56. Lost

167 13 0
                                    

Yeonjun bersandar pada motor hitamnya di depan salah satu gedung milik fakultas sastra. Tepatnya gedung sastra Eropa. Menunggu Yeji, tentu saja. Entah mengapa, Yeonjun yang biasanya langsung masuk ke dalam dan mencari di kelas-kelas yang mungkin di dalamnya terdapat Yeji yang bermain ponsel karena tidak ada dosen atau sedang mencatat setiap penjelasan dosen pengajar. Untuk sekarang, Yeonjun lebih memilih tidak mencari Yeji dan hanya menunggunya keluar.

"Hey, tumben di luar?" tanya Yeji sambil menepuk pundak Yeonjun  yang terlihat melamun. "Ih, ngelamun lagi. Kenapa sih?"

Yeonjun tidak menjawab dan hanya tersenyum memandangi Yeji dalam diam. Biasanya Yeji akan memukul, mencubit, atau melakukan apapun yang membuat Yeonjun berhenti dari diamnya. Nyatanya, Yeji juga ikut diam dan menyelami mata kelam kekasihnya itu. Tanpa menyadari teman-teman satu fakultas Yeji menonton mereka dengan gemas.

"Kamu cantik," ucap Yeonjun tanpa mengalihkan pandangannya dari Yeji. "Dua minggu lagi jadi ke Surabaya?"

"Jadi, kalo aku lolos. Aku belom liat pengumuman perwakilan kampus buat lomba debatnya." Yeji berbicara dengan semangat sekaligus penuh harap.

Teman-teman satu Fakultas Yeji masih di sana dan memperhatikan bagaimana manisnya salah satu pasangan populer di Unilaks. Berawal dari tidak mendapat restu dari saudara si pihak perempuan, hingga sekarang dengan berani berhadapan di depan publik setelah semua masalah —tidak hanya masalah restu—yang telah mereka hadapi setelah hampir lebih dari tiga tahun menjadi sepasang kekasih. Dua setengah tahun kucing-kucingan dengan Hyunjin, sudah menjadi cobaan tersendiri bagi mereka berdua. Belum lagi masalah internal lain yang secara tidak langsung ikut terbawa ke dalam perjalanan hubungan mereka.

"Sisain satu kaya Daniar dong."

"Kirain cowok kayak Daniar cuma ada di wattpad aja."

"Daniar nih kan rumornya sahabatan sama Radisa dari SMP, terus denger-denger juga dari awal kenal Daniarnya udah suka tapi gak berani deketin Radisa."

"Hah kenapa?"

"Radisanya waktu itu suka sama Christopher anak Teknik mesin angkatan 17 itu loh."

"Mereka jadian?"

"Iya, Daniarnya cuma bisa dukung kayaknya. Itupun sebelum orang tuanya Yeji cerai."

"Orang tuanya cerai? Pantesan bisa saudaraan sama Pratama."

"Woylah, lemes amat itu mulut!" Lia datang bersama Minho dengan berkacak pinggang. "Ghibahin orang langsung depan orangnya."

"Jangan dikira suara lo pada kagak kedengeran dari sini ya." Yeonjun ikut membalas dengan senyuman miring dan merangkul pundak Yeji. "Suara lo keras dan kita gak budek. Emang sih omongan lo pada gak ada yang salah. Tapi lo mikir gak perasaan yang lo omongin? Lo mau kisah yang paling gak pengen lo dengerin diomongin orang banyak? Gak kan? Otaknya tolong difungsikan dengan baik. Jangan cuma dijadiin pajangan sampe berdebu kek gitu."

Mereka yang tadinya membicarakan Yeji langsung beranjak pergi dengan menutupi wajah. Namun ada juga yang terang-terangan memasang wajah sinis pada Yeji dan Lia. Tentu saja yang dengan mudahnya mendapatkan salah satu mahasiswa incaran di Unilaks.

Cantik dulu kek Lia sama Yeji biar dapet Yeonjun atau Lino.

"Kenapa sih? Keknya dari SMA juga udah di gituin."

"Iya, akhirnya pada sujud-sujud minta maaf gara-gara Ardi dan sekawanannya nyeremin."

"Kakak juga termasuk sekawanannya Ardi." Lia membalas ucapan Minho dengan santai.

"Iya, eh Dis. Selamat!" Minho memberikan sebuah amplop berwarna putih dengan logo Unilaks dan UKM Penulis. "Lo lolos jadi perwakilan Lomba debat di Surabaya."

NOT [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang