Aku pernah

863 112 32
                                    

Aku pernah memiliki sesuatu seutuhnya hingga semuanya hilang dalam sekejap mata.


Hal pertama yang dirasakan Adhisty saat siuman, sekujur tubuhnya sakit dan napasnya semakin tersenggal. Meskipun matanya tak dapat melihat dengan jelas tapi gadis itu tahu dirinya tidak sendirian di ruangan dengan pencahayaan sedikit temaram ini.

"Udah bangun Bu ketos? Gimana tidurnya? Nyenyak?"

Gadis itu mengepalkan tangannya erat saat telinganya mengenal suara orang itu. Tanpa melihat situasi saat ini Adhisty mencoba melangkah kedepan.

"Lo--khuk!" Namun seketika udara di sekitanya menghilang, napasnya tersenggal hebat karena jeratan tali di lehernya. Dengan cepat gadis itu langsung berdiri dengan posisi semula.

"Kenpa Dhis? Sakit?"

Dalam hati gadis itu merutuki laki-laki yang berdiri tegap di hadapannya. Berubah 180 derajat rupanya.

"Banci!" Desis gadis itu.

Braak! Reza menendang meja tempat bertumpu gadis itu.

"Khuuk! khuuk! haah!" Beberapa detik tubuh gadis itu benar-benar melayang di udara, jika saja kakinya tidak cepat menyeimbangkan diri mungkin meja di bawahnya sudah jatuh.

"Liat Dhis!" Laki-laki itu berjongkok dengan bertumpu pada sebelah kaki "Oh sory gua lupa Lo nggak bisa nunduk" jawabnya pelan dengan nada suara yang sangat berat "gua kasih tau hmm?" Tanya laki-laki itu yang tidak digubris sama sekali oleh Adhisty.

"Mau gua kasih tau?" Laki-laki itu mendongak menatap wajah Adhisty dari bawah, sudut bibirnya terangkat menunjukan seringai yang sudah lama tak pernah ia lakukan. Satu tetes darah jatuh mengenai lantai dan terus diikuti tetes-tetes lainnya.

Brak!

"Jawab!"

"Khuuk! Rezaa!" Suara gadis itu kian lirih saat berulang kali oksigen di paru-parunya di tarik keluar secara paksa.

"Oke gue kasih tau. Jadi, gua liat rayap  Dhis. Banyak banget, liat tuh mereka makanin meja yang gue kasih ke lo! Tapi gue nggak suka sama rayap jadi gue singkirin aja mejanya! Gimana?"

Adhisty memejamkan matanya erat ia benci, benci dengan nada suara itu. Nada suara yang biasa di gunakan sahabatnya. Dan orang di hadapannya tak berhak menggunakan nada suara itu!.

"Jangan pernah ngomong pake suara sahabat gue! Lo nggak berhak!"

Brak! lagi-lagi meja kembali di tendang.

"Khuuk!"

"Gua juga jijik ngomong pake suara itu!"  tegasnya "Lebih jijik lagi harus pura-pura jadi sahabat Lo!"

Deg!

Satu bulir kristal bening dengan lancangnya jatuh, bercampur dengan tetesan darah yang sedikit mengering. Aneh bukan, padahal ia tahu orang di hadapannya bukan sahabatnya. Tapi, hatinya sakit saat orang itu mengatakan hal seperti ini.

"Za!" gadis itu melirik Reza dari ekor matanya "Dulu Lo pernah bilang. Kalau sahabat bisa ngerasain rasa sakit sahabatnya. Haha khuk!" Adhisty mengambil napas dengan susah payah "sekarang Lo ngerasain sesuatu?" Suaranya semakin parau dan siapapun yang mendengarnya pasti tau gadis itu sedang menahan tangisnya yang akan pecah "ya! Jawabannya ya!. Lo, Lo ngerasain kebahagiaan waktu gue sakit! Bener?"

Laki-laki itu berdiri "Sayang banget Bu ketos. Persahabatan?" Reza menyelipkan surai hitam gadis itu ke belakang telinga "Cuma sekedar tugas buat gua!" Bisiknya tepat di telinga Adhisty.

Dan Gue Punya Rasa [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang