gencar memancing emosi cowok jadi-jadian itu.

"Iya kan NENG REZA? Paling juga mainnya jambak-jambakan hahahah"

Telinga Reza rasanya seperti terbakar, itu mulut apa balsem sih pedes amat ucapannya! "Sini lo maju gue jambak bibir busuk lo itu!"

"Sapa takut hah!"

Sementara si Pakde hanya melihat dengan tenang pasalnya kejadian ini sudah terulang beberapa kali sammpai rasanya sudah terbiasa. Mau dilerai nanti juga berantem lagi "Haduh Ella kapan kamu pulang nduk udah migren ini kepala pakde"

÷÷÷÷÷

"Makasih" satu kata itu serasa canggung terucap maklum disepanjang perjalanan kedua sejoli ini hanya diam saja.

Adhisty merutuki kebodohannya sepanjang jalan Ia sudah menyiapkan ribuan kata dan sekarang yang mampu terucap hanya satu kata itu. Mana kata terimakasihnya tidak ujung dibalas-balas lagi.

PRANG..!

Adhisty sontak memutar tubuhnya hingga lurus dengan pintu rumahnya yang tertutup "Pakde!" paniknya lalu diikuti langkah cepat menuju pintu berwarna coklat gelap didepan sana.

Fikran yang sudah menstater motor berniat untuk pergi pun mengurungkan niat nya dan memilih untuk turun dan mengekor di belakang Adhisty.

"Pakde ada apa?" mata Adhisty membulat sempurnya melihat adegan tidak senonoh yang terjadi didepan matanya "Ada apa Dhis?" jantungnya berdebar saat mendengar suara Fikran yang terasa sangat dekat.

Blam!

Pintu dengan cepat kembali ditutup, dengan gesit Adhisty memutar kembali tubuhnya berniat mencegah Fikran mendekat. Bisa gawat kalo Fikran melihat Laras dan Reza ada dirumahnya.

"Fik.."

Deg

"Dhis! Pakde lo ngak papa kan?"

"Dhis?"

Adhisty membeku ditempat jaraknya dengan Fikran dekat, bukan, sangat dekat. Seketika rasanya pipi Adhisty seperti terbakar, panas. Bahkan sekarang mata laknatnya hanya tertuju pada satu titik. Dada bidang Fikran.

Pasti nyaman banget berada dipelukkannya, bisa ndusel-ndusel didada Pangeran EH! Enyah lah kau pikiran kotor! Enyah! ENYAH!

Fikran memandang aneh kearah Adhisty bukannya menjawab pertanyaannya cewek ini malah geleng-geleng kepala sambil senyum-senyum horor "DHIS!"

"Eh dada!" latah Adhisty membuat suasana jadi hening.

"Mak-maksudnya dadah Fik hehe udah sono lu balik aja" Adhisty meringis kenapa Ia malah bertingkah seperti orang bodoh "heheh pakde baik-baik aja kok itu tadi cuma kucing" Adhisty tersenyum kaku malah terlihat sangat konyol.

Tanpa sepatah kata apapun Fikran berbalik arah memperlihatkan punggung tegapnya, entah kenapa Adhisty kecewa saat Fikran jalan menjauh. Sepertinya tadi jantungnya refleks berdegup kencang jujur Ia risih tapi sekarang Ia malah merasa kehilangan. Adhisty mau degupan itu lagi.

Fikran mengambil helm lalu memakainya sebelum pergi Ia menoleh sesaat. Jaraknya dengan Adhisty hanya terpaut tiga meter mungkin, "Kalo ngak biasa senyum mending ngak usah" ucapnya dengan nada biasa saja.

Deg

Tapi buat Adhisty hal itu jadi luar biasa.

Fikran memperhatikan senyumnya?

Sungguh bahkan Adhisty tak memperdulikan ekspresinya tadi? Ah Adhisty suka saat jantungnya berdebar kencang apalagi karena cowok itu yang sekarang sudah benar-benar memberi jarak sangat jauh karena menjalankan motornya.

"Puas jalan-jalan nya?"

Ritme suara itu terdengar sangat sinis membuat Adhisty menoleh "Gimana puas ciumannya?" seperti biasa Adhisty menembak tepat sasaran mengena sekali sampai cewek dihadapannya diam seribu bahasa.

Sementara Reza.

"Bibir gue udah kaga perawan! Astaga mana sabun gue mau cuci! Kotor gue kotor! Maapin jodoh mu ini ya Lisa, huwaa Jenny, Rose!"

Ya dibelakang Laras yang mematung ada Reza yang meraung-raung tidak jelas menyebut-nyebut nama artis korea yang lagi buming akhir-akhir ini.

Sementara pakdenya hanya heleng-geleng kepala melihat tingkah teman keponakkannya ini "Assalamualaiku Pakde!" Adhisty melewati dua orang tidak jelas itu menjadikan mereka backgroud seperti penari latar.

"Akhirnya kamu pulang juga nduk! Mumet pala Pakde! Temenmu dari tadi nungguin kamu, kadang brantem, kadang adu argument haduh pusing!"

Lapor pakdenya pada Adhisty seperti anak kecil yang akan dijemput pulang sekolah oleh ibunya "Yaudah pakde kekamar aja biar Ella yang urus" setelah pakdenya pergi kini raut wajah Adhisty kembali dingin.

"Bibir gue!"

"...."

"Harus cuci pake tanah tuju kali!"

"...."

"Atau aer kembang tuju rupa dicampur aer tuju sumur keramat, nyiraminnya pake gayungnya nenek gayung huwaa!"

"...."

Reza yang kelewat lebay dan Laras yang kelewat kaku sampe jadi patung hias didepan pintu. Membuat Adhisty yakin

Bakal sulit nanganin dua manusia jadi-jadian ini!







Dan Gue Punya Rasa [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang