27. Rahasia

208 20 0
                                    

"Ini kamar asrama siapa, Di?"

Sejak sepuluh menit lalu, Hyunjin berdiri di depan pintu kamar asrama yang hanya berbeda satu lantai dengan kamar asramanya.

Di sebelahnya ada Felix yang menatap bingung teman masa kecilnya yang diam menatapi pintu putih bertuliskan angka 304.

"Ardi, Adit?" sebuah suara terdengar dari arah lift asrama.

Enggan menoleh, Hyunjin masih diam tanpa mempedulikan kedatangan orang tersebut.

Berbanding terbalik dengan Felix yang menatap orang yang memanggil dengan senyuman lebar dan lambaian tangan.

"Kalian ngapain berdiri depan pintu asramanya—."

"Dit, lo ikut Edgar dulu coba." Jinyoung yang telah mengenal Hyunjin sedari kecil bersamaan dengan orang yang ada di dalam asrama dan tentu saja Felix, paham maksud Hyunjin memotong ucapannya. "Ntar gue kasih tau lagi lo harus ngapain."

Felix hanya menurut dan mengikuti Jinyoung yang kamar asramanya tepat di sebelah kamar yang ada di hadapan Hyunjin.

Memastikan Felix benar-benar sudah masuk kamar asrama yang di tempati Jinyoung, Hyunjin baru mendekati pintu dan mengetuk pintunya. Beberapa menit tidak ada jawaban, Hyunjin kembali mengetuk pintu. Kali ini lebih kencang dari sebelumnya.

"Ngapain?" ucapan pertama begitu pintu terbuka.

"Kalo gue gak disuruh adek lo, kagak bakal gue di sini njir." Hyunjin langsung masuk tanpa menunggu persetujuan dari tuan rumah.

"Iya lo mau ngapain, astaga?!"

"Mau bawa lo ke rumah keluarga Mahendra," jawab Hyunjin sambil melempar tubuhnya di sofa.

Orang itu Yeonjun, langsung pucat begitu mendengar nama keluarga Mahendra. Yeonjun sendiri juga masih trauma dengan kesalahan masa lalunya yang hingga kini membuatnya segan pada kembar Pratama-Mahendra, bahkan Jinyoung.

"Sekalian sih, jelasin ke Disa satu-persatu."

"B-bisa tunda dulu gak, Di?" tanya Yeonjun masih berwajah pucat.

"Kalo lo menunda restu dari Piri Jinki mah ya, its okay." Hyunjin menarik tulang pipinya sebelah. "Piri kasih restu kalo gue sama Aldi udah kasih restu. Kalo Aldi emang dari dulu terserah Disa, dan gue sebenernya juga. Tapi, karena lo pacarnya. I'll treat you different."

"Gini, gue ngaku kalo gue bucinin Disa. Tapi gue gak sebucin lo ke Ryu, oke?"

"Dan, wajar kalo lo takut sama Papa Taemin. Tapi mau berapa lama lagi lo mau selesaiin masalah ini sama mereka?" Hyunjin masih terlihat tidak peduli, justru sibuk mengunyah kacang tersedia di meja.

"Lo jangan terlalu khawatir, gue sama yang lain bakalan jadi tameng lo kalo Papa Taemin mulai marah. Bahkan Mama Naeun bakalan lindungin lo kalo emang niat lo baik."

Yeonjun masih diam menyimak setiap ucapan Hyunjin. Benar, jika masalahnya tidak segera terselesaikan maka masalah baru akan menjadi lebih rumit.

Maka, Yeonjun berusaha untuk mempersiapkan hal terburuk saat menemui keluarga Mahendra nanti.

"Satu lagi, dia bentar lagi bebas dan bakalan ngejar lo lagi."

•••

Hyunjin baru saja keluar dari poli psikiatri untuk kembali berkonsultasi demi pulihnya kesehatan mentalnya. Baru beberapa langkah keluar, Hyunjin melihat seseorang yang familiar baginya.

Ia terus mengamati punggung yang baru saja masuk ke ruang terapi bersama wanita yang ia kenali sebagai salah satu psikiater di rumah sakit ini.

"Liatin sapa lo?" Ryujin menepuk pundak Hyunjin tiba-tiba.

NOT [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang