18.

1.4K 104 31
                                    

“Ma, Alroy pulang.” Seru Alroy begitu masuk ke ruang tamu rumahnya.

Alroy lalu duduk di sofa dan melepas sepatunya. “Drey, lo mau lepas sepatu juga gak?” Tanya Alroy seraya menatap Audrey yang masih berdiri.

Audrey mengangguk. “Boleh.”

Alroy tersenyum. “Lepas di sini aja gapapa.”

“Oo, oke.” Jawab Audrey lalu duduk dan melepas sepatunya.

Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya keluar dari dalam rumah dengan masih menggunakan celemeknya. Wanita yang Audrey yakini sebagai mamanya Alroy itu menatap Audrey dengan sedikit terkejut.

“Siapa ini, Alroy?” Tanya wanita itu.

Alroy melirik Audrey lalu tersenyum. “Teman Alroy, namanya Audrey. Drey, ini mama gue.”

Audrey mengangguk sopan. “Audrey, tante.” Sapa Audrey sambil mengulurkan tangannya.

“Cantik sekali kamu. Oh ya, nama tante Marshella, panggil saja Tante Shella.” Shella membalas uluran tangan Audrey.

Audrey tersenyum. “Tante Shella juga cantik kok.” Puji Audrey jujur.

Shella tertawa. “Bisa saja kamu, Audrey. Terimakasih ya atas pujiannya.”

“Cocok gak, Ma, kalau sama Alroy?” Celetuk Alroy tiba-tiba.

Audrey langsung menoleh dan membulatkan matanya menatap Alroy, begitu juga Shella, terkejut dengan ucapan sang anak. Alih-alih menjawab pertanyaan Alroy, Shella justru menyuruh anaknya itu untuk naik ke atas dan berganti baju.

“Ngaco aja kalau ngomong, sudah-sudah kamu naik sana terus turun lagi, kita makan bersama. Audrey mau kan makan di sini?” Tanya Shella menatap Audrey lagi.

Audrey mengangguk. “Mau, tante.”

Shella tersenyum lebar, lalu menatap Alroy yang masih berdiri di samping Audrey. “Mama bilang naik, Alroy, masih aja di sini.”

Alroy menyengir. “Iya-iya, mama, ini Alroy naik.” Jawab Alroy seraya masuk ke dalam rumah dan menaiki tangga untuk ke kamarnya.

Sepeninggal Alroy, kini tinggallah Shella dan Audrey di ruang tamu dan karena makanan sudah dihidangkan maka Shella pun mengajak Audrey ke ruang makan untuk menunggu Alroy lalu makan sore bersama.

---

“Tante, Audrey bantu cuci piring ya?” Tanya Audrey menawarkan bantuan setelah makannya habis.

Namun bukannya Shella yang menjawab, melainkan Alroy. “Gak usah, Drey, biar mama sendiri aja, ya, ma?”Alroy menatap mamanya.

Shella mengangguk. “Iya, Audrey, biar tante aja.”

“Gapapa, tante, Audrey mau bantu kok.” Jawab Audrey lalu beralih menatap Alroy tajam. “Lo gak sopan ya, Al, sama nyokap sendiri.”

Alroy menggaruk rambutnya yang tak gatal. “B-bukan gak sopan, Drey… Aduh.. Ya udah deh kalau lo emang mau bantu.” Ujar Alroy bingung menjelaskan maksudnya.

Alroy bangkit berdiri. “Ma, nanti kalau udah suruh Audrey ke taman belakang ya.” Bisiknya pada sang mama lalu pergi ke taman belakang lebih dulu.

Audrey menatap langkah Alroy yang menjauh, ia menggelengkan kepalanya melihat tingkah Alroy kepada mamanya sendiri.

“Audrey, kamu ke taman belakang aja, susul Alroy, tante gapapa cuci piringnya sendiri.” Ujar Shella sambil membelai kepala Audrey, membuat gadis itu sedikit tersentak karena terkejut.

“Audrey bantu tante dulu aja, nanti baru ke Alroy lagi.” Jawab Audrey masih ingin membantu Shella.

Shella menggeleng. “Gak Audrey, tante gapapa kok. Kamu susul Alroy aja ya.”

Audrey menatap Shella tak enak hati. Sebenarnya ia ingin membantu Shella mencuci piring dan merapikan meja makan untuk membalas kebaikan Shella karena sudah mengajaknya makan bersama. Tapi karena Shella sendiri menolak akhirnya ia menyusul Alroy ke taman belakang.

“Ya sudah kalau gitu Audrey susul Alroy dulu ya, tante. Oh ya, masakan tante enak, makasih udah ajak Audrey makan bersama.” Ucap Audrey sambil tersenyum.

Shella ikut tersenyum. “Sama-sama, Audrey. Nanti kapan-kapan kalau kamu ke sini lagi kamu bantu tante masak ya? Siapa tau masakan kamu lebih enak.”

Audrey menggeleng. “Masakan Audrey gak seenak masakan tante, heheheh.”

“Ah kamu ini, dari tadi bisa aja buat tante tertawa. Sudah sana kamu susul Alroy.”

Audrey tertawa mendengar perkataan Shella. Ia pun lalu pamit lagi dan segera menyusul Alroy di taman belakang. Namun di tengah jalan ia menghentikan langkahnya, matanya menangkap sebuah figura foto di dinding yang menampilkan seorang anak laki-laki yang mungkin berusia lima tahun. Audrey yakin,anak dalam foto itu adalah Alroy.

Tanpa sadar tangannya terangkat mengusap wajah Alroy, bibirnya juga tersenyum ke atas, dan secara sadar ia memikirkan satu hal, Alroy tampan.

---

Sesampainya di taman belakang Audrey melihat Alroy sedang duduk di gazebo sambil bermain ponsel.

“Al,” Panggil Audrey begitu ia sudah berdiri di hadapan Alroy.

“Loh, cepat banget nyucinya?” Tanya Alroy sedikit terkejut melihat kedatangan Audrey yang tidak berselang lama setelah ia duduk.

“Duduk, Drey.” Ujar Alroy lagi menyuruh Audrey duduk sambil menepuk tempat yang kosong di sebelahnya.

Audrey melirik Alroy lalu duduk di sebelahnya. “Lo gak sopan banget ama nyokap lo tadi.” Ucap Audrey sambil menatap lurus ke depan.

Alroy menoleh ke Audrey, menatap gadis itu lalu menunduk. “Aku tadi gak maksud untuk kurang ajar ke mama, Drey, cuma …”

Audrey menoleh. “Cuma apa?”

“Cuma mau ngobrol aja sama kamu di sini.”

Kening Audrey berkerut. “Emang mau ngobrolin apa?”

“Apa aja yang penting ngobrol ama lo.” Jawab Alroy sambil tersenyum lebar.

Audrey mendengus. “Gak penting kan. Harusnya lo tadi ngizinin gue bantu nyokap lo, kalau gini kan gue jadi ngerasa gak enak.”

“Penting, Drey, semua tentang lo itu penting di hidup gue.” Senyum Alroy semakin lebar saat mengatakannya.

Audrey melirik Alroy namun tetap diam, tidak menjawab perkataan laki-laki itu yang baginya hanya gombalan semata.

“Drey, jujur nih ya, lo tuh masuk deretan cewek cantik sebenarnya, tapi kok gue gak pernah liat lo sih di sekolah?”

“Perlu gue jawab?” Tanya Audrey tanpa menatap Alroy.

Alroy mengangguk. “Perlu, sangat perlu.”

Audrey menarik nafasnya lalu menghembuskannya perlahan. Kepalanya tertunduk, memikirkan apakah bisa mengatakannya atau tidak karena sejujurnya apa yang Alroy tanyakan bisa menjadi kunci bagi laki-laki itu untuk bertanya lebih lanjut mengenai masa lalunya.

“Gak jadi deh, Drey, gue gak mau maksa lo meski gue sangat penasaran.” Ujar Alroy lagi ketika melihat keterpaksaan di raut wajah Audrey.

Audrey menoleh ke Alroy, menatapnya sejenak lalu menarik nafas dalam-dalam. “Gue anak baru waktu kelas sebelas.”

“Anak baru? Dulu lo sekolah mana sebelum di Tunas Bangsa?” Tanya Alroy penasaran.

“Harum Bangsa.”

“Ooo, Harum Bangsa.” Alroy mengalihkan tatapannya dari Audrey. “Terus kenapa lo pindah?” Tanya Alroy lagi.

Audrey melirik Alroy lalu juga mengalihkannya pada langit biru di atas. “Disuruh ama sahabat.”

“Sahabat ya… By the way, lo beneran sahabatan sama Andre sejak kecil?” Tanya Alroy berganti topik dan menatap Audrey lagi

Audrey mengangguk sambil menatap Alroy bingung karena mengganti topik secara tiba-tiba.

Alroy membulatkan mulutnya sembari mengangguk paham. “Gue dulu juga punya sahabat sejak kecil, tapi dia udah meninggal.” Cerita Alroy dengan perubahan raut wajah yang cukup kentara.

“Meninggal? Kenapa?” Tanya Audrey menautkan kedua alisnya.

Alroy tersenyum pedih. “Kecelakaan.”

“Udah lama meninggalnya?”

Alroy menggeleng. “Tahun depan dua tahun.”

Audrey menunduk, terdengar helaan nafasnya. “Gue juga pernah kehilangan orang yang paling berharga buat gue. Lo harus ikhlas, Al, biar di sana dia gak sedih liat lo yang belum ikhlas.”

Alroy tersenyum mendengar Audrey yang menghiburnya. “Makasih, Drey, gue emang belum terlalu mengikhlaskan dia, rasanya masih gak percaya dia pergi secepat ini.”

Audrey membalas senyuman Alroy. “Lo pasti bisa.” Ujar Audrey sambil menepuk pundak laki-laki itu.

Mata Alroy terpaku pada manisnya senyum Audrey saat ini. Jujur, Alroy belum pernah melihat senyum semanis itu. Astaga, Audrey, banyak sekali sifat dan sikap gadis itu yang menjadi candu bagi Alroy.

“Drey, gue mau ngucapin makasih lagi.” Ucap Alroy tanpa mengalihkan tatapannya dari Audrey.

Kening Audrey berkerut. “Untuk?” Tanya nya.

“Untuk kesempatan ini, makasih udah kasih gue kesempatan untuk berusaha buat lo ada rasa sama gue. Gue gak akan sia-siain kesempatan ini, Drey, dan untuk lo, siap-siap jadi cewek gue ya.”

Satu alis Audrey terangkat sambil tertawa ringan. “Percaya diri lo tinggi banget, Al.”

Mendengar itu membuat Alroy ikut tertawa. Ia berharap, suatu saat nanti ia bisa menjadi alasan Audrey tertawa dan tersenyum. Alroy lalu menggembungkan kedua pipinya sambil melirik Audrey yang sudah berhenti tertawa.

Gue sayang lo, Drey. Ucap Alroy dalam hati seraya menahan tangannya untuk tidak mengelus kepala Audrey sebagai bentuk perasaannya.

---

Revisi : 09-06-20

Jangan lupa vote+comment

Happy Reading Readers

SHE'S MY WORLD [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang