Obsesi, Ambisi dan kegilaan!.
Itu yang mereka liat.
Yang ku rasakan.
Rasa bersalah yang mematikan!--Adhisty--
Setelah dibuat hampir gila dengan kehadiran seorang gadis yang tak asing baginya. Kini emosinya diuji dengan sekumpulan fakta yang digelontorkan di depan matanya.
"Anjing!"
Dari ribuan kata yang sebenarnya dapat ia keluarkan sepertinya lidahnya lebih cocok mengucapkan kata itu. Lebih lagi untuk sosok seberengsek laki-laki itu.
"Kalo Lo mau bunuh tu cowok jadi-jadian jangan lupa undang gue!"
Bukannya setuju atau apa malahan gadis di depannya tertawa mengejek "yakin?" gadis itu mengembangkan senyum meremehkan "cowok jadi-jadian yang udah jadian sama Lo?" Santai namun menohok. Membuat dirinya tak sadar menunduk, aura intimidasi gadis itu mengapa sekuat ini?.
"Laras..Laras! Trus Lo mau bunuh pacar Lo sendiri?"
Laras mendongak mendapati gadis itu menatapnya intens "Dari mana Lo tau?"
Gadis itu mendengus kesal "gue nggak wajib jawab pertanyaan Lo kan?" godanya dengan kedua tangan yang di sedekapkan di depan dada.
"Gue cuma minta bantuan dia buat nyembuhin penyakit gue. You know lah, gue mau jadi normal" Laras tak berani menatap manik hitam kelam milik gadis itu. Entah karena takut akan aura milik gadis itu atau takut karena dirinya tak yakin akan jawaban yang ia berikan.
"Mau bantu gue?"
Laras meringis kecil "Apa?"
"Bales dendam ke Reza"
Sudah di bilang aura yang keluar dari tubuh gadis di hadapannya tanpa sadar dapat membuat orang yang ada di sekelilingnya menyetujui apa pun yang ia pinta. Tak terkecuali Laras yang menganggukkan kepala meski hatinya berdesir gelisah atas keputusan yang dibuat.
"Good girl" senyum gadis itu mengembang sempurna. Membuat Laras seperti melihat bagian lain dari diri gadis itu. Bagian yang sepertinya tidak pernah ia lihat.
Ambisi, obsesi, kegilaan, dendam, semuanya terpatri jelas. Membuat Laras ikut merasakan gejolak semangat yang membuat jiwa yang selama ini ia pendam keluar dengan alaminya.
Gadis di hadapannya memang cerdas. Ia tahu cara memilih moster yang baik untuk ada di sampingnya.
****
Ia bukan laki-laki bodoh yang tidak tau jika dirinya sedang diawasi. Ini bukan misi pertama baginya yang harus memaksanya bersinggungan langsung dengan dewa kematian. Misi pertamanya adalah menghancurkan mental Tania, hingga ia sendiri yang ingin menemui dewa kematiannya.
Namun Adhisty beda. Mental gadis itu sudah terbentuk dari kecil untuk bersikap apatis terhadap sekitarnya. Hati gadis itu bisa terluka, namun luka yang lebih dalam dari dirinya akan menyamarkan luka yang lainnya.
Mental Adhisty terlalu kuat untuk Reza hancurkan sehingga laki-laki itu harus merelakan hampir dua tahun ini terus berada di samping Adhisty. Sebagai orang yang berbeda dari dirinya.
Tujuannya sudah pasti mencari titik terlemah gadis itu. Dan saat ia dapatkan bahwa titik terlemah gadis itu bukan kehilangan Fikran, bukan di benci saudara atau ayah kandungnya. Namun, kehilangan orang yang menyayanginya.
Aneh bukan? Seharusnya manusia takut kehilangan orang yang di sayangi tetapi Adhisty berbeda ia takut orang yang menyayanginya pergi.
Dan Reza termasuk salah satunya. Saat tahu bahwa dirinyalah titik kelemahan yang selama ini ia cari, jelas saja ia langsung melancarkan aksinya. Menyelesaikan tugas yang hampir dua tahun ini ia tunda.
Menghancurkan mental sahabatnya. Membuatnya tak memiliki harapan lagi bahkan untuk sekedar hidup. Dan untuk kesekian kalinya laki-laki itu salah menilai Adhisty. Ternyata semangat hidup gadis itu cukup tinggi. Bahkan di saat sedang terluka pun ia masih mampu membuat sebuah rencana, dan ya! SPATIA tertipu kali ini.
"Lo bertahan hidup untuk nyari mati? Nggak ngerti lagi gua Bu ketos!" desis laki-laki itu dengan menggenggam erat botol kecil di tangannya.
Matanya nyalang membidik seorang gadis yang tertidur nyaman di brangkar dengan berbagai selang yang tersambung di tubuhnya. Bibirnya menyeringai tipis "Gua nggak pernah ngerusak wajah lo. Dan--" Reza mengusap wajahnya lalu terkekeh panjang "whola muka lo di perban sepenuhnya" laki-laki itu menelan kasar salivanya "rencana yang cerdik. Gua suka! Setidaknya lawan gua kali ini bukan--" kata-katanya terjeda saat manik matanya memandang Aulia yang balik memandangnya sinis.
"Sampah!" Lanjutnya melanjutkan perkataan yang terjeda namun satu kata tadi diucapkan tepat di sebelah Aulia. Reza tahu betul gadis itu mengepal erat tangangganya di samping rok. Lagian di tempat umum ia bisa apa?.
****
"Lo yakin nggak mau kasih tau pakde kalo ponakannya yang laknat ini masih bisa bawa mobil dengan ugal-ugalan!" Laras meremas erat sabuk pengaman yang ia gunakan. Melirik sinis kepada gadis disampingnya. Ingis sekali Laras berteriak.
"LO MAU NGAJAK BALAS DENDAM APA NGAJAK MATI WOI" syukurlah otaknya masih waras sehingga ia hanya stay cool padahal badan udah cool sampai mau membeku. Jujur sebenarnya Laras sedikit trauma dengan apapun yang berbau ugal-ugalan di jalan raya.
"Kita mau kemana?"
Adhisty menoleh dengan santainya dan jantung Laras berdentum dengan hebatnya. "GILA!" Mau bagaimanapun dingin dan cueknya Laras sepertinya akan kalah dengan kegilaan gadis disampingnya.
"DHIS LIAT DEPAN BEGOOO!" panik Laras jantungnya sudah seperti berlarian kesana kemari dan--ah sudahlah.
Gadis itu Adhisty tersenyum sinis dengan pandangan kembali lurus kedepan. Wajahnya menegas, saat benda pipih di kantongnya bergetar. Benda mungil itu menampakkan sebuah nama.
Mollusca.
"Hai sahabat. Eh no, lebih tepatnya penghianat!" Adhisty menekan kata terakhir dalam kalimatnya.
"Gua kasih Lo waktu 10 menit untuk jalanin rencana Lo! Lewat dari itu--"
Laras melirik sekilas wajah Adhisty yang tersenyum simpul, senyumannya seperti seorang anak kecil yang baru mendapat permainan baru. Menarik.
"Gua pastiin kita akan ketemu"
Gadis disampingnya melempar ponselnya ke jalanan luas sana, yang Laras yakini itu adalah satu-satunya yang ia miliki. Dari kaca spion Laras melihat ponsel itu hancur berkeping-keping.
"Hp lo--"
"Udah dilacak!"
Dengan sekali penjelasan Laras langsung paham. Laras tersenyum kecut saat mereka malah berputar balik, ternyata gadis di sampingnya ini sengaja membuat jejak palsu agar orang-orang itu tidak menemuinya.
"Sekarang kita mau kemana? Gua serius nanya!" Frustasi Laras yang tak mengerti alur pikiran gadis disampingnya. Dan dua patah kata yang selanjutnya terucap dari bibir Adhisty mampu membuat atmosfer di sekitarnya kembali memanas.
"Sarang SPATIA!"
Ada yang masih nungguin cerita ini up? Monggo komen dibawah!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan Gue Punya Rasa [Completed✓]
Teen Fiction[ FOLLOW AKUN DULU SEBELUM BACA] Adhisty lah yang tak memahami, bahwa langit memang tak akan mampu memeluk bumi. Dia si miskin mampukah bersanding dengan dia yang kaya? Dia yang tak dianggap mampukah bersanding dengan dia si penarik perhatian? Dia y...