DELAPAN BELAS

105 13 0
                                    

Di follow dulu yaps.

Happy Reading!

Ceklek..

Gadis di depan pantulan cermin itu menolehkan kepalanya ke pintu kamar yang di buka dari luar, setelah tahu siapa pelakunya, lantas gadis itu kembali menatap pantulan dirinya di cermin lagi.

"Gue masuk." Ujar Andini, ia masuk lalu duduk di tepi ranjang. Tatapannya naik turun melihat penampilan kakaknya yang berbeda dari hari biasanya, "tumben."

Membalik badan sekilas, Sita berujar. "Apa?"

"Lo cantik tahu, Ta, kalo di gerai gini."

Sita berbalik badan lagi, menatap sang adik yang baru satu minggu lalu berpisah kamar tidur dengannya. "Seriusan?" Tanyanya memastikan.

Andini mengangguk yakin, "ceweknya jadi kelihatan."

"Emang kemaren-kemaren gue apaan?!"

"Hehehe.. ya udah cepet keluar, ayah kasian lama nunggu."

"Duluan aja."

"Gausah sok mandiri deh."

"Batu banget sih di bilangin di suruh duluan." Cibirnya, tapi tak urung Sita menyambar tas punggungnya, "ayo."

Baru satu pijakan dua anak remaja itu di teras rumah, komentar dari sang Ayah menyambut.

"Udah arisannya?" Sindir Wirawan, kedua anak gadisnya hanya nyengir saja, "Ayah buru-buru, cepet masuk."

Sesuai titah Wirawan, Andini membuka pintu depan, duduk samping kursi kemudi.

"Lho, kamu nggak masuk?." Tanya Wirawan melihat Sita tidak bergerak dari tempatnya.

Gadis yang menggerai rambut panjangnya itu hanya memamerkan giginya saja, membuat Wirawan mengangkat satu alisnya keheranan.

"Ayah duluan aja, katanya kan buru-buru."

"Terus kamu berangkat sama siapa?"

"Nanti ada temen yang jemput kok."

"Alah." Andini mengalihkan fokus mereka, "cepet jalan aja, Yah, anaknya mau demenan, jangan di ganggu."

"Ya udah." Wirawan membuka pintu mobil, sebelum memasukinya, ia terlebih dahulu berujar, "kamu hati-hati, ya."

Sita menggangguk. Mobil hitam yang ditumpangi dua orang itu meninggalkan pekarangan rumah. Saat mobil Ayahnya hilang di tikungan, bersamaan dengan itu sebuah sepeda motor berhenti di pagar rumah.

Orang yang di tunggu akhirnya datang, Sita dengan riang melangkah mendekat.

"Selamat pagi." Sapanya dengan senyum yang terpantri indah.

Si pengemudi menaikkan kaca helmnya. Mengangguk lalu memberi sebuah kode agar Sita cepat menaiki boncengan.

Masih dengan wajah yang cerah, gadis dengan tubuh ramping itu melakukan titah Juan. Setelah dirasa duduknya sudah nyaman, ia menepuk bahu Juan sekilas.

Tanpa ragu dan entah dapat dorongan dari mana, Sita melingkarkan lengannya pada pinggang Juan. "Nggak apa-apa?"

Juan mengangguk, lalu menggas laju motornya.

Singgah [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang