48.

953 62 10
                                    

Bel istirahat berbunyi lima menit yang lalu, tapi Alroy sudah berada di kantin sepuluh menit yang lalu. Ia sengaja izin ke toilet lima menit sebelum bel istirahat agar bisa nongkrong lebih dulu di kantin.

Saat ia sedang menyantap makanannya, bola matanya melihat Syela dan Charis yang baru saja datang.

“Audrey di mana ya?” Tanya Alroy tanpa sadar karena tidak melihat Audrey bersama kedua sahabatnya.

Andre yang mendengar itu jadi menolehkan kepalanya mengikuti arah pandang Alroy. “Ngapain lo nyari dia? Udah merasa bersalah karena kemarin belain Ananta?” Sindir Andre.

Alroy melirik Andre sekilas, “Gak usah bahas-bahas kemarin kenapa sih?!”

Andre memutar bola matanya malas. “Cuma mau ngingetin, salah paham kalian itu awal mulanya ada di lo, bukan di Audrey.”

Mendengar itu, Alroy menghembuskan napasnya kasar. “Lo gak tau awal mulanya gimana, jadi gak usah asal nuduh.”

Andre menatap Alroy sambil tersenyum miring. “Lo lupa gue sahabatnya Audrey? Audrey cerita sama kita semua.”

Alroy berdecak. “Terserah lo!” Seru Alroy lalu bangkit berdiri.

Kini Alroy melangkahkan kakinya menuju kelas Audrey untuk mencari gadis itu. Ia akan mengajak Audrey ke rumahnya sesuai permintaan mamanya pagi tadi. Sesampainya di depan kelas Audrey, dilihatnya Audrey yang sedang melukis sesuatu. Ia pun lalu segera masuk dan mendudukkan diri di samping Audrey.

Audrey menghentikan aktivitasnya saat Alroy duduk di sampingnya. Ada sepercik rasa bahagia yang muncul di hati Audrey saat Alroy mengunjunginya di kelas.

“Ada apa, Roy?” Tanya Audrey.

“Nanti siang pulang bareng aku, mama mau ajak kamu pergi.” Jawab Alroy singkat tanpa menoleh ke Audrey.

Audrey terdiam bisu. Rasa bahagia, sedih, dan bingung bercampur di hatinya saat ini. Ia bahagia karena Alroy ingin pulang bersamanya meskipun ia tau bahwa itu hanyalah perintah dari Tante Shella. Lalu ia sedih sebab Alroy masih terlihat marah kepada dirinya. Terakhir ia teringat rencananya dengan Aldo yang akan mengunjungi makam ayahnya sepulang sekolah nanti. Hal itu membuatnya bingung untuk menolak ajakan Alroy.

“Aku tunggu diparkiran.” Ujar Alroy lagi dengan cuek.

Audrey menghela napasnya pelan. “Roy, aku gak bisa.” Cicit Audrey sambil memberanikan diri menatap Alroy.

Alroy berbalik lagi, bola matanya menatap Audrey dengan tajam. “Kenapa?”

Audrey gemetar. Kini ia bingung bagaimana menjelaskannya ke Alroy.

“Kamu mau pergi?” Tanya Alroy ketika melihat sirat ketakutan di mata Audrey.

Audrey mengangguk perlahan. “I-iya.”

“Ke mana? Sama siapa?”

Audrey menggigit bibir bawahnya. Ia tidak tau harus menjawab saat ini, jujur atau berbohong lagi.

“Aku tanya itu dijawab.” Desak Alroy karena Audrey tidak kunjung menjawab.

Akhirnya dengan sedikit keberanian Audrey mulai menggerakkan bibirnya, “S-sama Syela, sama Charis juga … Iya sama mereka berdua, Roy.”

“S-sama Sy-syela.. sama Charis juga. Iya sama mereka berdua.” Jawab Audrey berbohong.

Alroy mendengus sambil tersenyum miring. Mata Audrey yang melirik ke sana-kemari membuatnya mengetahui bahwa gadis itu sedang berbohong lagi. Lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun Alroy memilih melenggangkan kakinya pergi.

“Roy!” Seru Audrey bangkit berdiri, berusaha untuk menghentikan langkah Alroy.

Alroy mengibaskan tangannya ke belakang. “Gak usah ngomong lagi sama aku sebelum kamu jelasin ke aku siapa selingkuhan kamu.”

Perkataan Alroy membuat Audrey tertegun. Setelah Alroy keluar dari kelasnya, Audrey terkulai lemas di kursi. Selaput bening mulai memburamkan pandangan Audrey. Ia tidak menyangka Alroy akan menuduhnya selingkuh.

“Roy, aku gak selingkuh. Aku bohong bukan karena selingkuh.” Lirih Audrey.

---

Kring Kring Kring

Bel pulang sudah berbunyi. Seluruh murid mulai membereskan buku-buku mereka untuk segera pulang ke rumah masing-masing. Hal serupa juga nampak pada Audrey dan kedua sahabatnya.

“Lo pulang bareng Kak Aldo, Drey?” Tanya Charis setelah menutup resleting ransel sekolahnya.

Audrey hanya mengangguk. Suasana hatinya saat ini masih sangat kacau akibat tuduhan Alroy yang tanpa alasan ketika istirahat tadi. Hal itu membuatnya lebih banyak diam selama sisa pelajaran sampai jam pulang sekolah.

“Drey, lo ada masalah?” Tanya Syela yang curiga dengan perubahan Audrey.

Audrey menoleh ke kedua sahabatnya. “Gue gapapa.” Jawab Audrey lalu melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Syela dan Charis lebih dulu.

“Gue rasa Audrey lagi nyembunyiin sesuatu lagi.” Bisik Charis sambil berjalan keluar kelas bersama Syela.

Syela mengangguk. “Gue bulang Kak Aldo dulu, biar nanti dia yang tanya.”

---

Audrey melihat inova hitam yang begitu dikenalnya sudah terpakir di dekat gerbang sekolahnya. Ia pun segera berlari dan masuk ke mobil itu.

“Hai, kak.” Sapa Audrey pada Aldo yang tersenyum melihat kehadirannya.

“Hai.” Jawab Aldo. “Berangkat sekarang?”

Audrey mengangguk. “Iya.”

Aldo lalu menghidupkan mesin mobil. Sedetik kemudian ia sudah bersatu dengan pengguna jalan lainnya. Sesuai perjanjian tadi pagi, kini mereka sedang menuju tempat makam ayah Audrey yang terletak di kawasan Jakarta Utara. Perjalan ini selambat-lambatnya akan memakan waktu lima belas menit.

Selama di perjalanan, sesekali Aldo melirik Audrey yang nampak tak bersemangat. Wajahnya nampak murung, senyum lebar yang biasa ditampilkan kini hilang entah ke mana. Aldo merasa Audrey sedikit berbeda. Ia yakin pasti ada sesuatu yang menganggu pikiran sahabatnya itu. Akhirnya karena ingin tau apa yang sedang Audrey alami, Aldo membelokkan kemudi mobilnya di Mini Market terdekat. Saat mobil berhenti, Audrey menoleh, menatap Aldo dengan bingung.

“Kenapa?” Tanya Audrey.

Aldo melihat Audrey dari ujung kepala hingga kaki. “Kamu yang kenapa?”

Audrey mengerutkan keningnya. Ia masih belum mengerti kalau Aldo menyadari perubahan dalam dirinya.

“Kamu kenapa, Drey?” Ulang Aldo.

“Audrey gak kenapa-napa, kak.” Jawab Audrey polos.

Aldo menahan geli setelah mendengar kepolosan Audrey itu. Ia lalu mencubit pipi Audrey untuk menyalurkan rasa gemasnya. “Yang kakak tanya itu bukan keadaan kamu, tapi kenapa kamu diem aja? Apa yang ganggu pikiran kamu?”

“Oohh…” Jawab Audrey sambil terkekeh dan menggaruk tengkuk lehernya. “Audrey … Audrey gak kenapa-napa kok, kak.”

Aldo menghela napas. “Udah berapa kali kakak bilang, jangan bohong sama kakak, kamu gak jago.”

Dalam hati Audrey berdecak, kesal karena Aldo begitu mengenal dirinya. Ia tau, Aldo itu peduli dengannya, Aldo juga tidak ingin ia bersedih, tapi di saat seperti ini terkadang ia butuh waktu sendiri, merenungkan semuanya lalu mulai menyelesaikannya satu-persatu.

“Drey, gak mau cerita sama kakak?” Tanya Aldo.

Audrey menatap Aldo takut-takut. “Bukan, kak.”

“Ya terus masalahnya apa? Kenapa diem aja?” Tanya Aldo lagi dengan nada lebih lembut.

Audrey menghela napasnya. Ia merasakan naluri Aldo sebagai kakak mulai keluar. Hal itu selalu saja berhasil membuat Audrey menceritakan apapun yang terjadi dengan dirinya.

“Kak, Alroy kira Audrey selingkuh.” Ujar Audrey mengawali.

“Kok bisa?” Tanya Aldo.

Audrey menunduk. Ia menarik napas lalu menghembuskannya perlahan. “Tadi dia ajak Audrey pulang bareng, mama dia mau pergi sama Audrey. Tapi Audrey tolak dengan alasan Audrey mau pergi sama Syela, sama Charis. Terus dia langsung berdiri dan bilang untuk gak usah lagi ngomong sama dia sebelum Audrey jelasin tentang selingkuhan Audrey.”

Aldo mengepalkan tangannya. Semua cerita Audrey tentang Alroy dari beberapa hari lalu membuat kepercayaan Aldo untuk Alroy berkurang drastis. Awalnya ia sangat senang ada seseorang yang bisa menyentuh dinginnya hati Audrey. Tapi sekarang ia justru kecewa karena Alroy nampak seperti laki-laki yang tidak bisa dipegang omongannya. Laki-laki yang memaksa gadisnya berjanji namun ia sendiri melupakan janji itu.

“Temuin kakak ke dia, biar kakak yang jelasin semuanya dan beri dia pelajaran.” Ujar Aldo datar. Kini rasa jengkel di hatinya sudah memuncak. Ia tsangat tidak terima jika Audrey disakiti seperti ini.

“Kak, kalau kakak yang nyelesaiin mungkin bisa jadi tambah rumit.”

Aldo berdecak. “Kamu mau dituduh gitu terus?”

Audrey menggeleng. “Enggak, kak, tapi Audrey lebih gak mau kakak baku hantam sama Alroy.”

“Dia harus kakak kasih pelajaran karena udah berani buat kesayangannya Aldo sedih kayak gini.” Tegas Aldo.

“Kak, Audrey senang kakak mau dengerin cerita Audrey. Itu udah lebih cukup daripada bantuan kakak untuk beri Alroy pelajaran. Kali ini Audrey mau berusaha untuk menyelesaikannya sendiri. Boleh kan?” Pinta Audrey.

Aldo menatap dalam kedua manik hitam Audrey. Sahabat yang juga ia anggap sebagai adik kesayangannya itu sudah tumbuh begitu besar. Jika dulu Audrey selalu melakukan apapun dengannya, meminta tolong kepadanya, kini Audrey sudah berusaha untuk menyelesaikannya sendiri. Ah, Aldo jadi sangat merindukan masamkecil mereka.

“Kak,” Panggil Audrey membuyarkan lamunan Aldo.

Aldo mengerjapkan matanya beberapa kali. “Ya udah, tapi kalau dia berani kasar sama kamu, kamu harus bilang kakak.” Perintah Aldo.

Audrey tersenyum mengangguk. Ia lalu mendekatkan diri untuk meraih tubuh Aldo. “Makasih, kak.” Ucap Aldo sambil memeluk Aldo.

Aldo membelai rambut Audrey dan membalas pelukannya. “Kesayangannya Aldo.”

Audrey tersenyum mendengar Aldo memanggilnya dengan sebutan itu. Kesayangannya Aldo, satu panggilan yang selalu Aldo gunakan untuk menghibur Audrey ketika lagi sedih seperti saat ini. Bagi Audrey sendiri panggilan itu sangat bermakna, sebab menunjukkan sisi Aldo yang melindunginya seperti seorang kakak kandung.

---

Seorang pria dan wanita tersenyum lebar setelah melihat hasil foto yang mereka ambil.

“Besok eksekusi.” Ujar sang pria sambil tersenyum penuh arti.

Wanita itu mengangguk. “Akhirnya!”

---

Revisi : 07-07-20

Jangan lupa vote+comment

Happy Reading Readers


SHE'S MY WORLD [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang