ENAM PULUH TUJUH

107 9 13
                                    

Happy Reading!

Entah sejak kapan mulainya perasaan yang Alif rasakan ini, intinya sekarang memastikan Sita baik-baik saja adalah keharusannya dan membuat Sita bahagia adalah kewajibannya.

Alif memang tipe pria yang tidak mudah tertarik dengan lawan jenis. Dengan rupanya yang rupawan serta kecerdikkan otak yang ia punya, Alif banyak dikagumi orang sampai lawan jenis. Bahkan ada beberapa dari mereka yang terang-terangan memperlihatkan ketertarikannya. Namun setelah bertemu untuk pertama kalinya dengan Sita, Alif pun tak mengerti mengapa ia bisa langsung tertarik.

Saat ini pria pemilik lesung pipi itu tengah berdiri menatap pantulan dirinya lewat cermin besar dihadapan. Mengenakan t-shirt hitam yang dipadukan celana jeans selutut, penampilan sederhana Alif sudah lebih dari cukup untuk disebut tampan.

"Tinggal semprot parfum deh," gumam Alif meraih parfum dari atas nakas di bawah cermin.

Setelah urusan semprot-menyemprot selesai, sekarang giliran rambutnya yang urakan sedikit ia rapihkan dengan menyisir menggunakan jari tangannya.

"Dah selesai," Alif menerbitkan senyuman.

Keluar dari kamar setelah meyambar barang-barang yang wajib ia bawa saat keluar yaitu ponsel, dompet serta kunci mobil.

Mulai menuruni anak tangga yang langsung di sambut perawakan Mamahnya yang tengah menyeruput teh di sofa ruang tamu.

"Mah," panggil Alif menghampiri Mamahnya.

Mamah yang semula fokus menonton siaran infotaiment menjadi mengalihkan fokusnya kepada anak bungsunya.

"Kenapa, Ip?" tanya Mamah lalu tatapannya turun meneliksik penampilan Alif. "Mau keluar, ya?"

Alif mengangguk seraya tersenyum. "Keluar bareng Sita."

"Oh, bareng Sita," Mamah membalas dengan anggukan kepala. "Yaudah sana pergi, nanti Sitanya nunggu lagi," lanjutnya.

"Iya nih mau pergi," kata Alif mengulurkan tangan untuk disalami. "Pamit dulu, Mah."

"Salam buat Sita, ya, Ip," pesan Mamah sebelum Alif keluar.

Keputusannya menggunakan roda empat sebagai transportasi sangatlah tepat karena saat di tengah perjalanan langit yang memang sudah mendung menjatuhkan ribuan air hujan di ibu kota. Namun ada kurangnya juga, saat diguyur hujan begini, jalanan yang sudah macet bertambah macet.

Alif menggeram di balik kemudi, sejak dari tadi belum ada barang sejengkal pun mobilnya bergerak.

"Harus diem berapa lama lagi coba," desisnya mendaratkan punggung keras pada sandaran kursi.

"Mending naik motor kena hujan dari pada kena macet gini," Alif menggerutu, sesekali berdecak juga menatap para kendaraan yang bernasib sama dengannya.

"Pasti Sita nungguin, aish, jir lah," umpat Alif memukul stir.

Niatnya memang Alif berkeinginan mengajak Sita untuk berkeliling pusat pembelanjaan agar bisa meminimalisir rasa sedih yang masih sampai sekarang gadis itu rasakan.

Karena berada di tanah air tinggal beberapa hari lagi saja, Alif sengaja ingin menghabiskan waktu bersama Sita.

"Kalo dia nungguin gimana?" monolognya, lalu tatapannya turun ke ponsel yang tergeletak di jok samping kemudi. "Gue telfon aja kali, ya?"

Singgah [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang